IG ☞ @embunpagi544
Elang dan Senja terpaksa harus menikah setelah mereka berdua merasakan patah hati.
Kala itu, lamaran Elang di tolak oleh wanita yang sudah bertahun-tahun menjadi kekasihnya untuk ketiga kalinya, bahkan saat itu juga kekasihnya memutuskan hubungan mereka. Dari situlah awal mula penyebab kecelakaan yang Elang alami sehingga mengakibatkan nyawa seorang kakek melayang.
Untuk menebus kesalahannya, Elang terpaksa menikahi cucu angkat kakek tersebut yang bernama Senja. Seorang gadis yang memiliki nasib yang serupa dengannya. Gadis tersebut di khianati oleh kekasih dan juga sahabatnya. Yang lebih menyedihkan lagi, mereka mengkhianatinya selama bertahun-tahun!
Akankah pernikahan terpaksa ini akan membuat keduanya mampu untuk saling mengobati luka yang di torehkan oleh masa lalu mereka? Atau sebaliknya, hanya akan menambah luka satu sama lainnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24 ( Tanam Saham)
Elang tersentak ketika ada tangan lembut meraihnya, ia menoleh ke arah istrinya. Rasa bersalahnya muncul begitu saja ketika melihat wajah Senja. Tak seharusnya ia kehilangan kendali seperti itu.
"Senja, aku..."
"Tahan sebentar, mungkin akan terasa sakit," hanya itu kata yang keluar dari mulut gadis ayu tersebut. Datar, tanpa ekspresi, seperti itulah Elang melihatnya.
Pelan-pelan, Senja mulai membuka perban yang sudah berubah warna menjadi merah karena darah tersebut. Dengan telaten, Senja mengobati luka Elang.
"Apakah sakit?" tanya Senja setiap kali Elang mengepalkan tangan kirinya untuk menahan rasa sakit.
"Aku baik-baik saja," dan itulah jawaban andalan dari seorang Erlangga.
Selesai mengobati dan membalut luka Elang kembali, Senja mengemas kembali peralatan P3K dan beranjak dari duduknya. Elang meraih tangan Senja.
"Aku..."Lagi-lagi Elang tidak tahu harus berkata apa.
"Aku ganti baju dulu," ucap Senja karena kini ia masih memakai handuk kimono.
Senja berjalan ke arah almari, di bukanya almari tersebut. Namun, ia tercengang melihat isinya.
"Kenapa?" tanya Elang yang melihat Senja tampak kebingungan menatap isi lemari yang membuat wajahnya memerah.
"Tidak apa-apa," sahut Senja. Ragu-ragu ia mengambil salah satu lingerie yang ada di depannya. Ia memilih satu yang menurutnya paling sopan, meskipun tetap saja, sesopan-sopannya lingerie ya begitu bentukannya.
Bukannya tak ingin memilih baju yang lebih manusiawi, tapi kenyataannya hanya model begituan semua yang ada di depan matanya.
Senja langsung masuk ke kamar mandi kembali untuk memakainya. Di dalam kamar mandi, Senja sempat ragu haruskah ia keluar dengan pakaian seperti itu? Bagaimana tanggapan Elang nantinya.
Beberapa menit kemudian, akhirnya Senja keluar. Ia menunduk tak berani menatap Elang. Elang yang melihat penampilan Senja tanpa sadar menelan ludahnya dengan kasar. Sebagai laki-laki normal, tentu hormon kelelakiannya akan langsung merespon.
"Ke kenapa kau berpakaian seperti itu?" Elang membuang pandangannya ke samping, tak kuasa menatapnya lama-lama.
"Maaf, bukan maksudku tidak sopan. Tapi di lemari semua bajunya model begini," ucap Senja.
"Ini sih bukannya tidak sopan, tapi mengundang Elang junior buat bangun, Ini pasti kerjaan mama Amel," gumam Elang dalam hati. Ia mencoba menekan gejolak dalam dirinya.
"Ya sudah tidak apa-apa. Lagian aku suami kamu. Tidak apa-apa kamu memakainya. Tapi hanya di depanku saja kamu boleh berpakaian seperti itu," Elang mulai posesif.
Senja mengangguk.
"Nanti kamu tidur di ranjang, biar aku tidur di sofa," ucap Senja sambil meraih selimut dan bantal. Ia tak ingin membuat Elang tak nyaman jika harua satu tempat tidur dengannya yang berpakaian seksi tersebut.
"Tidak perlu, kita sudah sah. Tak apa-apa jika berbagi ranjang. Nanti biar ada pembatas bantal saja di tengah," ucap Elang.
"Oh, baiklah jika kamu tidak keberatan. Aku bersihkan pecahan kacanya dulu," Senja terlihat sangat gugup. Ia secepat kilat berlari ke serpihan-serpihan kaca itu. Ia jongkok untuk mengumpulkannya satu per satu.
"Aw..!" pekik Senja. Jarinya terluka akibat serpihan kaca yang ia pegang. Ia langsung melempar serpihan kaca tersebut.
"Kenapa?" Dengan sigap Elang mendekat ke arah Senja dan meraih tangannya yabg terluka. Tanpa risih ia menghisap darah yang keluar dari jari telunjuk Senja tersebut. Senja sempat menarik tangannya karena terkejut dengan perlakuan Elang. Namun, Elang menahannya bahkan semakin dalam menghisapnya.
"Makanya hati-hati. Lagian besok biar bibi yang bersihin," ucap Elang. Ia menuntun Senja untuk duduk di tepi tempat tidur. Sekali lagi ia menghisap jari Senja.
Perasaan Senja tak karuan saat menatap Elang dalam jarak sangat dekat tersebut. Jantungnya ngajak buat takbiran, berdetak dengan cepat dan keras.
Elang menggenggam tangan Senja sambil bibirnya terus meniup-niup luka Senja. Senja hanya mampu terdiam dan menikmati perlakuan manis suaminya. Elang terus meniupnya dan kini matanya memandang netra teduh milik istrinya. Pandangan mereka bertemu.
Elang menyadari betapa cantiknya istrinya tersebut di lihat dari jarak sedekat ini. Apalagi Senja yang terlihat seksi memakai lingerie berwana merah itu, membuat jiwa laki-lakinya yang masih dalam mode waras langsung kehilangan akal sehatnya.
Sepersekian menit mereka saling adu pandang, wajah mereka semakin lama semakin dekat tanpa mereka sadari. Bahkan kini hembusan napas keduanya saling menyapu wajah mereka yang semakin intens. Secara alamiah, Bibir Elang menempel di bibir Senja. Sejenak mereka terdiam, memberi ruang satu sama lain untuk bernapas hingga akhirnya Elang mencium bibir ranum istrinya tersebut. Senja yang awalnya hanya berperan pasif, tak membalas ciuman Elang, akhirnya membalasnya karena terbawa suasana. Dan ini menjadi ciuman kedua mereka.
Elang dan Senja saling meluapkan rasa sakit, kecewa dan amarah mereka dalam ciuman tersebut. Meluapkan seluruh emosi yang mereka rasakan, sakit karena di selingkuhi, kecewa karena pengorbanannya selama ini tak berarti, marah karena keadaan. Semua mereka luapkan.
Ciuman keduanya semakin lama semakin intens hingga menghasut mereka untuk melakukan yang lebih dari sekedar itu. Elang mulai menyusuri leher jenjang Senja dengan bibirnya. Senja tak kuasa menahan getaran yang diberikan oleh Elang. Tangan Elang mulai bergerilya mencari pegangan di dada Senja, meskipun dengan keadaan tangan kanannya yang sakit. Tak puas dari luar, tangan Elang melepaskan lingerie yang Senja kenakan dengan cekatan, tanpa melepas ciuman panas mereka. Dan investasi penanaman bibit Elang junior pun di mulai...
🌼🌼🌼
Sementara itu di luar kamar, Gavin yang baru saja naik ke lantai dua, mendapati kedua orang tuanya sedang bertingkah mencurigakan di depan kamar yang di dalamnya ada Senja dan Elang. Ia mendekat ke arah keduanya.
"Mom, dad? Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Gavin.
Alex dan Anes menoleh bersamaan. Betapa malunya mereka kepergok sedang menguping apa yang terjadi di dalam.
"Sssttt jangan keras-keras, nanti kakakmu dengar. Kami hanya memastikan mereka malam ini tidur nyenyak," alasan Anes.
"Jangan seperti itu, tidak baik. Biarkan kakak istirahat. Daddy sama mommy juga istirahat, sudah malam, bergadang tidak baik buat kesehatan, apalagi buat yang umurnya sudah renta," sindir Gavin.
"Siapa yang renta?" protes Alex.
"Lagian, kalaupun ada adegan mantap-mantap, kalian enggak bakal dengar. Kamar kakak kedap suara. Lagian kepoin apa sih? kalau dengar emang nggak malu sendiri?," ucap Gavin.
"Daddy kamu nih yang iseng!"kesal Anes, ia langsung menghentakkan kakinya dan meninggalkan Alex dan Gavin.
"Sayang tunggu!" Alex mengejar Anes.
"Gara-gara mas sih, jadi malu kan sama Gavin," sungut Anes dengan tetap melangkahkan kakinya.
"Ya kamu mau aja di ajak kepo,"
"Makmum wajib ikut imam!"
"Kalau imamnya terjun ke jurang, makmum juga ikut?" goda Alex membuat Anes semakin kesal dan mencebikkan bibirnya.
"Tahu ah, lagian apaan sih. Mereka mau tidur dalam satu kamar aja udah bersyukur, awal yang baik. Jangan berharap terlalu jauh dulu. Mereka juga perlu adaptasi," omel Anes sepanjang jalan menuju kamarnya.
Gavin hanya geleng-geleng kepala melihat kedua orang tuanya. Kalau saja kakaknya tahu, bisa-bisa mereka di pecat jadi orang tua, pikir Gavin tersenyum.
Tak lama kemudian, Gisel juga naik ke lantai atas untuk menuju kamarnya.
"Dari mana? Belum tidur?" tanya Gavin. Ia melihat mata kembarannya tersebut merah, seperti habis menangis. Atau mungkin kelilipan, dugaannya.
"Habis cari angin, kamu sendiri belum tidur?" tanya balik Gisel.
"Oh, ini lagi mau ke kamar buat tidur. Abang mana? Dari tadi nggak kelihatan, apa sudah tidur?"
"Mungkin," jawab Gisel singkat.
"Ngapain di depan kamar kakak? Hayo mau ngintip ya? Ntar bintitan loh," goda Gisell.
"Apaan sih, aku cuma lewat aja. Lagian ngapain ngintip, suatu saat juga rasain sendiri," cibir Gavin.
Sementara pasangan yang sejak tadi di kepoin oleh Anes dan Alex masih asyik melakukan tanam saham di dalam, tanpa mengetahui situasi di depan kamar mereka.
🌼🌼🌼
💠💠Selamat membaca para kesayangan author... jangan lupa Like komen, tip dan votenya.. serta pencet ❤️ nya buat author..terima kasih🙏🙏
salam hangat author 🤗❤️❤️
IG : @embunpagi5 💠💠