Yang satunya adalah Nona muda kaya raya, sementara yang satunya hanyalah seorang Pelayan toko. Tapi sebuah insiden kecelakaan telah menghancurkan jurang ini dan membuat mereka setara.
Bukannya mati dalam kecelakaan itu, jiwa mereka malah terlempar masuk ke sebuah Novel kuno roman picisan. Tempat dimana segalanya siap dikorbankan demi pemeran utama wanita.
Dan yang paling sial, keduanya malah masuk menjadi Ibu tiri sang pemeran utama wanita. Sama-sama menjadi Istri dari seorang Marques, yang gemuk, jelek dan berperut hitam. Dua karakter, yang akan dihabisi oleh para pemuja Pemeran utama wanita.
Untuk menyelematkan nyawa mereka, keduanya berencana untuk kabur. Tapi tentu saja, tidak ramai tanpa mencuri dan kegagalan. Baca kisah keduanya, dengan kejutan karakter lainnya. ✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tinta Selasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
"Pertama-tama terima kasih kepada kau Tiara, karena telah membuat kita mendapatkan musuh baru." Ucap Meira sebagai pembukaan.
Tiara yang mendengar ini hanya bisa menutup mata kesal. Ya, melihat dari cara aneh kedatangan Leroy dan Calix, mereka tahu ada yang tidak beres. Dan siapa yang bisa membuat ketidakberesan bagi Leroy dan Calix? kecuali seseorang dengan kekuatan yang lebih tinggi dari mereka.
"Hisss ... dasar ya kau Tiara! Sudah tidak menyumbang kekayaan, malah menyumbang masalah. Jika begini, kita bahkan tidak punya satu hari untuk pergi dari kerajaan ini." Tidak hanya berucap, Ana tidak segan mencubit pergelangan tangan Tiara saking gemasnya dia.
Tiara yang sangat tertekan, menggigit bibir bawahnya. "Ya, terus bagaimana?"
"Bagaimana apa? Tentu saja kita akan kembali entah bagaimana caranya! Mau itu pergi diam-diam, atau bagaimana ya terserah saja. Karena sekarang kita sudah jadi bandit, dengan rencana yang baru berjalan setengah."
"Itu benar. Karena kalau kita kembali, orang kuil masih akan menjemput kita. Mereka akan membuat kita tetap tinggal disini, untuk melayani Dewa tidak masuk akal mereka." Ujar Meira yang sudah setengah depresi.
Beruntung Ana terbiasa dengan situasi yang penuh tekanan, jadi otaknya masih menyisahkan jalan keluar.
"Jangan khawatir soal itu, kita akan kembali kesana, tapi hanya sebentar. Seperti lewat saja! Hehe-hee ...."
Meski belum mengatakan rencananya, Tiara dan Meira menarik nafas lega. Mereka telah mempercayai Ana dalam hal perencanaan seperti ini.
"Kalau begitu deal! ayo balik." Ujar Meira.
Mereka kemudian berbalik kembali, dengan wajah yang lebih kalem. Tapi semakin membuat Calix dan Leroy semakin takut saja.
Ana kemudian berjalan lebih dahulu kearah keduanya, dengan berdehem. "Ehm, kalau begitu ayo kita kembali ke kerajaan sekarang." Ajak Ana.
Calix yang darahnya baru saja mengering jelas tidak mau. "A-aku tidak bisa, aku masih pusing sekarang."
"Ya sudah tidak apa, Yang Mulia Pangeran bisa tinggal disini." Tanggap Meira tanpa beban.
"Bagaimana bisa begitu, kami datang jauh-jauh dimalam hari untuk menolong kalian, dan ini balasan kalian!" Calix tidak terima.
Tapi ketiganya seolah tidak peduli, dengan Tiara yang langsung berseru. "Ayo, siapapun yang ingin pergi, segera berdiri."
Tapi Calix dan Leroy benar-benar kelelahan, dan menolak untuk pergi. Lagipula, memangnya apa yang bisa terjadi pada keduanya jika tinggal sedikit lama. Pikir Leroy, sedikit superior.
"Bisakah kita pergi sebentar lagi? kami masih sangat lelah. Tapi jikalau kalian memang ingin pergi terlebih dahulu, maka silahkan saja." Ujar Leroy yang mendapat anggukan mantap Calix.
Mendengar ini Ana langsung berdecak, dengan kedua tangan di dada dan diikuti senyuman aneh.
"Tengah malam di dalam gua, dengan kondisi kelelahan. Maaf Duke, tapi aku takut justru kekuatanmu akan habis total jika kita lebih lama disini."
Leroy mengangkat alisnya, tak mengerti.
"Duke, kau tidak berpikir aku akan meninggalkanmu disini kan?"
Kini alis Leroy mengernyit, dengan saliva yang terasa sulit ditelan.
"Bayangkan jika kau tetap disini, dan aku juga disini. Entah apa yang akan terjadi padamu dalam kondisimu yang lemah itu. Maksudku ...,"
Dalam duduknya Leroy refleks mundur perlahan saat melihat Ana mendekatinya.
"Disini gelap, lalu kau tak memiliki tenaga. Sementara aku, ...." Ana menunjuk dirinya sendiri dengan cara yang aneh. "Aku penuh dengan tenaga."
Calix yang posisinya dibelakang, tepatnya bersandar di dinding goa, sudah sangat was-was dengan pergerakan Leroy yang aneh. Benar saja, saat firasat sudah menghampiri, seharusnya dia langsung bersiap-siap. Tapi apa daya.
"Aku bisa melakukan apapun padamu ditempat ini, se-ma-u-ku" Eja Ana, yang membuat Leroy langsung mundur lebih cepat dari kucing yang takut air.
"AKHHHH!" Teriakan itu kuat sekali diikuti dengan erangan yang terdengar pilu. Untuk sesaat mereka tidak bisa mengerti apa yang terjadi, hingga kemudian menjadi jelas dengan Calix yang terus memegang milik kebanggaannya.
"Ca-Calix, kau baik-baik saja? maafkan aku itu tadi tidaklah sengaja. Maafkan aku." Ucap Leroy penuh penyesalan. Siapa lagi yang bisa dia salahkan selain Ana, wanita itu mesum dan menakutinya sampai ke tulang.
Tapi Calix tidak membalas, dia bahkan merasa sesak di dada akibat rasa sakit yang menjalar.
Tidak bisa dibayangkan betapa sakitnya milik Calix, ketika seseorang dengan energi kekuatan dan ketakutan seperti Leroy, tiba-tiba menindih area tengah dari pahanya. Untuk sesaat dia berpikir, dia akan pingsan.
"Astaga, dia nampak sangat kesakitan. Ayo kita periksa." Seru Meira tanpa sadar. Orang yang sadar situasi, akan merasa dia jauh lebih mesum dari Ana. Tapi sungguh, dia hanya tidak berpikir lebih. Sebagai sesama manusia, dia tahu beberapa area tubuh sangatlah vital dan tidak boleh cedera. Seperti pada kasus Calix saat ini.
Tapi mungkin yang paling buruk diantara mereka semua yakni Tiara. Dia yang posisinya paling dekat dengan Calix, tanpa sadar sudah memegang kedua lutut pria itu.
Calix ingin memaki tapi masih tidak sanggup. Leroy yang sama khawatirnya, mengabaikan rasa malu Calix apabila dia benar-benar diperiksa sekarang. Dia hanya berdiri, bingung harus bagaimana ketika para wanita itu sangat cepat, karena sudah lebih dekat pada Calix dibanding dirinya.
"Ayo, kita lihat seberapa parah itu." Ujar Meira.
Tiara yang pernah bermimpi jadi Dokter, tapi terhambat oleh kemiskinan, nampak mulai serius dalam delusi nya.
Bagaimana tidak mengatakan itu delusi, Ana saja dibuat merinding dengan caranya berbicara.
"Ayo tenangkan dirimu. Tarik nafas yang panjang, cobalah untuk santai. Kita akan periksa apa ada masalah serius atau tidak? ini adalah tempat penting dan berbahaya untuk pria. Ayo, tarik nafas dahulu ...."
Berbeda dengan Ana yang merasa Tiara sudah menjadi gila, Meira malah mengagumi Tiara dan menambahkan muatan delusi-nya.
"Wah, Tiara kau bicara seolah Dokter sungguhan. Luar biasa."
Benar saja, dalam sekejap pipi Tiara bersemu merah. Bibinya pernah mengatakan, dia tidak cocok menjadi Dokter. Tapi wanita itu jelas pembohong, Meira saja sudah memujinya cocok menjadi Dokter, pikir Tiara kesenangan.
Dengan kekuatan pujian, Dia pun semakin masuk dalam perannya.
"Jangan berguling seperti itu, perbaiki posisimu Pangeran. Kalau kau tidak langsung diperiksa, maka kau bisa saja kehilangan aset terpenting masa depanmu. Ayo jangan malu, Istana butuh penerus."
Mendengar hal ini, pertemuan kerutan di dahi Ana semakin dalam saja. Tapi begitu dia masih diam.
Sementara Calix, rasa sakitnya sudah mulai mereda sedikit. Tapi dia masih belum bisa berucap.
Sementara di saat bersamaan, tangan Tiara yang dilututnya, mencoba membuka paksa kedua pahanya. Tentu saja gila, jika dia membiarkan Tiara melakukan hal itu.
Calix jelas menghindari pergerakan gila Tiara. Dia bergerak seperti cacing kepanasan di tanah, menghindari tangan Tiara yang coba memaksanya. Rasa geli, jijik, marah bercampur menjadi satu.
Hingga satu-satunya yang bisa dia katakan adalah tolong. "To-tolong! tolong!" Itupun diucap Calix dengan susah payah.
"Astaga, itu pasti sangat parah sampai dia meminta tolong."
Leroy yang mendengar itu, menjadi ikut panik.
"Calix tidak apa, buka saja kedua kakimu!" Perintah Leroy.
Mendengar itu, Calix menjadi syok sendiri. Dia memaki Leroy di dalam hati, karena seolah mempersilahkan para wanita untuk mempermalukannya. Jadi Calix pun meraung sambil mencoba melepaskan diri dari tangan Tiara. Bersumpah, tak akan dia maafkan Leroy setelah ini. Dia bisa menerima pria itu tak sengaja menyakiti miliknya, tapi menyuruhnya mengangkang di depan para wanita, ... oh Dewa. Frustasi Calix.
"Sepertinya dia malu dengan banyak orang." Pikir Leroy membaik, tapi tetap tidak tepat.
"Ya sudah, kalau begitu biarkan Tiara saja. Dia nampak bisa mengatasi ini."
Dengan kepercayaan yang diberikan Meira, Tiara benar-benar merasa berada pada tingkatan lain. Dia dengan mantap mengangguk.
"Serahkan semua padaku."
Setelah mengatakan ini, Leroy dan Meira langsung mundur. Melihat Leroy menjauh dan meninggalkannya pada Tiara, tubuh Calix semakin bergetar karena rasa takut. Penampilan seorang pangeran benar-benar habis dilahap kotornya tanah.
Tapi seburuk-buruknya Calix yang tak terlihat identitasnya, masih lebih buruk Tiara, yang melupakan siapa identitas aslinya. Dia yang belajar manejemen selama bertahun-tahun, saat ini sedang cosplay menjalankan profesi impiannya menjadi Dokter.