Riana Maharani, seorang Ibu rumah tangga yang dikhianati oleh suaminya Rendi Mahardika. Pria yang sudah lima tahun lamanya ia nikahi berselingkuh dengan sekertaris barunya, seorang janda beranak dua.
Alasan Rendi berselingkuh karena melihat Riana yang sudah tidak cantik lagi setelah melahirkan putri pertama mereka, yang semakin hari lebih mirip karung beras.
Riana yang hanya fokus mengurus keluarga kecil mereka sampai lupa merawat diri dengan kenaikan berat badan yang drastis.
Riana bersumpah akan kembali menjadi cantik dan seksi hanya dalam waktu tiga bulan demi membuat suaminya menyesal sudah berselingkuh.
Akankah Riana berhasil merubah penampilannya hanya dalam waktu tiga bulan dan berhasil membuat Rendi menyesal?
Yuk baca ceritanya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Kenapa sih Mas, sebentar lagi kan kita akan menikah. Setiap hari juga kita bahkan melakukan hal yang lebih dari ini," ucap Jihan cemberut.
"Iya, tapi ini kan lingkungan rumahku, dan orang-orang pun taunya Riana masih istri aku."
"Tapi aku juga sebentar lagi akan jadi istrinya Mas Rendi."
"Iya iya. Sekarang katakan, kenapa kamu datang sepagi ini? Padahal hari ini kan hari libur??" Karena malas berdebat, Rendi pun menanyakan maksud dan tujuan Jihan datang ke rumahnya.
"Masa kontrak apartemen aku udah habis sejak kemarin Mas. Dan Mama juga menyarankan kalau kita tinggal bareng aja, jadi lebih irit biaya kan? Kamu jadi nggak perlu jemput aku kerja lagi, kita bisa berangkat kerja bareng-bareng," ucap Jihan sembari tersenyum.
"A-apa!! Tinggal di sini??"
"Iya, tinggal di sini. Mas keberatan??"
"Tapi kita belum menikah, Han. Apa kata orang nanti kalau kita tinggal bareng??"
"Perduli setan dengan pendapat orang. Yang penting kan kita yang menjalani santai aja."
"Ya nggak bisa gitu dong Han. Kita kan tinggal di lingkungan orang-orang. Aku nggak mau nantinya ada masalah."
"Tapi Mas ... Bayi ini yang ingin tinggal bareng Papanya. Dia ingin terus ada di samping Papanya." Jihan mengusap perut ratanya seolah memang si bayi yang menginginkan semua ini.
"Tapi Han..."
"Pokoknya aku akan tetap tinggal di sini titik. Mau Mas setuju atau tidak, yang jelas aku maunya tinggal di sini, bersama Ayah dari anak aku." Tanpa di persilahkan masuk, Jihan pun menggeret kopernya masuk dan menerobos Rendi yang ada di ambang pintu.
"Jihan, tapi ..." Rendi meremas rambut frustasi.
Bagaimana bisa ia mengizinkan Jihan tinggal di rumahnya, padahal mereka belum menikah. Dan lagi, jika Mamanya mengetahui hal ini, sudah di pastikan Mamanya akan murka padanya.
Rendi melihat tingkah Jihan yang bersikap seolah rumahnya adalah rumahnya juga. Dan Rendi justru semakin pusing di buatnya, mereka bahkan belum menikah.
Tapi, Rendi sudah di buat kesal akan tingkah Jihan yang bertingkah semaunya.
Jihan pun naik ke lantai dua dan berniat masuk ke kamar milik Rendi dan Riana. Rendi pun berlari dan menaiki tangga untuk mencegah Jihan masuk kesana.
"Jihan, kamu jangan sembarangan masuk dong," ucap Rendi saat ia mencekal tangan Jihan yang sudah memegang gagang pintu kamar Rendi.
"Kenapa aku nggak boleh masuk ke kamar kamu Mas???" kening Jihan berkerut. "Sebentar lagi juga aku yang bakalan menghuni kamar ini," jawab Jihan kesal.
"Tapi Han... kita belum menikah, dan nggak baik tinggal serumah, apa lagi satu kamar. Di rumah ini, bukan hanya kita yang tinggal, tapi juga ada pengasuh Byan sama asisten rumah tangga. Nggak enak rasanya kalau mereka sampai tau kita satu kamar padahal kita belum menikah."
"Kamu perduli akan hal itu Mas?? Kita.. Bahkan sudah melakukan hal yang lebih dari itu, dan sekarang Mas seolah baru pertama kali mau melanggar batasan itu."
"Aku tau Han, tapi... Setidaknya tolong jaga sikap selama ada di rumah ini, karena nggak enak sama yang lain." Rendi sudah hampir putus asa menjelaskannya pada Jihan, dan Rendi pun baru tahu kalau Jihan ternyata keras kepala.
"Kalau begitu pecat aja mereka semua, beres kan??" Jihan bersedekap kesal.
"Ya nggak bisa gitu dong Han. Kalau mereka aku pecat, memangnya kamu mau ngerjain semua tugas mereka??"
"Ya nggak lah!! Aku ini calon istri kamu, bukannya pembantu yang harus ngerjain kerjaan rumah."
"Terus kalau mereka semua pergi dari sini, siapa yang akan mengurus Byan dan mengerjakan pekerjaan rumah kalau kamu nggak mau??"
Jihan pun terdiam sejenak, lalu ia pun mendesah pelan. "Iya baiklah, aku akan tidur di kamar bawah." Akhirnya Jihan pun mengalah dan mendengarkan Rendi.
Rendi membantu Jihan menurunkan kopernya ke kamar bawah, dan saat sudah selesai membantu Jihan menata pakaiannya di kamar tamu.
Rendi hendak keluar dan kembali ke kamarnya untuk mandi dan bersiap sarapan, tapi Jihan segera memeluk Rendi dan mencium bibir Rendi dengan penuh nafsu.
Awalnya Rendi kaget, tapi karena ciuman itu membangkitkan hasratnya, Rendi pun membalasnya, dan keduanya pun saling menikmati ciuman tersebut sampai akhirnya keduanya terpaksa berhenti.
"Papa!!" Tiba-tiba Byan masuk dan melihat Papanya yang saat ini sedang bersama wanita yang tidak ia kenal.
Rendi kaget karena tiba-tiba putrinya masuk ke dalam kamar tamu. Rendi pun segera menjauh dari Jihan.
Tak lama pengasuhnya datang mendekat.
"Kamu itu niat kerja atau enggak! !" bentak Jihan. "Kamu mau saya pecat sekarang juga!!" Jihan benar-benar kesal, karena sedang asik-asiknya, malah harus di hentikan oleh Byan.
“Maafkan saya Bu, saya tidak akan mengulanginya lagi,” ucap pengasuh tersebut.
"Han... Kontrol emosi kamu, kamu itu sedang hamil, jadi jangan suka mara-marah." Rendi mengingatkan.
Karena dulu sering mengantar Riana cek kehamilan, sedikit banyaknya Rendi tau apa yang boleh dan tidak boleh di lakukan wanita hamil.
"Habisnya dia itu nggak becus Mas, bukannya kerja, malah main-main." jawab Jihan ketus.
Rendi pun mengisyaratkan Pengasuh tersebut keluar dan membawa Byan bersamanya.
Tapi saat pengasuh itu mau menggendong Byan, Byan justru berlari dan memeluk kaki Papanya.
"Mau Papa ..." rengek Byan.
Jihan pun menatap jengah calon anak sambungnya.
Rendi pun menggendong Putrinya. "Ya udah, kamu istirahat dulu ya Han, aku mau mandi dulu terus main sama Byan, mumpung hari ini libur."
"Yahhh, aku kan masih mau kamu di sini Mas." Kini Jihan yang merengek seperti anak kecil.
"Kamu bisa nyusul nanti kalau aku udah selesai mandi."
“Nggak mau mandi bareng Mas??” tawar Jihan.
"Han, tolong jaga bicara kamu, di sini ada pengasuhnya Byan." Rendi mengingatkan, karena jujur ia tak enak dengan pengasuh putrinya.
"Ya udah aku keluar dulu." Rendi pun segera meninggalkan Jihan di kamar tamu.
"Begini nggak boleh, begitu nggak boleh. Rasanya memang enak kalau hanya tinggal berdua," gerutu Jihan.
***
Hari-hari pun berlalu, Riana masih terus rutin olah raga dan juga perawatan di klinik yang saat itu Darren tunjukkan, tak lupa pola makan pun mulai sangat ia jaga, karena Riana memang sangat ingin memiliki tubuh ideal.
Pagi itu, Riana tengah menjemur pakaian yang baru saja selesai ia cuci di depan rumahnya, tiba-tiba seseorang menghentikan aktivitasnya.
"Mbak Riana kan??" tanya wanita paruh baya itu.
"Iya Bu, ada apa ya," jawab Riana sedikit bingung.
"Saya pangling Mbak, saya kira tadi orang lain yang ada di sini, tau-taunya Mbak Riana juga. Mbak Riana sekarang kurusan ya? udah cantik banget," ucap wanita tersebut.
“Ah Ibu bisa saja.” Riana jadi tersipu malu.
“Iya beneran Mbak, awal datang kemari, Mbak Riana kan, maaf, gemuk, tapi sekarang pipi Mbak Riana jadi lebih tirus" ucap wanita itu malu-malu.
"Masa sih Bu?? Cuma perasaan Ibu aja kali."
"Bener Mbak, coba deh Mbak Riana ngaca."
Riana dan wanita itu pun sedikit berbincang-bincang, dan aktifitas mereka terhenti saat tukang sayur datang, karena wanita yang bersama Riana hendak membeli sayuran.
Selepas kepergian wanita itu, Riana jadi termenung, rasanya sudah sangat lama ia tidak melihat keseluruhan tubuhnya.
Semenjak tak percaya diri dengan bentuk tubuhnya, Riana berkelahi dengan cermin dan timbangan, ia hanya fokus perawatan dan olah raga, dan meski di tempat olah raga dan klinik kecantikan ada cermin, Riana selalu menghindarinya.
Dan kini, dia cukup penasaran dengan apa yang di katakan wanita barusan.
"Apa benar aku kurus??" Riana menangkup pipinya.
********
********
kalopun tdk ya gakpapa
coba kau baik baik aja dirumah Darren mungkin selamat
knpa Luna gak diantar kerumah sakit aja? kenapa harus dibawa masuk kerumah? gak cukup ya buat Riana keguguran?