Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
How the Past Grows Him (a)
Di dalam sebuah lingkungan yang tak terjamah, di mana tidak semua orang bisa mendapatkannya. Rumah putih yang besar bak istana, di kelilingi pohon dan kebun, di tengahnya terdapat kolam ikan dengan hiasan air mancur yang terlihat indah. Taman di depan halaman rumah itu terlihat asri. Terlihat beberapa pekerja sibuk memotong ujung ranting tanaman yang sudah tua, beberapa ada yang sedang membersihkan rumah, ada yang bertugas sebagai juru masak di dapur, dan membantu membukakan pintu gerbang yang dilalui oleh sebuah mobil milik keluarga majikannya.
Seorang anak kecil berumur 8 tahun yang baru saja memasuki pekarangan rumah dengan menggunakan mobil yang dikendarai oleh seorang supir yang tidak dikenalnya itu menatap takjub ke arah rumah berlantai tiga. Seumur hidupnya ia baru melihat ada bangunan semewah itu dengan mata kepalanya sendiri. Ia merasa antusias. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya ia datang ke lingkungan yang seperti ini. Itu didukung oleh cuaca pagi hari yang begitu cerah. Matahari bersinar tanpa ada satupun awan yang menghalangi, udara yang lembab, serta aroma bunga mawar yang terbawa oleh angin, mengikuti sepanjang anak laki-laki itu membuka jendela mobil—mendapati kawanan burung merpati sedang terbang jauh di atas langit biru.
Pada awalnya, ia takut dibawa oleh seseorang yang sama sekali tidak ia kenal setelah pulang dari sekolahnya. Ibunya memang sudah memberitahu bahwa ia akan dijemput oleh seorang paman sebelum ia berangkat ke sekolah. Dan ia bertanya apakah ibunya akan ikut, wanita itu tidak menjawab.
"Tuan Muda, kita sudah sampai."
Kendaraan itu sudah berhenti tepat di depan teras rumah yang di kelilingi oleh empat buah pilar. Di atas atap teras itu terdapat lampu gantung yang begitu besar, namun itu tidak menyala. Sementara di belakang teras tersebut terdapat sebuah pintu berukuran besar yang tengah terbuka lebar.
Selama ia memperhatikannya dengan seksama, ia tidak menyadari bahwa seseorang telah membukakan pintu untuknya. Pria paruh baya itu membantunya turun dari mobil. Setelah itu, ia membawakan tas yang sedari tadi menempel di punggung kecil anak laki-laki itu. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya yang wajahnya hampir mirip dengannya itu terlihat dari balik pintu bertepatan saat mobil yang dinaikinya sudah pergi. Tatapannya sangat dingin, jadi Andrew merasa sedikit tidak nyaman.
"Ayo Tuan Muda!"
Pria dengan setelan jas rapi itu mengulurkan tangannya—ia adalah pria yang sama yang telah membawakan tasnya. Berbeda dengan wajah pria yang berdiri di depan pintu bersama seorang wanita itu, wajah pria ini ramah. Secara otomatis, Andrew mengikutinya.
Andrew kecil bertanya-tanya, mengapa pria itu memanggilnya dengan cara seperti itu ....
"Mari, berikan salam padanya, Tuan Muda! Beliau adalah ayahmu."
Mata anak kecil itu melebar. Ia tidak berani untuk mengangkat kepalanya saat sudah berada di dekat pria itu. Alhasil, ia hanya dapat menatap ujung sepatunya yang berdebu dengan gelisah.
"Tuan Muda!" Pria itu kembali menegurnya.
"Sudah, tidak perlu dipaksa. Sekarang pergilah, bawakan tasnya masuk ke dalam."
"Baik Tuan Davis."
Setelah pria itu pergi, Edward—sang pemilik rumah itu menggenggam kedua bahu Andrew erat.
"Angkat wajahmu, Andrew!" ucapnya dengan tegas.
Andrew menegak air liurnya sendiri, ia tidak berani menolak dan segera mengangkat wajahnya secara perlahan.
"Bagus," Edward mengangkat sudut mulutnya ke atas—membentuk sebuah seringaian, "kau memang putraku, kau sangat mirip denganku."
Entah mengapa saat mendengarnya, Andrew merasa bahwa pria itu berbeda dari orang tua kebanyakan. Cara berbicaranya, sungguh berbeda dari orang tua teman-temannya di sekolah. Orang tua mereka berbicara dengan nada yang lembut, tapi pria yang mengaku sebagai ayahnya ini telah menghancurkan ekspektasinya. Entah hilang kemana rasa antusiasnya saat pertama kali melihat rumah ini, itu sudah tergantikan oleh perasaan yang lain. Perasaan yang membuatnya ingin segera pergi dari sini.
Namun, ia ingat ibunya pernah berkata bahwa ia harus menjadi anak yang baik saat mereka membawanya kemari.
Itu semua demi dirimu, Andrew! ucap ibunya pada suatu ketika.
Andrew tidak mengerti. Memangnya siapa mereka? Apa yang akan mereka lakukan untuknya?
Wanita seumuran ibunya yang sedari tadi terdiam di samping Edward itu kini mulai berbicara. "Astaga, Sayang! Dia sangat mirip denganmu!"
Edward tertawa, "Tentu saja."
"Dengarkan aku, Andrew. Mulai sekarang, kau akan tinggal bersama kami."
Andrew menatapnya dengan penuh tanda tanya. Tanpa ia sadari, bahwa itu adalah awal dari mimpi buruknya.
...CHAPTER END...
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/