Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Maryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
"Malas? hah kamu emang udah gini" aku meletakan jari telunjukku di atas kening lalu memiringkan jari telunjukku itu.
Rasa pahit itu memang sudah hilang karena permen yang rien berikan dengan cara gilanya, aku mengambil tisu diatas nakas-- hendak membuang permen diatas tisu. namun rien tiba-tiba merampas tisu itu.
"Habisin, kalo ngga aku akan mengulang memberikan permen dengan cara yang sama" dia meletakkan tisu itu kembali keatas nakas, dengan terpaksa aku menghabiskan permen ini. rien tersenyum karena melihat ku yang menurut.
Namun ketika dia menatap kearah tanganku yang sedang diinfus, pandangan rien menajam, dengan cepat dia mengambil ponsel di kantong celananya.
Aku menatap heran tingkahnya, tangan ku rasanya sangat sakit, aku ingin mengangkat tangan kiriku yang terpasang infus-- namun rien menahannya.
"Diem, nggak usah diangkat" setelah rien mengatakan itu-- tak lama seseorang masuk, orang itu adalah dokter dan suster, dan suster itu adalah orang yang tadi mengantarkan makan malam untukku.
Aku menatap kearahnya dengan penasaran, suster itu mungkin merasa kalo aku sedang memperhatikan dia, dia menundukkan kepalanya seperti tak berani melihat kearahku.
"Aw" aku sontak berteriak karena merasakan sakit dan perih di tangan kiriku, sejak kapan dokter itu membersihkan lukaku? apa karena aku terlalu fokus menatap suster yang membuat aku tak sadar-- kalo dokter sudah mulai membersihkan lukaku.
Rien berdiri di samping kanan ku, dia membangunkan tubuhku lalu setelahnya dia memelukku dan mengarahkan wajahku kearah dada bidangnya.
Sedangkan tangan kiriku sedang di obati oleh dokter, aku yang merasakan perih-- dengan sesekali aku meremas tangan rien menggunakan tangan kanan ku. ringisan selalu keluar dari bibirku ketika dokter menekan lukaku.
"Lebih pelan" rien berucap dingin, dia mengelus puncak kepalaku dengan lembut.
Mau memberontak percuma, aku sedang dalam keadaan sakit, tubuhku masih lemas-- dan juga waktu aku sakit biasanya aku selalu bertingkah manja kepada orang yang merawat ku.
Dan sekarang yang sedang merawat ku adalah rien. aku menghela napas lega ketika dokter sudah selesai membungkus tanganku dengan perban, infus di tanganku sudah di lepas
Aku melepaskan pelukan rien lalu menghadap kearah dokter-- aku mengucapkan terimakasih, lalu dokter dan suster itu pergi dengan langkah terburu-buru.
Mereka berdua kenapa? seperti habis melihat setan saja? aku mengabaikan pertanyaan yang ada di kepalaku, aku membalikkan badanku lagi kearah rien.
"Kamu ngapain disini? sana pergi?" aku menatap dia tajam, aku masih dendam dengan dia-- gara-gara dia first kiss ku hilang.
Dia mengabaikan ucapan ku, dia hanya menatap padaku dengan tatapan yang tak ku mengerti.
"Ngapain liatin aku kaya gitu hah?" aku kesal sekali dengan rien, aku ingin dia pergi dari ruangan ku sekarang juga. tapi usiran ku yang tadi saja dia abaikan, apalagi yang ini.
"Masih marah?" dia menatap lembut kearahku.
"Menurutmu, sana cepet pergi-- aku nggak mau lama-lama satu ruangan sama kamu" aku menatap malas kearahnya.
"Maaf" ujarnya setelah lama terdiam.
"Buat yang mana? kesalahan kamu terlalu banyak!" aku mengalihkan pandanganku darinya, aku terlalu enggan menatap wajahnya.
"untuk semuanya, maaf waktu kita pacaran aku udah jadiin kamu tameng untuk menghindar dari cewek-cewek itu-- maaf juga karena buat kamu sakit hati karena sikap aku yang egois. aku dulu terlalu terpaku sama pikiranku. aku selalu berpikir bahwa aku mencintai sahabat masa kecilku-- namun waktu kamu mutusin aku tiba-tiba, aku mulai ragu sama perasaanku. awalnya aku biasa aja dan dengan yakin ngeiyain keputusan kamu" dia berucap dengan suara yang mulai serak. aku tak membalikkan tubuh ketika dia berbicara.
"Tapi satu hari kemudian setelah putus sama kamu-- aku ngerasa kehilangan sosok kamu, aku berusaha neken rasa itu. aku berusaha menyakinkan diri aku bahwa aku hanya belum terbiasa tanpa kehadiran kamu-- tapi setelah seminggu aku berusaha menekan rasa itu, tetap nggak bisa rasa ingin bersama kamu semakin kuat. aku datang ke kelas kamu dengan niat buat cari kamu dan meminta maaf-- dan aku juga ingin memberi tahu kamu alasan-- kenapa aku mau menerima kamu jadi pacar aku" lanjutnya lagi, suaranya tambah serak. apa dia sedang sakit tenggorokan?
Aku sebenarnya tak peduli akan alasan apapun yang dia berikan padaku, walaupun dia sekarang menyesali perbuatannya pada kalila-- itu tidak ada hubungannya denganku.
Aku memang benci padanya, sangat. tapi karena dia telah menolong ku mungkin aku bisa mengurangi rasa benciku sedikit, ya hanya sedikit.
Itung-itung balas budi. untuk memaafkan dia itu keputusan kalila bukan aku, seandainya kalila datang kedalam mimpiku dan bilang kalo aku boleh membencinya atau memaafkannya. maka aku akan menuruti keinginan kalila.
"Aku hendak memberitahu semuanya kepada kamu, tapi begitu aku menanyakan keberadaan kamu sama teman sekelas kamu. aku terkejut bahwa kamu telah pindah selama satu minggu setelah kita putus-- aku bahkan berusaha cari kamu di manapun, tapi tak menemukan hasil. kamu seperti hilang dan di sembunyikan oleh seseorang" ujar rien lagi.
Kalila tinggal di kota sebelah loh, kenapa dia bilang tidak bisa menemukan kalila. atau mungkin dia saja yang memang tak niat mencari kalila.
"Aku bahkan tak pernah berhenti untuk memerintah seseorang untuk mencari kamu. sampai hari itu tiba-- aku melihat kamu di depan pos satpam sedang duduk sendirian, aku terkejut dan menganggap bahwa yang kulihat itu tak nyata. aku mengusap kasar kedua mataku untuk mengecek bahwa kamu nyata atau tidak. ternyata kamu nyata-- aku segera menghampiri kamu sambil menaiki motor" dia terdengar bahagia ketika dia mengatakan bahwa terkejut melihatku di depan pos satpam.
"Aku berhenti tepat di depan kamu, aku menatap kamu yang kamu balas dengan tatapan bingung, aku pikir kamu tidak mengenaliku karena aku sedang menggunakan helm. dan juga waktu di depan pos satpam itu aku terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan kamu-- sampai kamu pergi aku terus menatap kearah kamu" aku mengantuk, jujur bukan maksud aku untuk tidak mendengar ucapannya tapi aku benar-benar mengantuk karena mungkin efek obat yang rien berikan.
Aku menundukkan kepalaku-- memejamkan mataku berharap rasa mengantuk itu hilang hanya dengan memejamkan mata sebentar.
Author pov
Lila bukan hanya memejamkan matanya sebentar tapi dia benar-benar terjatuh tertidur, dengan posisi duduk, dia tertidur.
Rien memandang heran kearah lila yang sedari tadi tak merespon ucapannya, tapi kemudian rien berpikir mungkin lila masih belum mau memaafkannya-- makanya lila diam dan tak merespon ucapannya.
Rien menatap lila dengan pandangan penuh sayang, ketika dia melihat badan lila terayun kedepan dan hendak jatuh ke bawah ranjang. rien dengan cepat menahan tubuh lila.
Rien berhasil, lila jatuh kedalam pelukannya bukan jatuh ke lantai.