Anindya Alyssa seorang wanita manis yang memiliki warna kulit putih bersih, bekerja sebagai waiters di salah satu hotel yang cukup terkenal di kotanya. Hidup sebatang kara membuat harapannya untuk menjadi sekretaris profesional pupus begitu saja karena keterbatasan biaya untuk pendidikan nya.
Namun takdir seakan mempermainkan nya, pekerjaan sebagai waitres lenyap begitu saja akibat kejadian satu malam yang bukan hanya menghancurkan pekerjaan, tetapi juga masa depannya.
Arsenio Lucifer seorang pria tampan yang merupakan ceo sekaligus pemilik dari perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Terkenal akan hasil produksi yang selalu berada di urutan teratas di pasaran, membuat sosok Lucifer disegani dalam dunia bisnis. Selain kehebatan perusahaan nya, ia juga terkenal akan ketampanan dan juga sifat gonta-ganti pasangan setiap hari bahkan setiap 6 jam sekali.
Namun kejadian satu malam membuat sifatnya yang biasa disebut 'cassanova' berubah seketika. Penolakan malam itu justru membuat hati seorang Lucifer takluk dalam pesona seorang waiters biasa.
Lalu bagaimana kisah Assa dan Lucifer?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Anin turun menunjuk meja makan dimana Arsen sudah menunggu dirinya untuk sarapan. Seperti biasa, mereka akan makan berdua saja dan Anin yang selalu mengambilkan makanan untuk atasan nya itu.
"Selamat pagi, Pak. Maaf telah membuat anda menunggu," ucap Anin dengan sopan.
"Duduklah, Assa." Balas Arsen menarik kursi untuk wanita itu duduk.
Anin tak langsung duduk, ia mengambilkan makanan untuk Arsen dulu setelah itu untuknya kemudian barulah ia duduk.
"Assa, aku tahu kau marah karena ucapanku waktu itu." Celetuk Arsen tanpa menatap Anindya dan tetap mengunyah makanan nya.
Anindya tak menjawab apapun, ia hanya diam sambil berusaha mencerna makanan yang tiba-tiba membuat perutnya terasa di kocok.
"Assa, aku benar-benar minta maaf. Aku--" Ucapan Arsen terhenti saat Anindya beranjak dari duduknya dan langsung berlari ke wastafel.
Anindya menundukkan kepalanya, ia memuntahkan cairan bening dan sedikit makanan yang mungkin baru saja di cerna olehnya.
Arsen yang melihat itu lantas mendekat, ia mengusap tengkuk Anindya yang masih belum berhenti muntah-muntah.
"Assa, kau sakit. Kita ke rumah sakit, 'ya." Ucap Arsen tampak khawatir.
Anindya mencuci mulutnya, ia menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Pak. Saya baik-baik saja, maaf telah membuat sarapan Anda kacau." Tolak Anindya.
"Tidak apa-apa, ya sudah kita berangkat saja. Ayo!" ajak Arsen menggandeng tangan Anindya.
Seperti biasa Asisten Lee sudah standby di depan rumah untuk mengantar Arsen dan dirinya ke kantor. Sejujurnya Anin tampak heran apa tugas asisten Lee hanya mengantar jemput Arsen, namun pria itu terlihat begitu dihormati oleh semua karyawan, bahkan penampilan nya lebih cocok menjadi ceo seperti Arsen.
"Kita ke rumah sakit." Ucap Arsen saat mereka bersiap untuk berangkat.
"Tidak perlu, Pak. Akan ada meeting penting pagi ini dan sangat tidak mungkin jika mereschedule nya lagi." Tolak Anindya dengan sopan.
"Tapi kau terlihat tidak baik-baik saja, Assa." Pungkas Arsen menatap wajah pucat Anindya dengan seksama.
"Saya benar-benar baik, Pak. Anda tidak perlu berlebihan begitu," balas Anindya tanpa menatap Arsen.
Arsen menghela nafas, ia menatap ke cermin tengah lalu memberikan kode pada Asisten Lee untuk segera berangkat ke kantor saja.
Selama perjalanan tak ada yang mengeluarkan sepatah katapun, Anindya berusaha menyibukkan dirinya dengan melihat jadwal Arsen, sementara Arsen malah sibuk memperhatikan Anindya.
Tak terasa akhirnya mereka sampai di kantor, Anindya berjalan di belakang Arsen dan berusaha menyamai langkah atasannya itu. Saat sedang menuju lift, terdengar seseorang memanggil nama Anindya.
"Anin, apakah itu benar kau?" tanya Zay yang juga baru saja datang.
"Pak Zay, selamat pagi." Sapa Anindya dengan sopan.
"Anin, sejak kapan kau bekerja disini dan bagaimana bisa?" tanya Zay masih belum menyadari tatapan Arsen untuknya.
"Baru saja, Pak. Saya di pecat dari restoran dan beralih bekerja disini atas bantuan Pak Arsen." Jawab Anindya formal.
"Kenapa kau begitu formal, kau biasa memanggilku nama saja bukan." Celetuk Zay membuat seorang pria yang sejak tadi menjadi pendengar semakin panas.
"Ekhmm … Nona Anin, meeting nya 20 menit lagi. Mari mulai siapkan segalanya," ajak Asisten Lee saat sadar wajah Arsen.
"Ya sudah Zay, aku pergi dulu. Sampai nanti," pamit Anindya hendak pergi namun dihentikan oleh Zay.
"Nanti kita makan siang bersama, 'ya?" ajak Zay mendapat jawaban anggukkan kepala dari Anin tanpa ragu.
Anindya segera pergi, ia ikut masuk ke dalam lift dan berusaha tetap biasa meski sejujurnya ia tahu bagaimana tatapan Arsen padanya. Tajam, menusuk sampai ke ulu hati.
Sesampainya di lantai yang mereka tuju, Anin dan Arsen langsung masuk ke dalam ruang rapat disusul oleh Asisten Lee. Terlihat ruang rapat sudah ramai dan kursinya penuh, hanya tersisa untuk Arsen dan Anindya saja.
Rapat dimulai, Anindya begitu fokus mencatat notulen agar keputusan nantinya bisa diambil dengan benar. Sementara Anindya yang fokus pada pekerjaannya, Arsen malah tampak terus menatap Anindya dengan begitu tajam.
"Pak Arsen, bagaimana menurut anda?" tanya seorang pria yang sejak tadi melakukan presentasi.
Arsen tersadar, ia terdiam sesaat lalu melirik Anindya yang juga tengah menatapnya.
"Bagus." Jawab Arsen seadanya tanpa tahu isi presentasi nya.
"Jadi kerjasama bisa dilakukan, Pak?" tanya koleganya yang lain.
Arsen memijat keningnya, ia bangkit dari duduknya diikuti oleh Anin dan peserta rapat yang lainnya.
"Maaf sekali pak Roger, saya sedang tidak enak badan dan sebelumnya saya sudah mendengar presentasi rekan anda, saya pasti akan segera memberitahu keputusan saya terkait kerjasama ini. Sekali lagi maaf, permisi." Ucap Arsen menjelaskan lalu segera pergi meninggalkan ruang rapat.
Anindya menatap kepergian Arsen sesaat. Ia tersenyum pada peserta rapat lalu menundukkan kepalanya dengan sopan.
"Terima kasih atas kehadiran kalian, saya permisi dulu." Pamit Anindya kemudian segera keluar guna menyusul Arsen.
"Aku yakin akan ada keributan setelah ini." Batin Asisten Lee seraya membenarkan posisi kacamatanya.
Arsen harus ditinggal dulu atau ndakk??
To be continued