Meski sudah menikah, Liam Arkand Damien menolak untuk melihat wajah istrinya karena takut jatuh cinta. Pernikahan mereka tidak lebih dari sekedar formalitas di hadapan Publik.
Trauma dari masa lalu nya lah yang membuatnya sangat dingin terhadap wanita bahkan pada istrinya sendiri. Alina Zafirah Al-Mu'tasim, wanita bercadar yang shalihah, menjadi korban dari sikap arogan suaminya yang tak pernah ia pahami.
Ikuti kisah mereka dalam membangun rasa dan cinta di balik cadar Alina🥀
💠Follow fb-ig @pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Buka cadarmu Alina!
Di ruang observasi itu detak jantung Alina yang terus dipantau semakin lambat dan tidak stabil. Beberapa alat alat yang berhubungan untuk memantau kondisi Alina sudah terpasang.
Dokter berdiri di samping ranjang, memegang masker oksigen dengan wajah yang serius.
"Nyonya, saya perlu memasang alat oksigen di mulut dan hidung Anda untuk membantu pernapasan. Tapi untuk itu, Anda harus membuka cadar"
Alina langsung menegang, ia melirik Liam dan kedua tangannya meremas selimut yang menutupi separuh tubuhnya. Mana mungkin dia membuka cadar di depan suaminya yang arogan yang sudah membuat keputusannya untuk tidak membuka cadar sebelum pria itu benar benar menerimanya sebagai istri.
"Apa itu harus, Dokter? tapi saya... Saya tidak bisa." jawabnya dengan suara pelan namun tegas.
Dokter sedikit terkejut, Liam yang mendengar penolakan halus Alina pun menggelengkan pelan kepalanya.
"Ini penting untuk kesehatan Anda. Napas Anda sudah mulai melemah. Saya butuh akses ke hidung dan mulut Anda." terang dokter bernama Medina dengan lembut.
"Dokter tapi saya sangat malu, saya tidak terbiasa membuka wajah saya di depan orang asing."
"Tapi Ini penting untuk kesehatan Anda. Napas Anda sudah mulai melemah. Saya butuh akses ke hidung dan mulut Anda." jelas Dokter.
"Lagipula yang memeriksa Anda semuanya perempuan, tidak ada yang bisa melihat wajah Anda di sini selain kami dan Pak, Liam."
Alina melirik Liam, Pria itu berdiri masih dengan rahangnya yang mengeras dan tatapannya yang tajam, Alina lalu memalingkan mukanya kembali dengan kasar dan napasnya terasa semakin sesak bersama kebimbangan yang ia rasakan.
Melihat reaksi istrinya Liam mendekat.
"Ini bukan waktunya untuk bersikap keras kepala Alina. Semua yang terjadi itu karena ulahmu sendiri, karena kau tidak mendengarku dan sekarang kau membuat ulah dengan tidak mendengarkan dokter?"
Alina mengangkat wajah menatap Liam hingga mata mereka bertemu. Tatapan Liam mengingatkannya tentang malam pertama dimana pria itu memaksa Alina agar menganggapnya sebagai orang asing dengan tidak membuka cadar di depannya, dan Liam mengatakan dengan penuh arogansi bahwa dia sama sekali tidak akan tertarik pada Alina.
Hal itu membuat Alina bertekad untuk menaati keinginan tak wajarnya, namun sekarang Liam seolah memintanya untuk menghapus kesepakatan itu, membuatnya bingung dan takut. Takut Liam akan semakin merendahkannya dan bahkan menghina wajahnya karena dia tahu suaminya sangat membencinya tanpa alasan yang jelas.
"Nyonya, saya mohon, ini demi keselamatan Anda," ujar dokter sekali lagi, kali ini suaranya lebih lembut, hampir seperti permohonan.
"Buka cadarmu Alina!" seru Liam suaranya berat dan penuh tekanan.
Alina menatap Liam yang ekspresinya semakin dingin dan kaku, tapi wanita itu tak bergeming sama sekali, membuat emosi pria itu bertambah.
"Oke mungkin lebih baik aku tidak berada di sini," serunya kasar.
"Aku akan pergi. Dokter, tolong rawat dia sebaik mungkin. Aku tidak bisa lagi menghadapi sikap keras kepala wanita ini!"
Liam kemudian berbalik dan beranjak dari ruangan meninggalkan Alina bersama dokter yang terus membujuknya.
Sesaat setelah Liam meninggalkan ruangan, Alina menghela napas panjang dan mulai menurunkan kain hitam yang menutupi setengah wajahnya.
Dokter yang melihatnya hanya tersenyum dan segera melakukan tindakan lebih lanjut untuk menangani Pasiennya.
...•Beberapa Jam kemudian•...
Setelah dipasangi alat monitor detak jantung dan masker oksugen , Alina dirawat di ruang perawatan intensif (ICU). Ruangan ini dipilih karena kondisinya yang memerlukan pemantauan ketat akibat gigitan ular kobra yang berpotensi mematikan.
Di ICU, Alina bisa mendapatkan perawatan yang lebih intensif dengan akses cepat ke peralatan medis dan tim dokter jika terjadi perubahan mendadak dalam kondisi kesehatannya
Alina berbaring lemah di brankarnya, keadaanya berangsur membaik, akan tetapi dia belum pulih sepenuhnya. Ruangan itu sunyi hanya ada suara mesin monitor detak jantung yang berdecit pelan.
Seketika suara derit pintu kaca memecah hening, jantungnya lebih dulu berdebar kencang sebelum ia menoleh dan memastikan siapa yang datang. Takut jika suaminya yang datang sementara ia sedang tidak memakai penutup muka, (cadar).
Namun syukurnya, yang datang adalah ibu mertuanya seorang diri dan mengenakan jas kunjungan berwarna hijau. Alina menghela napas lega dan senyum di bibirnya merekah, meski tak terlihat jelas karena ada masker oksigen di mulut dan hidungnya.
Alina perlahan bangkit duduk dengan hati hati dan membuka masker oksigen, sementara ibu mertuanya segera mendekati dengan ekspresi khawatir.
"Alina... Astaga... Apa yang terjadi, Nak? kenapa kamu bisa sampai di gigit ular cobra? Ya Allah..." suara Ibu mertuanya terdengar cemas.
"Maafkan Alina Mah, Alina ceroboh." ucapnya pelan.
Ny. Anna, ibu mertuanya segera menggeleng.
"Alina, Mamah tidak sedang marah denganmu, tapi Mamah tidak habis pikir kenapa kamu memilih untuk tetap mengerjakan pekerjaan rumah sementara Liam sudah melarangmu?"
Alina menangguk, merasa bersalah.
"Maaf, Mah... Alina hanya tidak terbiasa berdiam diri. Alina hanya melakukan pekerjaan yang biasa Alina lakukan di rumah." sahutnya lembut.
"Mamah tahu kamu itu wanita mandiri dan Mamah tahu kamu itu wanita baik yang paham agama. Kamu pasti ingin mencari pahala di setiap pekerjaanmu, Kan?" katanya lembut, seraya duduk di tepi brankar, tubuhnya menghadap Alina.
"Iya, Mah." jawab Alina lirih, menunduk.
Ny. Ann menghela napas dan berkata,
"Dan kamu juga tahu bahwa mendengar perintah suami adalah bentuk kewajiban yang harus di taati istri selama perintah itu baik."
Mengangguk Alina, "Iya, Mah." Andai ibu mertuanya tahu, bahkan putranya itu memberinya perintah yang tidak masuk akal.
"Lalu kenapa kamu tidak mendengarnya? Sekarang lihat keadaanmu ini, kamu kualat karena tidak mendengar suamimu."
Alina mengangkat wajah, lalu menunduk lagi. Kata kata ibu mertuanya sedikit membuat hatinya tersentil meksi Alina tahu reaksi ibu mertuanya karena Ia sayang padanya.
"Lain kali Alina akan hati hati, Ma, dan akan lebih menaati suamiku" kata Alina kemudian lembut.
Ibu mertuanya mengangguk, ia berdiri dan menaruh kotak makanan di meja dekat brankar.
"Yasudah kalau begitu, Ini Mamah bawakan makanan untukmu tapi maaf, Mamah tidak bisa lama lama di sini, Mamah ada urusan." katanya.
"Kamu jangan khawatir sebentar lagi Liam akan datang." lanjutnya.
"Mah, Apa Liam memberitahu keadaanku pada Ayah?" tanya Alina sebelum ibu mertuanya melangkah pergi.
Dahi Ny. Anna mengernyit.
"Mamah tidak tahu, tapi sepertinya Liam memberitahu, bagaimana pun juga Ayahmu berhak tahu keadaanmu, kan?" ujarnya.
"Alina hanya tidak mau membuat ayah sedih karena kondisiku." kata Alina, suaranya syarat akan kesedihan mengingat Ayahnya yang saat ini sering sakit-sakitan.
Ny Anna tersenyum, ia memahami eksprsi menantunya itu. Ia mendekat dan mengelus pundaknya.
"Tidak apa apa, Ayahmu pasti akan mengerti keadaanmu, lagipula sekarang kan sudah ada yang menjagamu dan Liam akan merawatmu dengan baik." ucap Ny. Anna menenangkan Alina.
"Iya Mah, tidak apa apa. Terima kasih ya, Mah." Alina tersenyum dan mengambil tangan ibu mertuanya dengan tangan kirinya lalu menciumnya.
"Hati-hati. Ya, Mah."
Ny. Anna memperhatikan tindakan Alina yang membuat hatinya tersentuh, ia lalu membelai kepala Alina dengan lembut.
"Kamu gadis yang baik, lekas sembuh, Nak, Assalamualaikum.." pamitnya kemudian.
Alina tersenyum tipis. "Waalaikumsalam."
Wanita berusia setengah abad itu pun beranjak keluar meninggalkan Alina di ruang rawatnya sendirian.
Ruangan kembali hening. Alina menatap kotak makan yang di beri ibu mertuanya. Ia mengigit bibir menahan rasa lapar yang sejak tadi ia tahan.
Alina lalu memutar badan dengan hati hati, meraih kotak itu dengan tangan kirinya yang di pasang infus, sebab tangan kananya yang tergigit ular diperban dan Alina sangat kesakitan saat menggerakanya.
...[••••]...
...Bersambung......
ud la ngalh salh satu ungkapin prasaan. tpi jangn alina y, liam az yg ungkapi lbih dulu dn bobok ny jang pisah kamar. eh, tpi jangn dulu nti khilaf. blum nikh ulang soal ny😅.
ayo hukumn ap dri liam. kn jdi mikir yg gk2😂. ap gk sebaik ny pernikhn mreka ni diperjels y. krna dri awal banyk x perjnjian2 dibuat liam.
sbelum ny liam mmbuat kontrk utk prnikhan mreka. dn skarang liam sprtiny ingin mlanjut kn prnikah sesungguhny. klw bgitu liam dn alina hrus ijab kabul ulang. krna disaat liam mmbuat perjanjian2 itu, ud trmsuk talak. nmany talak mudhaf. talk yg ud ditentukn.
ayo alina, bukn kh itu yg kau harapkn. saling mmbuka hati.
sehat2 jga buat author ny. biar bsa doble up😁✌️
Ku tunggu buktinya Liam.