Menikah karena perjodohan orang tua, tidak menghalangi cinta antara Farrel dan Anastasya. Namun, hubungan yang tadinya sudah indah harus hancur berkeping-keping karena pemuda itu lebih mementingkan sahabat, daripada Tasya istrinya sendiri. Sehingga tidak tahu bahwa istrinya mengidap penyakit mematikan. Segalanya terbongkar setelah Tasya mengalami kecelakaan bermotor yang hampir menghilangkan nyawa gadis itu. Hal itu pula membuat Tasya koma hingga bertahun-tahun lamanya.
Bagaimanakah kisah rumah tangga pasangan remaja tersebut? Akan kah Farrel dan orang tua Anastasya menyesal sudah mementingkan hal lain daripada gadis malang tersebut? Jangan lupa tinggalkan jejak biar Mak Autor semagat nulisnya ya🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenab Usman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Ingin Berharap Lagi.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
...HAPPY READING......
.
.
"Sayang, kenapa Mama perhatikan kamu makannya hanya sedikit? Apakah kali ini masakan Mama tidak enak?" tanya Nyonya Marisa begitu mereka semua sudah selesai menghabiskan makan malamnya masing-masing. Termasuk pula Tuan Hendrawan dan Farrel. Namun, anggota keluarga tersebut masih duduk bersantai di meja makan sambil menikmati potongan buah-buahan segar.
"Tasya lagi... diet, Ma. Masakan Mama selalu enak, kok," jawab gadis itu dengan tersenyum. Untuk menunjukkan bahwa dia sehat dan tidak kenapa-napa.
"Jangan terlalu dipaksakan, Sayang. Mama tidak ingin karena diet kau malah sakit. Wajahmu Mama perhatikan juga agak pucat? Kamu benar-benar sehat kan, Nak?" tidak puas rasanya wanita setengah baya itu kembali bertanya.
"I--iya, Ma. Tasya sehat, tidak sakit. Mungkin hanya karena kelelahan. Soalnya sekarang ada kegiatan di luar rumah," jawab Tasya yang terus ditatap oleh Farrel.
"Jika sakit suruh Farrel membuat surat izin di sekolah, Nak. Dan biarkan besok siang diantar oleh mama mu periksa ke rumah sakit," timpal Tuan Hendrawan yang sejak tadi hanya diam saja.
"Iya, Pa. Terima kasih sebelumnya. Tapi Tasya tidak sakit dan baik-baik saja," mendengar jawaban Tasya akhirnya tidak ada lagi yang menanyakan kesehatan gadis itu. Mereka lanjut mengobrol di ruang keluarga. Tasya yang memiliki beban pikiran sendiri, lebih banyak diam mendengar suami bersama orang tuanya mengobrol.
"Farrel, bagaimana dengan Showroom mobil mu yang ada di luar ibukota? Papa dengar dari Dimitri bulan ini berhasil menjual 40 unit kendaraan," tanya Tuan Hendrawan karena beliau memang tidak pernah ikut campur. Namun, selalu memantau setiap perkembangannya.
"Iya, Pa. Farrel juga tidak menyangka jika Showroom di luar ibukota jauh lebih laris daripada yang ada di sini," jawab Farrel yang tidak lupa melirik sekilas ke arah istrinya.
"Syukurlah! Sebagai bos sekali-kali kamu harus turun ke lapangan. Jangan terlalu lepas tangan karena semuanya harus dipantau secara langsung bukan hanya mengandalkan orang kepercayaan mu,"
"Rencananya saat liburan nanti Farrel mau keluar ibukota untuk mengeceknya, Pa," jawab pemuda itu lagi. Membuat Tuan Hendrawan mengangguk setuju.
"Sya, apakah kamu tidak mau menganti mobil mu? Mintalah pada Farrel, mobil apa yang kamu inginkan, Nak," timpal Nyonya Marisa. Soalnya sampai saat ini menantunya itu masih menggunakan mobil dari orang tuanya. "Kamu sudah pernah kan datang ke Showroom mobilnya yang mengarah jalan ke pantai timur?"
"Iya, sudah, Ma. Untuk saat ini Tasya belum berpikiran untuk menganti kendaraan baru karena kendaraan yang ada saja akan tinggal. Mungkin suatu saat nanti Tasya minta kendaraan yang baru pada Farrel" jawab Tasya berbohong. Dia belum pernah diberitahu tentang usaha suaminya. Lalu bagaimana mungkin bisa meminta mobil baru.
"Maksudnya akan tinggal bagaimana, sayang? Mama tidak paham maksudmu?" tanya wanita itu lagi karena merasa perkataan menantunya agak aneh.
"Ya ditinggal seperti sekarang, Ma. Mobilnya tidak Tasya bawa karena malas. Capek menyetir sendiri apalagi jika lagi macet,"
"Iya, kamu benar sekali. Mama juga malas membawa mobil sendiri," sahut Nyonya Marisa membenarkan. Karena Farrel dan Tuan Hendrawan membicarakan bisnis, jadinya Tasya berbicara dengan ibu mertuanya saja. Sampai kurang lebih satu jam kemudian, dia yang merasa tidak enak badan berpamitan untuk beristirahat lebih dulu.
"Farrel, apakah kalian berdua lagi ada masalah?" tanya Nyonya Marisa masih khawatir pada keadaan menantunya yang akhir-akhir ini lebih pendiam daripada sebelumnya.
"Ti--tidak, Ma. Kami baik-baik saja," jawab Farrel ragu. Namun, untuk berkata jujur juga tidak mungkin.
"Sepertinya istrimu lagi sakit, Rel. Coba waktumu jangan kamu habiskan untuk Renata saja. Sudah berapa kali mama mu melarang mu agar menjaga jarak darinya. Papa selama ini diam bukan karena tidak menyukai Tasya, atau tidak memperhatikan pernikahan kalian," tegur Tuan Hendrawan setelah melihat kepergian menantunya. "Coba kamu perhatikan, orang sehat tidak mungkin berwajah pucat seperti istrimu," lanjut beliau lagi yang membuat Farrel berpikir keras karena menurutnya Tasya baik-baik saja.
"Ya, mama juga berpikiran seperti itu, Pa. Biasanya Tasya sangat ceria tidak seperti malam ini. Dia seperti sakit atau lagi bertengkar dengan Farrel, itu yang tidak kita ketahui," sambung wanita setengah baya tersebut.
"Farrel mau menyusul Tasya dulu, Pa, Ma," pamit pemuda tersebut tidak menjawab perkataan kedua orang tuanya. Apalagi jika membahas tentang Renata, Farrel tidak suka karena baginya gadis itu adalah sahabatnya, tidak lebih.
Kleek!
Suara pintu kamar yang dibuka oleh Farrel pelan. Dia mengira jika Tasya sudah tidur, tapi ternyata gadis itu duduk di sofa sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Setelah menutup rapat pintu kamar mereka, Farrel berjalan mendekati Tasya dan duduk disebelahnya.
"Biasanya Elo selalu menonton drakor kesukaan Lo, kenapa sekarang tidak?" tanya Farrel, karena akhir-akhir ini dia tentu tidak tahu begitu banyak kebiasaan Tasya yang sudah gadis tersebut tinggalkan dan tentunya Tasya memiliki alasan tertentu.
"Gue hanya lagi tidak ingin saja," jawab Tasya ala kadarnya. Entah mengapa untuk saat ini dia ingin menyendiri tidak mau diganggu oleh siapapun.
"Apakah Elo masih marah sama gue, Sya?" pemuda itu kembali bertanya sambil menelisik wajah istrinya yang kata orang tuanya pucat. Namun, jika menurut Farrel sendiri tidak nampak bahwa istrinya lagi sakit.
"Tidak! Untuk apa gue marah sama Lo, Rel. Jika semua yang ada di dunia ini hanya sementara," mendengar jawaban istrinya membuat Farrel menghela nafas dalam. Dia sudah tahu bahwa Tasya masih marah padanya atau mungkin sangat membencinya.
"Kata papa, Elo seperti orang sakit. Apakah itu benar? Maaf, jika akhir-akhir ini gue tidak pernah la---"
"Ya, tidak apa-apa. Gue tahu kok, Elo sibuk karena sahabat Lo itu sangat membutuhkan orang-orang terdekatnya. Gue tidak sakit dan keadaan gue sangat sehat," dengan rasa sesak yang dia tahan, Tasya berusaha untuk menguatkan dirinya agar tidak terlihat lemah.
"Sya, gue berjanji jika keadaan Rere sudah mendingan maka akan menjauhinya untuk selama-lamanya. Tolong beri gue waktu sedikit saja." pinta Farrel dengan tulus. Sebab dia memang ingin menjauhi Renata jika keadaannya sudah membaik.
"Tidak usah berjanji apapun pada gue, Rel. Mau seperti apapun itu, gue tidak akan pernah ikut campur urusan kalian. Elo tidak perlu khawatir cepat atau lambat nanti gue akan terbiasa dengan keadaan ini." jawab Tasya tersenyum kecil. Senyum dibalik luka yang dia rasakan.
"Sya, please! Mengertilah! Gue juga tidak ingin seperti ini. Gue hanya mencintai, Lo, mau Elo marah seperti apapun. Ber---"
"Kurang mengerti apa gue sama Lo, Rel? Gue sudah memberi Lo kebebasan untuk selamanya. Sudahlah! Gue mau istirahat," imbuh gadis itu berdiri. Namun, pergelangan tangannya langsung ditahan oleh Farrel.
"Jika begitu tolong bersikaplah seperti biasanya. Jujur gue tidak kuat kita seperti musuh yang tinggal satu rumah," ujar Farrel yang rasanya tidak tenang sebelum hubungan mereka mesra seperti dulu lagi. "Sya, hidung Lo mengeluarkan darah lagi," seru pemuda tersebut kaget. Dia dengan sigap meraih tisu dan mengelap hidung istrinya.
"Sudah, biar gue saja." cegah Tasya ingin menyeka darahnya sendiri.
"Tidak! Ayo duduk! Biar gue yang melakukannya," karena Farrel memaksa, Tasya pun akhirnya menuruti perkataan suaminya. "Lo sebetulnya sakit apa? Kenapa bisa seperti ini?" tanya Farrel mulai merasa khawatir bahwa perkataan orang tuanya adalah benar.
"Gue sudah bilang tidak sakit apapun,"
"Besok setelah pulang sekolah, kita pergi ke rumah sakit. Gue tidak tenang jika belum melihat hasil pemeriksaannya. Gue sangat mencintai Lo, Sya. Sangat menyayangi Lo lebih pada orang tua gue sendiri. Namun, keadaan yang membuat gue melukai perasaan Lo. Gue tidak ingin terjadi sesuatu pada Lo, meskipun demam sekalipun," ucap Farrel yang ingin mengecup tangan Tasya. Namun, oleh gadis itu langsung dia tarik cepat dan berkata.
"Thanks, Rel. Gue mau ke kamar mandi. Lo kalau mau ke balkon tolong tutup pintunya ya, gue lagi nggak bisa terkena angin malam," ucap gadis itu tersenyum paksa.
"Sorry, Rel. Gue tidak butuh cinta dari siapapun lagi, karena berharap pada manusia itu membuat gue berulang kali kecewa. Gue bisa kok tanpa kalian." batin Tasya sambil meninggalkan suaminya.
...BERSAMBUNG......
kapan mau update lagi selalu aq tunggu😊