NovelToon NovelToon
CINTA WINARSIH

CINTA WINARSIH

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat
Popularitas:16.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: juskelapa

Winarsih, seorang gadis asal Jambi yang memiliki impian untuk bekerja di ibukota agar bisa memberikan kehidupan yang layak untuk ibunya yang buruh tani dan adiknya yang down syndrome.

Bersama Utomo kekasihnya, Winarsih menginjak Jakarta yang pelik dengan segala kehidupan manusianya.

Kemudian satu peristiwa nahas membuat Winarsih harus mengandung calon bayi Dean, anak majikannya.


Apakah Winarsih menerima tawaran Utomo untuk mengambil tanggungjawab menikahinya?

Akankah Dean, anak majikannya yang narsis itu bertanggung jawab?

***

"Semua ini sudah menjadi jalanmu Win. Jaga Anakmu lebih baik dari Ibu menjaga Kamu. Setelah menjadi istri, ikuti apa kata Suamimu. Percayai Suamimu dengan sepenuh hati agar hatimu tenang. Rawat keluargamu dengan cinta. Karena cintamu itu yang bakal menguatkan keluargamu. Ibu percaya, Cintanya Winarsih akan bisa melelehkan gunung es sekalipun,"

Sepotong nasehat Bu Sumi sesaat sebelum Winarsih menikah.

update SETIAP HARI
IG @juskelapa_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Maaf ?

Winarsih gelisah di kamarnya karena merasa bersalah dengan Utomo yang sudah diusir begitu saja oleh Dean. Dia bimbang, apakah harus menelepon Utomo malam itu, atau besok saja.

Bukan enggan mencari tahu kabar kekasihnya, Winarsih hanya khawatir Utomo akan kembali datang ke kediaman Pak Hartono.

Saat itu sudah tergolong sangat larut jika mereka hidup di Desa Beringin. Tapi matanya yang mengantuk tak bisa juga dibawa terlelap.

Beberapa saat kemudian, Winarsih telah mengendap-endap keluar kamarnya menyusuri jalan setapak menuju pintu dapur belakang yang biasanya hanya ditutup tapi tak pernah dikunci untuk memudahkan pegawai keluar-masuk jika majikan ada keperluan mendadak.

Setelah memastikan tak ada seorang pun di dapur itu, Winarsih berbelok ke kiri menuju ruang pegawai yang memiliki sebuah pesawat telepon.

Winarsih telah hafal luar kepala nomor ponsel kekasihnya. Jadi setelah mengangkat pesawat, jari-jarinya dengan lincah menekan tombol di telepon.

"Halo, Mas Ut?" sapa Winarsih saat mendengar jawaban dari seberang.

"Gimana majikanmu Win? Masih marah?" tanya Utomo terdengar khawatir dari seberang.

"Engga Mas, pak Dean sudah pergi ke luar sejak tadi. Orangtuanya juga pergi" jawab Winarsih pelan karena khawatir suaranya akan membangunkan Mbah yang kamarnya persis di balik tembok tempatnya berdiri.

"Jadi? Semuanya pergi?" tanya Utomo di seberang dengan nada suara mulai bersemangat.

"Iya Mas."

"Aku ke sana ya Win, kan sudah nggak ada orang. Kita pacaran sebentar. Aku kangen banget. Pengen cium kamu." Seperti biasa Utomo menyuarakan isi hatinya yang malah membuat Winarsih khawatir.

"Jangan Mas, besok aja kita ketemu. Besok aku telepon Mas Ut lagi. Lagipula aku sudah capek mau tidur," potong Winarsih cepat agar Utomo berhenti mendesaknya.

Entah apa perasaan yang tertinggal di hatinya untuk Utomo. Saat dia bersama pria itu, dia selalu diselimuti kekhawatiran. Tapi dia juga khawatir jika Utomo merajuk padanya.

Winarsih merasa berhutang, karena Utomolah yang membantunya untuk bisa bekerja di rumah itu.

Setelah Utomo menyetujui bahwa mereka akan bertemu di luar rumah besok siang, Winarsih meletakkan pesawat telepon dan berniat kembali ke kamarnya.

Saat ke luar dapur utama, samar-samar telinganya menangkap suara wanita seperti sedang marah-marah.

Saat itu sudah lewat tengah malam, majikannya sedang tak berada di rumah, dan Dean kemungkinan besar belum kembali karena dia tak melihat mobil putih yang biasa digunakan pria itu.

Menepis pikiran bahwa tak mungkin ada keributan di rumah seorang menteri yang memiliki petugas keamanan, Winarsih melangkahkan kakinya berbelok ke kiri.

Dia ingin menjenguk ke halaman samping. Pandangannya tertuju pada mobil putih milik Dean yang terparkir di dekat perbatasan menuju halaman.

Seorang wanita bertubuh langsing dan seksi tampak berdiri menarik lengan seorang pria yang dikenali Winarsih sebagai Dean.

Menyadari apa yang sedang disaksikannya, Winarsih buru-buru berbalik ingin segera pergi dari tempat itu.

"Kita sudah melakukannya malam ini. Dan kamu memperlakukan aku kayak gini sekarang. Kamu sebenarnya sayang enggak sih sama aku? Apa karna Papa kamu ngelarang hubungan kita makanya kamu setengah-setengah gini jalaninnya? Mana wanita pilihan Papa kamu? Pembantu itu?? Iya? Dia pembantu yang sering dibanding-bandingkan Pak Menteri Hartono dengan aku?" jeritan wanita cantik itu sangat jelas di kesunyian malam itu.

Winarsih berdiri terpaku karena mendengar perkataan wanita yang sekarang sedang menunjuk ke arahnya.

Setelah Pak Hartono, sekarang wanita yang diduganya sebagai kekasih Dean juga ikut membawa-bawanya sebagai alasan pertengkaran.

Winarsih merasa sial sekali. Ada apa dengan dirinya?

Dean yang sekarang berbalik menatapnya tampak tidak dalam kondisi baik-baik saja. Pria itu memegang perutnya sambil terhuyung-huyung.

"Kamu pulang Dis, please, atau aku panggil Pak Rojak?" Dean berbalik dan menjauhi wanita seksi itu.

Pacar Dean menghentakkan kakinya kemudian pergi meninggalkan Dean yang berjalan pelan sambil sesekali menunduk.

Mendengar perkataan Dean, Winarsih juga cepat-cepat berbalik badan.

Mulutnya sudah komat-kamit berdoa. Semoga keputusannya meninggalkan Dean di sana dalam kondisi mabuk tidak menjadi permasalahan baru di kemudian hari.

Dia tak tahu harus berbuat apa pada pria itu. Bisa saja Dean akan bertanya ketus apa yang dilakukannya selarut itu di luar.

Jika Winarsih datang menghampirinya, bisa juga Dean memakinya karena dinilai lancang pada majikan. Duh, repotnya jadi pembantu rumah tangga di rumah itu, pikir Winarsih.

Masih beberapa langkah berjalan, Winarsih mendengar Dean menunduk dan muntah sambil berpegangan pada sebuah pohon bonsai raksasa. Rumput hijau rapi di bawahnya seketika dihiasi ceceran isi perut pria itu.

Tak tega meninggalkan Dean yang sepertinya kesulitan, Winarsih berbalik dan mendekati pria itu tergesa-gesa.

Tangannya memijat-mijat tengkuk dan bahu Dean agar pria itu merasa lebih baik. Dean yang mendapat perlakuan itu dari Winarsih meneruskan muntahnya hingga beberapa kali.

Kini Winarsih menepuk dan mengusap-usap punggung Dean dengan lembut. Perlakuan ini persis seperti yang pernah dilakukannya pada Utomo, saat kekasihnya itu dipaksa mabuk anggur merah di hajatan pernikahan anak salah satu tengkulak di Desa Beringin.

Kala itu Utomo yang tak pernah meminum minuman beralkohol, dicekoki oleh teman-temannya hingga naik ke atas pentas dan nyaris menyanyikan satu album lagu dangdut koplo. Padahal aslinya Utomo tak pandai bernyanyi.

Winarsih harus ikut naik ke atas pentas untuk menyeret Utomo turun. Winarsih kasihan pada kekasihnya. Winarsih juga kasihan pada tamu-tamu yang masih berada di sana karena terpaksa mendengar suara Utomo yang amburadul.

"Win, saya mau ke kamar. Saya mau istirahat. Bantu saya," ucap Dean pelan seraya menyeka mulutnya.

Winarsih sedikit takjub dengan hal yang baru saja didengarnya. Suara Dean begitu lemah dan meminta pertolongan padanya.

Setelah Dean tegak dari posisi membungkuknya tadi, Winarsih mengambil tangan kiri Dean dan mengalungkannya di pundak.

Perlahan dia membawa Dean masuk melalui pintu dapur kotor, karena jaraknya lebih dekat. Tertatih-tatih Dean mengikuti langkah kaki Winarsih. Beberapa kali mereka berdua nyaris jatuh karena dia tak sanggup menahan bobot tubuh Dean.

Kamar Dean berada di lantai dua, menuju ke sana mereka harus melalui tangga melingkar yang berada di ballroom rumah itu.

Sebelumnya Winarsih tidak mengetahui letak persis kamar anak majikannya itu karena pekerjaannya tak berkaitan dengan kebersihan tiap ruangan di rumah.

Tapi remaja laki-laki yang bekerja pada siang hari, pernah menunjukkan letak-letak kamar para majikan mereka. Termasuk letak kamar kakak Dean jika sedang berkunjung ke sana.

Beberapa menit menyeret Dean yang benar-benar mabuk, membuat peluh Winarsih membasahi dahi. Ternyata, memapah pria sebesar ini lebih melelahkan ketimbang menanami sepetak sawah.

Dengan nafas terengah-engah akhirnya Winarsih tiba di depan kamar Dean. Dengan sekali dorongan, pria itu membuka kamarnya. Ternyata tidak dikunci.

Winarsih membawa Dean ke sebuah ranjang besar berwarna hitam dengan headboard mengkilat. Dia tak pernah menyangka kalau kamar anak majikannya itu akan sebesar dan serapi itu.

Ya, tentu saja rapi. Ada banyak pembantu yang bisa membersihkan kamar itu setiap saat.

Dean menghempaskan dirinya di ranjang dengan nafas yang sama ngos-ngosannya dengan dia. Dean mengerang dan berguling ke samping.

"Minum." Dean menunjuk sebuah dispenser tinggi yang terletak di sebelah meja. Di sebelahnya ada serentet cangkir kertas yang masih baru.

Cepat-cepat Winarsih mengisi cangkir itu dengan air putih dan menyodorkannya pada Dean.

Melihat Dean tak juga bangkit untuk mengambil air minumnya, Winarsih duduk di tepi ranjang dan mengangkat punggung pria itu dengan tangan kanannya.

Dean meminum air putih hingga tuntas. Nafasnya masih terengah-engah. Sejurus matanya menatap Winarsih.

Seperti orang yang sedang tidur sambil berjalan, Dean seperti mengucapkan sesuatu padanya.

Dean bergumam tak jelas yang membuat Winarsih harus menunduk dan mendekatkan telinganya ke bibir Dean.

"Win... maaf," ucap Dean.

Oh, mungkin Dean menyesal karena beberapa hari ini telah begitu anti padanya hingga memaki-maki. Pikiran Winarsih benar-benar sangat positif pada anak majikannya itu.

"Iya Pak, nggak apa-apa. Ya sudah, Pak Dean istirahat. Saya pamit dulu," ucap Winarsih seraya bangkit dan mengambil cangkir kertas dari tangan Dean.

"Maaf Win," tiba-tiba Dean menarik tubuhnya hingga jatuh di sisi pria itu. Gelas kertas yang berada di tangannya terlepas.

"Pak Dean!" pekik Winarsih.

"Aku nggak bisa ngendaliinnya. Aku butuh kamu malam ini. Kamu pasti juga sudah sering melakukannya." Dean berguling ke kanan hingga menindih Winarsih.

"Enggak Pak, saya nggak pernah begitu-begituan. Jangan Pak," ucap Winarsih panik karena Dean terus memaksanya.

"Win, jangan belagak bego. Aku tau pacar kamu juga udah sering giniin kamu. Kamu nggak perlu teriak-teriak. Di rumah nggak ada orang. Kamu juga tau kalo teriakan kamu nggak ada gunanya di rumah ini, nggak akan ada yang dengerin kamu." Bisikan suara Dean di telinga kiri Winarsih membuat wanita itu merinding.

"Pak, saya belum pernah. Jangan Pak Dean, saya masih perawan." Winarsih merintih. Airmatanya telah turun.

"Jangan munafik kamu," ucap Dean sambil mencengkeram kedua tangan Winarsih dan mengangkatnya ke atas.

To Be Continued.....

1
Surahman Ammank
aku baca yg ke 3 kalinya
Mom's Dinda
Luar biasa
Anonymous
Terkadang sikap orang tua lebih memelihara egonya daripd menyalurkan kasih pd anaknya.tindakan win yg sabar itu sudah betul.
Anonymous
Masa sih sekelas kelga mentri cari info rasanya lelet banget gak gercep gitu,anak buah nya pd kmana aja wkwkwk
Rima Wardhani
keren ceritanya... terimakasih
Anonymous
Seorang ibu jika anak nya bahagia ibunya duluan yg merasa bahagia.dan jika anaknya ber aib maka orang tua yg kena lebih dulu😭😭😭
Dyana
ga lepas itu jahitan nunduk2 ngemut s otong/Silent//Silent//Silent//Facepalm/
Anonymous
Sumpah aku mewek gak tega miris banget sih winarsih😭😭😭😭😭
Linda Antikasari
Luar biasa
Anggraeni Leea
luarrrr biasaaa👍👍👍👍👍👍👍
Anna
semua wanita selalu ingat akan sejarah terutama yang g enak 😂
Sastri Dalila
👍👍👍👍👍👍👍👍👍
Tuty Ismail
Luar biasa
Riski Candra
mulutnya mau di tabok
Tami Andriani
ampun dah dean🙈
Magdalena Ambatoding
baru tau rasa dean , didiemin istrinya emang enak /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Yoe Anita
lakik gue beud
azima pml
waduh 🤣🤣🤣semoga bu amelia juga menerima
Zachary
Luar biasa
Rin Riyanti
cerita bagus banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!