Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Bab 26
Terbiasa membuat bekal untuk Gilang pagi-pagi, Ceren terlanjur membuat roti sandwich di dalam kotak lunch tanpa sadar jika Gilang sudah tak ada sekarang.
"Sshhh, lupa gue...Gilang udah ngga ada..." keluhnya saat akan menutup kotak makan, satu sudah ia masukan ke dalam tasnya sendiri, lalu satu lagi.....sejenak Ceren diam di pantry.
"Bu'lek lagi ngapain sih? Lama, nanti aku telat!" gerutu bocah itu, ---little Bodo---memanggil Ceren kembali setelah sempat masuk ke dalam mobil duluan disusul Hilman.
Daripada terbuang percuma atau dibiarkan di atas piring yang nantinya entah akan disantap atau tidak, roti sandwich berisi telur, daging asap dan keju tanpa sayur itu akhirnya ditutup Ceren setelah membubuhkan saus tomat membentuk wajah ala kadarnya.
Gadis itu berjalan seraya membawa kotak lunch yang memang milik Kaisar hingga membuat bocah itu mengernyit, "bu'lek mau apain punyaku itu, jangan bilang mau ambil..." tuduhnya julid, Ceren memutar bola matanya, punya anak sambung begini amat sifatnya....anak siapa sih?! Biar orangtuanya ia marahi...
"Bu'lek pinjem. Mana tas kamu...udah dikasih bekal sama yandamu, belum?" tanya Ceren tak kalah judes. Anak judes begini, tak mau ia baik-baikin, sorry to say...kalo ia bukan ibu sambung sebaik bidadari. Enak aja ditindas bocah!
Kaisar mengangguk, "ada. Susu kotak sama snack."
"Coba bu'lek liat?" pinta Ceren yang langsung menarik dengan mudah tas Kaisar membalikan badan bocah itu dalam sekali tarikan hingga ia berputar, bocah begini dibuang ke sumur juga jadi! Awas saja kalo nyebelin atau bikin hidupnya sulit!
"Bu'lek!" sempat Kaisar menolak namun tenaganya lebih kuat Ceren, lantas gadis itu membuka resleting tas spiderman sebesar punggung mungil Kaisar, dimana di dalamnya hanya ada susu kotak coklat, snack bantal dan donat kemasan saat ia menumpukan lutut di atas lantai agar sejajar.
"Ini bekel kamu to? Jangan kebanyakan makan micin, ntar hidup kamu apes kaya bu'lek..." oceh Ceren. Iya apes...apes banget ketemu bapak dan anak ini.
"Bu'lek ngomong opo seh?" jawabnya tak mengerti.
"Ndak."
"Dah!" Ceren kembali merapatkan resleting tas itu, "barusan bu'lek masukin roti sandwich favorit pa'lek Gilang kalo bekal."
Alis Kaisar naik sebelah persis jungkat-jungkit, emhhhh nyebelin banget mukanya anak tiri! Gue lempar juga ke sumur nih!
"Tapi aku bukan pa'lek,"
Ceren menghela nafas sekalu nan dalam menatap Kaisar, "bisa kan Kai jadi pengobat rasa rindu bu'lek kalo kangen pa'lek Gilang..." pinta Ceren. Mungkin rasanya itu terlampau besar sehingga Kaisar saja yang bocah dapat merasakan itu.
"Bu'lek kalo kangen pa'lek kirim do'a. Biar nanti disana pa'lek seneng..."
Kini Ceren yang menarik senyuman usil melihat wajah polos Kaisar, sebenarnya bocah ini baik tapi kadang-kadang sifat nyebelin yang entah turunan siapa itu datang tak diundang.
"Anak pinter." rambut mangkok milik Kai diacaknya meski kemudian kembali ke bentuk semula.
"Iya. Bu guru yang bilang, katanya kalo orang yang sudah ndak ada wajib kita kirim do'a, biar nanti dia seneng...."
Dan senyum jahat Ceren itu semakin lebar, "kalo gitu harusnya Kai juga kirim do'a buat bunda Kai...jangan-jangan Kai lupa ya? Ngga pernah kirim do'a buat bunda? Oalah awas nanti jadi anak durhaka!" tembak Ceren sontak membuat bocah itu menggeleng kencang dan mengelak, "enak aja. Kai anak soleh....tapi bunda masih ada, masa di do'ain!" balasnya.
"Loh, tapi dia udah ngga ada disini kan?" tanya Ceren sukses membuat bocah itu berpikir keras, iya juga....
"Do'a apa?" tanya nya kembali. Ceren melengkungkan bibirnya, bocah! Tadi aja nyuruh do'ain, tapi sendirinya ngga tau do'a apa.
"Do'a orangtua, do'a al fatihah, kalo bisa yaasiin." jawab Ceren sekenanya.
"Yaasiin?" alisnya berkerut.
"Ya udah, katanya takut telat...tapi protes terus..." Ceren sudah berjalan ke arah depan.
Perjalanan menuju sekolah cukup aman di telinga Hilman, baik Ceren maupun Kaisar tak lagi berdebat seperti saat sarapan tadi. Ceren memilih menyumpal pendengarannya dengan headset, namun Kai, lebih banyak bertanya dan berinteraksi dengannya seperti biasa.
"Yanda, do'a yaasiin itu yang seperti apa?" tanya putranya dari samping.
Hilman menoleh singkat, "jumlahnya 83 ayat, kenapa? Mau belajar menghafal?" tanya Hilman balik, ia cukup dibuat kebingungan karena tumben sekali Kaisar tau dengan surat itu, apakah di sekolahnya sudah belajar sejauh itu, bukankah biasanya anak tk sejauh yang ia ketahui hanya mempelajari doa sehari-hari?
"Wah, panjang banget yanda...."
Hilman mengangguk, "tapi setiap ayatnya cukup pendek-pendek, biasanya dibaca untuk orang yang sudah tak ada, tapi bisa juga untuk amalan setiap hari...Kai mau belajar buat do'ain pa'lek?" tembaknya so tau.
Kaisar mengangguk, "buat bunda juga."
Ia cukup dibuat terkejut dengan jawaban putranya, sehingga rasa penasaran semakin menumpuk di benaknya, siapa pula yang mengenalkan surat itu pada putranya.
"Memangnya Kai tau dari siapa surat yaasiin?"
Tanpa dosa dengan wajah lugunya, Kaisar menunjuk ke arah belakang, "bu'lek yang bilang, nanti kalo engga do'ain Kai jadi anak durhaka."
Ingin tertawa takut dosa, sungguh tak beres! Jika gurunya seperti Ceren, bisa-bisa Kai ketularan tak waras. Diliriknya gadis yang kini tengah manggut-manggut menggumamkan lirik lagu, ingin marah namun hal ini membuat hatinya tergelitik lucu.
.
.
"Dadah yanda!"
Kaisar berlari masuk ke dalam kelas setelah berdadah ria pada ayahnya dan mewanti-wanti kedua orang dewasa itu untuk tetap duduk di tempatnya masing-masing meski ia tak ada.
Dan nyatanya, setelah tak adanya Kaisar, suasana justru semakin canggung untuk Ceren dan Hilman, meski pria itu tetap terlihat tenang nan datar.
"Pak, nanti saya turun sebelum sekolah aja." pinta Ceren diangguki Hilman tanpa basa-basi atau bujuk rayu macam Gilang.
Ban mobil hitam itu menyentuh aspal jalanan mendekati sekolah, terlihat berseliweran anak-anak yang hendak masuk, namun Ceren memilih turun disana dan berjalan kaki.
"Saya masih belum siap kalo nantinya temen-temen nanya macem-macem. Apalagi barengannya setiap hari..." Hilman mengerti akan hal itu, karena hal itu pula akan menjadi masalah besar jika seisi sekolah tau keduanya adalah pasangan suami istri.
"Oh, iya. Apa Ceren harus nunggu bapak pulang untuk ikut pulang?" tanya nya sebelum menjejakan kakinya di jalan.
"Terserah kamu. Kalo mau pulang duluan juga silahkan...takut kelamaan kalo nunggu saya dulu."
Ceren mengangguk dan menutup pintu mobil. Kemudian Hilman melajukan kembali mobilnya, dan mendengus geli, setelah lama tak ada yang meminta ijin padanya, kini kembali ada seseorang yang meminta ijinnya atas sesuatu yang akan ia lakukan.
Lama-lama dengusan itu menjadi kekehan renyah mengingat interaksi dan obrolannya dengan Kaisar tadi. Sepertinya tak ada salahnya ia mencoba menerima Ceren dengan hati terbuka mengingat gadis itu bisa menjadi teman yang cocok untuk Kaisar, dan dapat mengimbangi putranya itu.
Bukan dirinya lagi yang ia lihat, bukan bagaimana kriteria idaman menurut kebutuhannya saja yang ia lihat, namun untuk Kaisar juga....
Namun bagaimana dengan ucapannya pada Ceren saat keduanya belum menikah? Saat ia dengan lancarnya mengatakan jika Ceren dapat mencari pengganti Gilang? Apakah nantinya ia dan Kaisar siap saat Ceren menemukan seseorang itu? Ditambah ibu dan bapak? Warisan Gilang??
.
.
.
.
.
.