Lastri selalu di injak harga dirinya oleh keluarga sang suami. Lastri yang hanya seorang wanita kampung selalu menurut apa kata suami dan para saudaranya serta ibu mertuanya.
Wanita yang selalu melayani keluarga itu sudah seperti pembantu bagi mereka, dan di cerai ketika sang suami menemukan penggantinya yang jauh berbeda dari Lastri.
Namun suatu hari Lastri merasa tidak tahan lagi dan akhir mulai berontak setelah ia bercerai dengan sang suami.
Bagaimana cara Lastri membalas mereka?
Yuk simak kisahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Perawatan Diri
Bab 33. Perawatan Diri
POV Lastri
Bersama Mbak Ayu dan Fahri urusan ku jadi lebih mudah karenanya. Harga rumah bisa aku dapatkan dengan harga yang sesuai dan tidak terlalu mahal. Begitu pula surat menyurat yang rencananya semua properti yang aku beli itu akan ku gunakan atas nama Bapak ku sebagai pemiliknya. Agar kelak di kemudian hari tidak akan ada tuntutan harta gono gini jika aku berpisah dengan Mas Hendra.
"Las, besok ada pengacara dari Jakarta datang kesini. Teman ku waktu di kampus dulu, namanya Teguh Candra. Kamu bisa konsultasikan soal urusan mu ke dia." Ujar Fahri ketika mengantarkan kami ke sebuah Spa yang sudah di reservasi oleh Mbak Ayu.
"Dimana kami bisa bertemu?" Tanyaku.
"Besok aku akan menemanimu bertemu dengannya. Sekalian aku akan menunjukan tanah yang akan di jual kepadamu. Siapa tahu cocok. Aku baru saja mendapatkan info tanah dari temanku." Jelas Fahri.
"Boleh juga itu Las. Pergi saja besok dengan Fahri." Ujar Mbak Ayu.
"Mbak tidak ikut?" Tanyaku.
"Mbak mau ke sekolah Nunik dulu ada pertemuan orang tua murid."
"Oh, baik lah Mbak."
"Kamu mau aku jemput dimana?" Tanya Fahri.
Bagaimana kalau kita bertemu di tempat saja. Kamu kabari saja nanti aku mesti kemana Fahri."
"Ya sudah kalau begitu, nanti aku kabari."
Aku dan Mbak Ayu pun turun dari mobil dan masuk ke dalam Rumah Spa untuk perawatan. Rupanya Mbak Ayu sengaja mengajak ku kesini untuk menjadikan Spa ini sebagai bahan referensi ku untuk membuka bisnis Spa nanti.
Baik sekali kakak Fahri ini. Paling bisa mengerti dan paham dengan sesuatu yang aku perlukan. Sebagai balas budi, kali ini biar semua perawatan Mbak Ayu aku yang menanggungnya.
Spa yang di rekomendasi Mbak Ayu ini benar benar bagus. Aku pun merasa puas melakukan perawatan disini.
"Kamu terlihat berbeda Las." Kata Mbak Ayu sambil menatap ku seakan-akan terpesona.
"Masa sih Mbak?" Kataku, tidak percaya diri.
"Sini, coba lihat kamu di cermin." Ajak Mbak Ayu.
Aku pun mengikuti Mbak Ayu menuju cermin. Dan ketika sampai di depan cermin, aku tertegun melihat diriku sendiri.
Apa benar wanita di dalam cermin itu aku?
"Kamu kalau tambah dandan jadi cantik loh Las. Terus pakai pakaian yang modis. Yakin, pasti suamimu pangling melihatmu."
Apa benar aku secantik ini? Ternyata perawatan memang bikin penampilan jadi berbeda. Aku jadi terlihat berseri dan segar dan menjadikan ku tampak lebih muda. Wajar saja para wanita menyukai Spa dan salon kecantikan.
Hmm...sepertinya aku juga harus membuka salon kecantikan. Apa aku satukan saja tempatnya dengan rumah Spa ya? Rumah itu sangat besar dan luas. Ku rasa mungkin bisa.
"Bagaimana setelah ini kita berbelanja baju sekalian buat lebaran? Mumpung Fahri disini, kamu bisa membelikan Diah dan titipkan padanya." Ujar Mbak Ayu.
Aku setuju dengan idenya. Anakku itu setahun sekali berganti pakaian dan itu pun hanya sepasang saja dibelikan oleh Mas Hendra. Sudah saatnya aku sedikit memanjakan anakku.
"Boleh Mbak."
Aku lalu membayar semua biaya perawatan kami berdua. Lalu melangkah ke luar Rumah Spa menunggu Fahri menjemput.
"Nah itu Fahri. Pas banget dia datang."
Dari kejauhan mobil yang di bawa Fahri makin lama makin mendekati kami. Begitu berhenti, kami pun masuk ke dalam mobil.
"Sudah beres urusanmu Fahri?" Tanya Mbak Ayu kepada adiknya.
"Sudah Mbak. Kita mau kemana sekarang?"
"Masih ada waktu Fahri, antarkan kami berbelanja."
Fahri tersenyum.
"Siap...."
Kami pun di bawa Fahri ke pusat belanja yang sangat besar. Pusat belanja yang belum pernah aku datangi karena tidak pernah di ajak oleh Mas hendra. Aku sampai tertegun melihat keramaian disana, begitu banyak pilihan sehingga aku bingung untuk menentukan.
"Kamu mau belikan siapa Las?" Tanya Fahri.
"Buat Bapak, Ibu, Diah juga pak Lek dan istrinya sekalian buat lebaran." Jawabku.
"Bagaimana kalau ini buat Bapak dan Pak Lek mu, simpel namun elegan."
Fahri menyarankan baju koko yang di panjang dl salah satu patung depan outlet yang sedang kami tuju. Pilihannya itu membuatku juga memiliki kesan yang sama saat pertama kali melihatnya.
Aku mengambil baju pilihan Fahri, kemudian kami berdiskusi memilih baju untuk Ibu dan juga bulek, lalu Diah. Aku juga membelikan alas kaki untuk mereka. Dan pada akhirnya dua tangan ku penuh dengan kantung belanja.
"Kamu tidak beli Las?" Tanya Mbak Ayu.
"Ini sudah Mbak." Kataku menunjukan dua tangan ku yang penuh pegangan.
"Bukan itu Las. Tapi buat mu pribadi. Kamu juga harus beli, cari yang modis biar kamu makin cantik. Fahri kamu di sini saja temani Nunik. Sudah lelah dia. Ini sekalian jaga ya..."
Fahri terkekeh diberikan semua kantung belanja milik ku juga Mbak Ayu. Di tambah lagi menjaga Nunik yang duduk tersandar karena kelelahan.
Aku dan Mbak Ayu pun memilih pakaian buatku. Aku sendiri tidak tahu harus milih yang mana. Semua pakaian yang di ambil adalah pilihan Mbak Ayu.
"Badan mu masih bagus loh Las. Masih seperti anak gadis. Ini pasti cocok, ini juga cocok."
Dan akhirnya, 9 pasang pakaian pilihan Mbak Ayu menuju ke kasir. Tidak apa-apa sesekali boros seperti ini. Akan aku tunjukan ke Mas Hendra kalau aku juga bisa tampil menarik.
***
Lelah rasanya tubuh ini harus pulang ke rumah ibu mertua. Semua pakaian yang aku beli tadi sudah ku titipkan ke Fahri untuk di bawa ke kampung. Aku pulang membawa makanan untukku berbuka puasa. Beberapa kue manis juga gorengan serta ikan bakar untuk berbuka nanti. Juga buah kurma dan minuman segar pelepas dahaga.
Tidak ada orang di rumah ketika aku pulang. Aku pun menyiapkan semua makanan yang aku beli di atas meja. Barulah setelah itu aku mandi untuk membersihkan diri.
"Allahu Akbar.... Allaaaahu Akbar!"
"Alhamdulillah..."
Ku ucap puji dan syukur ku karena puasa hari ini bisa ku tunaikan sampai selesai. Begitu mendengar adzan, aku pun membatalkan puasaku. Hanya seorang diri di rumah ini, sepi rasanya.
Setelah cukup mengisi perut, aku segera menunaikan 3 raka'at ku sebelum lewat. Baru saja tanganku terangkat ke atas hendak berdoa setelah selesai sholat, ku dengar suara keramaian orang-orang di depan pintu rumah. Ku lantunkan doa sebentar, begitu selesai aku membuka mukena ku dan segera melihat siapa yang datang.
"Lastri! Dimana kamu?!"
Itu suara ibu mertua di depan pintu. Sepertinya, Nilam sudah pulang dari Rumah Sakit. Gegas ku bukakan pintu untuk melihat keadaan Nilam.
"Kenapa lama Lastri?!" Tanya Ibu mertua dengan wajah bersungut.
"Aku habis sholat Bu."
Ibu dan Nilam masuk di dampingi Mas Wawan yang di belakangnya di ikuti oleh Mbak Tatik. Tak kulihat ada Mas Hendra atau isteri mudanya yang ikut menjemput pulang Nilam. Padahal jam kerja sudah berakhir. Aku rasa mereka pulang ke rumah mereka. Dan menuntaskan hasrat mereka disana.
"Bu aku ingin rebahan." Kata Nilam yang masih tampak lemah."
"Tapi ingat, kamu harus mengatakan siapa laki-laki itu?! Sejak kemarin kamu terus mengelak dan menunda pertanyaan Ibu! Ayo di kamar Ibu saja." Ujar Ibu mertua.
"Kok di kamar Ibu sih Bu?! Aku ingin di kamarku Bu."
"Kamarmu sudah dipakai Rara. Jadi kamu sekamar sama Ibu sekarang."
"Tapi Bu...!"
"Sudah jangan banyak protes kamu! Masuk saja ke dalam sana!"
"Mas, kita makan dulu yuk! Banyak makanan disini!" Ujar Mbak Tatik.
Aku tidak tahu, kapan Mbak Tatik tahu-tahu sudah tiba di dapur dan melihat makanan yang aku beli tadi di meja makan. Tanpa malu dan sungkan ia segera mengambil piring dan menyantap makanan tanpa bertanya apa lagi ijin dari ku.
"Mas, cepet sini?!"
"Ck! Kamu saja. Mas masih kenyang. Ibu sudah makan belum? Makan dulu saja sama Tatik." Ujar Mas Wawan.
"Ibu memang lagi laper. Tadi di Rumah Sakit, makanan sudah di habiskan sama Nilam dan Tatik."
"Ya sudah, Ibu makan saja dulu. Biar aku yang menunggu Nilam sebentar." Ujar Mas Wawan.
Ibu mertua beranjak dan berjalan menuju makan.
"Kamu ngapain masih di sini Las? Tidak tarawih kamu?!"
Wah, lihat aku di usir. Ada apa ini? Pandai sekali Mas Wawan menyuruhku tarawih, sedang ia duduk santai di dalam kamar berdua dengan Nilam.
Ah, aku tidak mau ambil pusing. Sebaiknya aku segera ke masjid. Membaca ayat suci Al-qu'ran akan lebih bermanfaat buatku dari pada aku berlama-lama disini.
Bersambung...
Jangan lupa like atau komen ya🙏😊