Cerita ini mengisahkan tentang kehidupan seorang gadis yang sangat ingin merasakan kehangatan dalam sebuah rumah. Tentang seorang gadis yang mendambakan kasih sayang dari keluarganya. Seorang gadis yang di benci ketiga kakak kandungnya karena mereka beranggapan kelahirannya menjadi penyebab kematian ibu mereka. Seorang gadis yang selalu menjadi bulan- bulanan mama tiri dan saudara tirinya. Kehidupan seorang gadis yang harus bertahan melawan penyakit mematikan yang di deritanya. Haruskah ia bertahan? Atau dia harus memilih untuk menyerah dengan kehidupannya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#24
Suster Tasya mengusap bahu Keyla. "Apa yang sedang kamu fikirkan?" Tanya suster Tasya dengan nada lembutnya.
Keyla menatap suster Tasya lalu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis. "Ingin bercerita?" tawar suster Tasya.
"Suster tahu keadaan Zia tidak?" Suster Tasya terdiam. "Aku hanya ingin tahu bagaimana keadaannya tapi tidak ada satupun dari mereka yang ingin memberitahuku." Keluh Keyla.
"Mereka?"
Keyla menganggukkan kepalanya. "Hem. Aga, Nico sama Feli."
"Saya dengar operasinya berhasil. Bahkan saya dengar beberapa hari lagi dia sudah di perbolehkan untuk pulang." Suster Tasya menatap wajah Keyla yang kembali sendu. "Kenapa?"
"Lalu apa suster tahu siapa yang sudah mendonorkan ginjalnya untuk Zia ?" Sunggu Keyla ingin tahu siapa orang yang sudah berbaik hati menggantikan dirinya. Jujur sebenarnya dari awal ada rasa takut di dalam dirinya saat ia memutuskan untuk mendonorkan ginjalnya. Bagaimana jika keputusannya untuk hidup dengan satu ginjal membuat keadaannya semakin memburuk.
Suster Tasya menggelengkan kepalanya. "Saya sendiri tidak tahu. Sebenarnya tanpa sepengetahuan kamu, ketiga temanmu itu sibuk mencari donor ginjal untuk Zia. Dua hari sebelum kamu melakukan operasi ada seorang laki- laki yang menghubungi saya. Ia berkata ingin mendonorkan ginjalnya, lalu saya mengarahkannya untuk pergi ke rumah sakit ini dan menemui dokter Ferdi atau dokter Aldo. Setelah melakukan beberapa tes, dokter Ferdi mengabarkan jika ginjal orang tersebut cocok dengan Zia." Suster Tasya menjeda ucapannya. "Dia meminta identitasnya untuk di rahasiakan. Bahkan uang yang di janjikan oleh ketiga temanmu pun di tolak. Dia benar- benar mendonorkan ginjalnya secara cuma- cuma." Lanjut suster Tasya.
Keyla menghembuskan nafasnya. "Apa mereka tahu?" Ucap Keyla lirih sambil menatap langit malam.
"Tidak. Mereka tidak tahu. Kami merahasiakannya sesuai permintaan pendonor. Jadi mereka tetap mengira kamulah yang mendonorkan ginjal untuk Zia." Jawab suster Tasya. Jika saja suster Tasya tidak sedang menatapnya mungkin suster Tasya tidak sadar jika Keyla baru saja berbicara. "Kenapa? Apa kamu ingin kembali kepada keluargamu?"
Pertanyaan suster Tasya membuat Keyla mengalihkan pandangannya lalu menggeleng pelan. "Lalu kenapa wajahmu seperti itu? Jika kamu ingin kembalipun tidak apa- apa. Mungkin saja mereka nanti bisa memperlakukan kamu dengan baik." Ucap suster Tasya.
"Aku sudah terlalu banyak berharap kepada mereka sus. Yang aku takutkan bagaimana nanti jika mereka tahu bahwa bukan aku yang mendonorkan ginjalnya. Bagaimana jika nanti mereka akan kembali mengikatku. Aku takut jika mereka tidak mau membebaskanku seperti syarat yang sudah aku berikan." Ucap Keyla mengungkapkan segala ketakutannya.
"Keyla capek jika harus kembali selalu di salahkan terus- menerus tanpa tahu aku salah apa.Keyla capek selalu di asingkan dan tidak pernah di anggap oleh mereka. Keyla capek selalu di suruh mengalah untuk Zia. Keyla capek di tuntut ini itu dan harus menuruti kemauan mereka semua." Keyla menghela nafasnya berat. "Bahkan untuk sekedar mengeluhpun aku sudah tidak memiliki tenaga. Terkadang aku rasanya ingin menyerah saja sus." Ucap Keyla sambil menundukkan kepalanya.
Suster Tasya meraih tangan Keyla untuk ia genggam. "Saya tahu rasa lelah, rasa sakit, rasa sedih, rasa putus asa yang kamu rasakan selama ini. Jika kamu ingin menangis maka menangislah." Suster Tasya menatap teduh Keyla.
"Key, dengan kamu menangispun bukan berarti kamu menunjukkan kelemahan atas dirimu. Tetapi menangis adalah pelampiasan terbaik saat kamu tidak bisa mengungkapkan apa yang kamu rasakan dengan kata- kata. Terkadang dengan menangispun bisa menjadi pilihan terbaik untuk kita di saat tidak ada seorang pun yang mau mendengar bahkan peduli dengan diri kita."
"Jika kamu merasa lelah maka berhentilah. Berhentilah hanya untuk sekedar beristirahat, jangan pernah berhenti untuk menyerah. Selelah apapun kamu ingat masih ada satu atau dua orang yang bisa menjadi alasan kuat untuk kamu harus tetap bertahan hidup." Lanjut suster Tasya sambil mengusap lembut punggung tangan Keyla.
Keyla membalas genggaman tangan suster Tasya. Ia tatap wajah teduh yang tak pernah bosan memberinya semangat. Keyla tersenyum. "Terima kasih. Terima kasih untuk semuanya yang sudah suster lakukan untuk Keyla." Ucap Keyla tulus. Suster Tasya merentangkan kedua tangannya dan tanpa ragu Keyla menyambut pelukkan itu. Ia meletakkan kepalanya pada bahu suster Tasya sambil menikmati usapan hangat pada lengannya.
Keyla merasa nyaman hingga membuatnya memejamkan mata. "Ah.. Apa sehangat dan senyaman ini pelukkan seorang ibu." Ucap Keyla lirih yang masih bisa di dengar suster Tasya.
"Jika kamu tidak keberatan kamu bisa memanggil saya ibu. Kamu bisa menganggap saya sebagai ibu kamu." Mendengar ucapan suster Tasya membuat Keyla semakin mengeratkan pelukkannya.
"Ibu.. Ibu.. Ibu." Panggil Keyla berulang- ulang dengan air mata yang mengalir.
.
.
Dikarenakan ini hari sabtu, Aga, Fali dan Nico sudah berkumpul di ruangan Keyla. Mereka bertiga memutuskan untuk menemani sahabatnya itu untuk melakukan Kemoterapi.
"Ini masih pagi, kenapa kalian semua sudah ada disini?" Protes Keyla kepada ketiga sahabatnya.
Feli mengerucutkan bibirnya. "Memang kenapa sih kalau kita ada disini? Lagi pula ini hari sabtu kalau kamu lupa."
"Kami ingin menemani kamu sarapan Key." Jawab Nico sambil menunjukkan makanan yang tadi sempat mereka beli saat dalam perjalanan ke rumah sakit..
"Apa kamu lupa jika aku harus berpuasa." Keyla mengingatkan.
"Ya sudah kalau begitu biar kami bertiga yang makan. Punyamu untuk nanti setelah Kemo. Atau nanti biar Nico yang membelikanmu makanan yang baru sesuai keinginanmu." Ucap Feli.
"Tersereah kalian berdua." Keyla mengalihkan pandangannya. Ia menatap Aga yang sedari tadi menatapnya tanpa berbicara.
"Kamu kenapa Ga? Kamu tidak makan?" Tanyanya.
Aga menggelengkan kepalanya. "Aku tidak apa- apa. Bagaimana perasaan kamu hari ini?"
Keyla tersenyum tipis. "Seperti yang kamu lihat. Aku baik- baik saja. Yaaahhh walaupun sedikit gugup." Ucapan terakhir Keyla membuat aktivitas makan Feli dan Nico terhenti. "Kenapa kalian semua menatapku seperti itu? Aku hanya merasa sedikit gugup saja." Ulang Keyla.
"Key. Apa kamu masih tidak ingin memberi tahu kak Mahen bagaimana dengan kondisimu?" Tanya Aga. "Kak Mahen berhak tahu kondisimu."
"Jangan. Jangan beri tahu kak Mahen. Lagi pula kata siapa dia berhak tahu bagaimana kondisiku. Dia tidak berhak tahu." Ucap Keyla.
Aga menghela nafasnya. Ia mendudukkan diri di kasur Keyla. "Sampai kapan Key? sampai kapan kamu tidak akan memberitahunya?" Tanya Aga.
"Nanti setelah aku sembuh." Final Keyla.
"Dia masih kakakmu Key." Aga masih berusaha untuk membujuk Keyla.
"Justru karena dia kakakku aku tidak mau dia sampai tahu. Untuk sekarang biarkan dia bahagia bersama adik kesayangannya. Aku tidak ingin menjadi perusak untuk kebahagiannya. Kak Mahen sudah bilang akan bahagia jika Zia selamat." Ucap Keyla.
"Kamu tidak berfikiran untuk menyerah kan Key?" Tebak Aga.
Keyla menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku masih ingin sembuh. Maka dari itu aku masih mau melakukan kemo ini. Tapi aku takut untuk berharap. Aku sudah lelah untuk berharap Ga. Jadi bagaimanapun keadaanku kedepannya, aku hanya meminta yang terbaik." Keyla menatap Aga. "Jadi aku mohon untuk saat ini jangan beritahu siapapun dari mereka tentang kondisiku. Aku mohon." Mohon Keyla.
"Kamu akan sembuh. Kamu pasti sembuh. Kamu harus sembuh. Kami akan mengusahakan cara apapun untuk menyembuhkanmu." Ucap Aga.
Di luar kamar rawat Keyla ada Mahen yang sedang menahan tangisannya saat mendengarkan percakapan antara Keyla dan Aga. Apa Keyla sebenci itu dengan dirinya? Apa Keyla sekecewa itu terhadap dirinya? Apa Keyla sebegitu tidak ingin bertemu dengan dirinya? Masih banyak lagi pertanyaan yang ada di kepala Mahen.
"Bunda apa yang harus Mahen lakukan sekarang untuk bisa mendapatkan maaf dari Keyla? Apa yang harus Mahen lakukan untuk mengembalikan kepercayaan Keyla ?" Tanya Mahen sambil mendongakkan kepalanya menatap langit.