Nuri terpaksa menerima perjanjian pernikahan 9 bulan yang ditawarkan Sabda, kerena Dennis, pria yang menghamilinya meninggal dunia. Sabda adalah kakak Dennis dan sudah memiliki istri. 9 bulan itu menjadi masa yang sulit bagi Nuri karena dia selalu mendapatkan intimidasi dari mertuanya dan istri pertama Sabda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Diam-diam, Yulia mengintip kegiatan didapur pagi ini. Dia tak bisa mengulur waktu lagi. Sudah 3 hari Sabda berada di Jepang. Dan hari ini, misinya harus berhasil.
Melihat Nuri sedang membuat teh, dia langsung tersenyum. Ini kesempatan emas baginya. Tak berlama lama, dia langsung masuk kedalam dapur.
"Bi Diah, tolong belikan saya obat magh. Kambung saya lagi kambuh." Yulia pura-pura meringis sambil memegangi perutnya.
"Biar saya saja Nyah," Tutik menawarkan diri. Dia kasihan kalau Bi Diah yang lebih tua darinya, harus jalan jauh ke apotek.
"Diah saja, kamu kadang lama kalau disuruh suruh. Apalagi kalau ketemu satpam depan rumah, bisa pacaran dulu kamu sama dia." Tutik tertunduk malu. Dulu, dia pernah ke gab pacaran sama satpam depan rumah.
Yulia mengambil uang dari dalam saku lalu memberikannya pada Bi Diah.
"Ibu mau saya buatkan teh herbal? Atau mungkin jahe hangat?" tawar Nuri. Meskipun Yulia sering jahat padanya, tapi melihat wanita itu sakit, dia kasihan juga. Mungkin saja sedikit perhatian bisa melunakkan hatinya
"Tidak perlu," sahut Yulia ketus. "Lebih baik kau ambilkan ponselku yang tertinggal di kamar saja."
"Kamar?" Nuri merasa sedikit heran mendengar Yulia menyuruhnya masuk kedalam kamarnya. Padahal biasanya, mertuanya itu, melarang keras dia masuk kesana.
"Kenapa, kau tidak mau?" bentak Yulia.
"Baik Bu, akan aku ambilkan." Nuri gegas menuju kamar Yulia.
Dua orang sudah berhasil dia singkirkan dari dapur. Tinggal dia dan Tutik sekarang. Jadi dia hanya perlu mengalihkan pandangan wanita itu.
Yulia berjalan kearah meja dapur. Mendekati teh yang tadi dibuat Nuri. Matanya berbinar. Tinggal selangkah lagi, dia akan bisa menyingkirkan anak dalam kandungan Nuri. Dan jika anak itu tiada, secara otomatis, Nuri juga akan hengkang dari rumah ini. Karena adanya Nuri disini, karena anak itu.
"Tut, coba kamu cek, apa saja yang habis dikulkas. Nanti biar kalau Fasya keluar, dia sekalian belanja."
Tutik yang sedang menyiangi kangkung, segera meninggalkan pekerjaannya. Berjalan kearah kulkas untuk mengecek isinya.
Saat Tutik fokus kearah kulkas, Yulia mengeluarkan botol kecil yang ada dikantong celananya. Obat yang dia pesan khusus dari temannya. Sengaja dia membelakangi cctv agar ulahnya tak kelihatan. Sambil tersenyum, dia menuangkan isi dari botol tersebut kedalam gelas berisi teh yang Nuri buat tadi. Sesuai petunjuk temannya, karena dosisnya tinggi, dia hanya perlu mencampurkan setengah botol saja.
"Apa yang Nyonya masukkan tadi?"
Yulia kaget saat Tutik memergoki aksinya. Sampai-sampai, botol kecil yang isinya tinggal setengah, jatuh kelantai dan tumpah. Padahal, niatnya akan dia simpan kembali. Jaga jaga jika percobaan pertama sampai gagal.
"Nyonya mau mencelakakan Nuri?"
"Diam kamu," bentak Yulia. Dia mengambil botol yang tergeletak dilantai lalu menyimpannya kembali kedalam saku. "Saya minta kamu tutup mulut. Biarkan Nuri meminum tehnya."
"Tapi apa yang tadi Nyonya masukkan kedalam teh itu?"
"Kamu tak perlu tahu. Yang perlu kamu lakukan sekarang dan nanti, hanyalah tutup mulut. Tenang, ada bayarannya untuk itu." Yulia tak terlalu khawatir pada Tutik. Dia tahu jika artnya itu sangat butuh uang. Jadi sangat mudah untuk membuatnya tutup mulut.
"Ta_"
"Tutup mulut atau dipecat, hanya itu pilihannya," ancam Yulia.
Mendengar derap langkah mendekat, Yulia cepat-cepat kembali ke tempatnya duduk. Pura pura jika barusan tak terjadi apa apa.
"Ini ponselnya Bu." Nuri yang baru datang, meletakkan ponsel Yulia diatas meja tepat dihadapan mertuanya itu.
Tutik bingung harus berbuat apa. Saat ini, dia hanya berharap agar Nuri tak meminum teh yang telah dicampur sesuatu oleh Yulia.
Saat Nuri berjalan ke tempat dia meletakkan teh, Yulia menatap Tutik tajam. Tatapan penuh intimidasi agar Tutik tutup mulut.
Melihat Nuri memegang gelas tehnya, jantung Tutik bekerja dua kali lebih cepat. Tubuhnya gemetaran, dan keringat dingin keluar dari pori pori kulitnya.
Yulia tersenyum miring melihat Nuri yang telah mengangkat gelas tersebut. Beberapa saat lagi, dia akan menyaksikan kehancuran Nuri. Dan saat itu tejadi, dia akan tertawa penuh kemenangan.