NovelToon NovelToon
Nekat Ngelamar Gus Tamvan

Nekat Ngelamar Gus Tamvan

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

dengan gemetar... Alya berucap, "apakah kamu mau menjadi imam ku?? " akhirnya kata kata itu pun keluar dari lisan Alya yg sejak tadi hanya berdiam membisu.

"hahhh!!! apa!!... kamu ngelamar saya? "ucap afnan kaget
sambil menunjuk jari telunjuknya ke mukanya sendiri.
dengan bibir yg ber gemetar, Alya menjawab" i ii-iya, saya ngelamar kamu, tapi terserah padamu, mau atau tidaknya dgn aku... aku melakukan ini juga terpaksa, nggak ada pilihan.... maaf kalo membuat mu sedikit syokk dgn hal ini"ucap Alya yg akhirnya tidak rerbata bata lagi.
dgn memberanikan diri, afnan menatap mata indah milik Alya, lalu menunduk kembali... karna ketidak kuasa annya memandang mata indah itu...
afnan terdiam sejenak, lalu berkata "tolong lepaskan masker mu, aku mau memandang wajahmu sekali saja"

apakah Alya akan melepaskan masker nya? apakah afnan akan menerima lamaran Alya? tanpa berlama-lama... langsung baca aja kelanjutan cerita nya🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

desakan dari mamah

"Alya, mamah nggak mau tahu lagi! Kamu harus ambil keputusan sekarang. Udah banyak laki-laki yang ngelamar kamu, tapi kamu yang nggak pernah mau. Sekarang mamah kasih kamu pilihan, anaknya teman mamah—dia kaya, ganteng, hidupmu pasti bakal terjamin kalau sama dia," tegas Maryam di ujung telepon dengan nada yang berat namun terpaksa.

Alya menggigit bibirnya, menahan amarah yang hampir pecah. "Ya Allah, Mah... Alya masih sekolah! Alya belum kepikiran nikah, Mah. Alya tahu kondisi kita sekarang, tapi Alya nggak mau dibebani terus soal ini. Alya nyaman, kok, sama hidup kita yang sederhana," balas Alya, suaranya mulai bergetar.

Maryam menarik napas panjang, suaranya lebih lembut namun tetap memaksa. "Nak, mamah nggak jahat ke kamu. Tapi adik-adikmu juga butuh biaya sekolah. Kalau kamu nggak nikah, gimana mamah bisa ngatur semuanya? Sekarang ini mamah cuma berharap kamu bisa bantu keluarga."

Alya terdiam sejenak. Rasanya seperti ditikam dari dua arah. Ibunya melanjutkan, "Kalau Alya nggak mau nikah sama pilihan mamah, ya sudah. Cari sendiri lelaki yang lebih baik. Yang lebih kaya, lebih ganteng, dan lebih berilmu seperti yang kamu bilang!"

Alya mengepalkan tangannya, mencoba mengendalikan diri. "Mah, Alya mau berangkat sekolah. Assalamu’alaikum." Tanpa menunggu balasan, dia memutus telepon, dadanya berdebar keras. Setiap kali mamah menelepon, pembicaraan selalu berakhir dengan pembahasan pernikahan.

***

Di Tengah Lamunan Alya

“Alya! Alya!” Suara seorang perempuan terdengar memanggil Alya, memecah keheningan di sepanjang lorong pesantren. Nafasnya terengah-engah, menunjukkan betapa ia sudah berlari mengejar sahabatnya itu.

“Naila?” Alya menoleh dengan tatapan bingung, seolah baru tersadar dari lamunannya. “Kenapa kamu ngos-ngosan, Nai? Santai aja dong, ngapain buru-buru?”

Naila menatap Alya dengan mata kesal sekaligus cemas. “Ya Allah, Alya! Aku capek tau ngejar kamu dari tadi. Kamu ngelamun apa sih? Aku panggil-panggil juga nggak nyadar! Encok nih pinggang.”

Alya tersenyum tipis, mencoba meredakan kecemasan sahabatnya. “Afwan, Nai. Aku nggak dengar tadi, maaf ya.”

Naila menyipitkan mata, merasa ada sesuatu yang disembunyikan Alya. “Iya aku maafin, tapi jawab dulu. Apa yang kamu pikirin, Ay? Jangan-jangan ada masalah?”

Alya hanya menggeleng, menghindari tatapan Naila. “Nggak ada apa-apa kok. Yuk, kita masuk kelas. Udah sampai nih.”

Namun, Naila tak mudah menyerah. “Yaelah, Ay! Kamu mengalihkan pembicaraan aja. Aku tahu ada sesuatu!”

Sebelum Alya sempat menjawab, bel tanda masuk berbunyi. Ia tersenyum kecil, seolah menyelamatkan diri. “Tuh kan, Ustadz nya udah datang. Yuk!”

 

Di Dalam Kelas

Alya berusaha fokus, namun pikirannya tetap melayang entah ke mana. Hingga tiba-tiba, suara Ustadz Khalid memanggil namanya.

“Alya, bagaimana pendapatmu tentang masalah fiqih ini?”

Semua mata tertuju padanya. Seketika, Alya mengatur nafas, berusaha tenang. Dengan bekal ilmu dari pondok pesantrennya dulu, ia menjawab dengan lancar dan penuh keyakinan.

Ustadz Khalid tersenyum takjub. “Masya Allah, jawaban yang sangat baik, Alya. Antum memang luar biasa.”

Wajah Alya terlihat biasa saja, sementara teman-temannya berbisik-bisik kagum.

 

Istirahat Tiba

“Suit… suit… Cieee, Alya! Dapat pujian dari Ustadz Khalid!” Novi menggoda Alya dengan ekspresi usil.

Alya memutar bola matanya. “Kenapa sih, Nov? Biasa aja kali.”

“Biasa gimana? Ustadz Khalid loh, Ay! Ustadz tampan idaman sejuta santriwati. Kamu nggak nyadar apa?!”

Naila ikut menimpali. “Ay, dia tuh nggak cuma muji, tapi tatapannya tadi kayak... spesial gitu.”

Alya menghela nafas panjang, mencoba menahan kesal. “Kalian lebay banget. Beliau cuma menghargai jawaban aku, itu wajar. Kalau kalian yang jawab, pasti kalian juga dipuji. Udah, jangan bahas ini lagi!”

Melihat Alya mulai jengkel, Naila segera mengganti topik pembicaraan.

Ia tak ingin membuat sahabatnya merasa tidak nyaman. “Oke, Ay, oke. Aku bercanda kok. Yuk, makan. Aku traktir mie ayam favorit kamu!”

Alya tersenyum tipis, meski hatinya masih sedikit gelisah.

***

Alya, gadis dengan tatapan dingin dan sikap acuh, bukan tanpa alasan bersikap demikian kepada laki-laki. Trauma mendalam yang pernah ia alami membuatnya membangun dinding tinggi, menutup rapat hatinya dari kehadiran cinta yang dianggapnya hanya ilusi belaka. Ia belajar bahwa tidak semua orang, terutama lelaki, bisa dipercaya.

Namun, di balik sikap dinginnya, Alya memiliki sisi jahil yang hanya diketahui segelintir orang.

......................

Hari itu, sepulang sekolah, tubuh Alya terasa lelah. Ia merebahkan diri di atas sofa sambil mengeluh pelan, “Ya Rabb... Capeknya...” Tangannya bergerak memijat lehernya yang pegal, sementara matanya menatap langit-langit dengan pandangan kosong.

Setelah beberapa menit beristirahat, Alya mengumpulkan tenaganya. Ia berdiri menuju kamar mandi untuk berwudlu.

Kesegaran air wudhu yang membasuh wajahnya terasa menenangkan. Selepas itu, ia duduk di sudut kamarnya, mempersiapkan diri untuk menghadap Tuhannya.

Suara pelan bacaan wirid mulai memenuhi ruangan. Ratib Haddad dan Ratib Al-Attas menjadi rutinitas yang tak pernah ia tinggalkan sebelum maghrib.

Meski dunia seringkali terasa keras dan penuh tipu daya, Alya selalu menemukan ketenangan dalam sujudnya, menyerahkan segala resah kepada Sang Pemilik Jiwa.

***

Tantangan 30 Hari Alya

Pagi itu, sinar mentari menembus tirai kamar Alya, menghadirkan suasana hangat dan damai. Namun, suasana damai itu terganggu oleh suara rengekan Nila, teman sekost Alya.

"Ayang, bangun dong... Telat terus sholat subuhnya, ih!" rengek Nila kepada kekasihnya melalui ponsel.

Alya yang mendengar percakapan itu hanya memutar bola matanya sambil menahan tawa kecil. “Ya Rabb... Penghancur suasana banget nih orang,” gumam Alya, merasa geli sekaligus tidak betah berada di kamar.

Ia memilih keluar, menghirup udara segar pagi. Dengan mengenakan gamisnya, Alya berlari-lari kecil di halaman depan kost.

Tiba-tiba, suara ponselnya berdering. Alya segera merogoh sakunya dan melihat nama "Mama" tertera di layar. Ia mengernyit, merasa heran. Biasanya ibunya terlalu sibuk di pagi hari untuk mengurus adiknya, Humaira.

“Assalamu’alaikum, Mah. Tumben pagi-pagi nelpon Aya?” sapanya.

“Wa’alaikumussalam. Gimana kabarnya Aya hari ini? Sehat?” jawab Maryam, ibunda Alya, dengan nada yang tak biasa.

Alya semakin bingung. “Tumben, Mah, nanyain kabar? Ada apa nih?” tanyanya langsung, tidak ingin bertele-tele.

Setelah jeda beberapa detik, Maryam mulai berbicara dengan suara pelan namun penuh tekanan. “Nak, sudah dipikirkan penawaran Mama yang kemarin?”

Alya terdiam. Pertanyaan itu langsung menghantam hatinya. “Mah, Aya masih sekolah...” jawab Alya mencoba menjelaskan, tetapi ibunya segera memotong.

“Nak, kamu harus ngerti keadaan keluarga kita sekarang. Adik-adikmu juga butuh biaya sekolah. Mama nggak punya pilihan lain selain ini. Kamu harus terima perjodohan dengan anaknya teman Mama. Kalau nggak mau, kamu harus cari calon yang lebih baik dalam waktu 30 hari!”

“Tapi, Mah...” Alya mencoba membela diri, namun lagi-lagi ibunya bersikeras.

“Nggak ada tapi! Kalau lebih dari 30 hari kamu belum dapat calon, Mama akan menerima perjodohan ini tanpa persetujuan kamu. Titik!” tegas Maryam, nadanya tegas namun sarat emosi.

Alya menarik napas panjang, menahan rasa kesal yang mulai menyeruak. “Baiklah, kalau itu maunya Mama. Aya akan cari calon sendiri. Kaya, mapan, terhormat itu penting, tapi agama lebih utama. Aya nggak mau menikah dengan orang yang nggak bisa memimpin Aya ke jalan yang benar.”

Maryam terdiam sejenak, lalu berkata, “Kalau begitu, mulai dari sekarang, kamu punya waktu 30 hari. Kalau kamu nggak bisa, jangan salahkan Mama. Mama mau mandi dulu. Assalamu’alaikum.”

Telepon terputus, meninggalkan Alya dalam keheningan. Ia berdiri di bawah sinar matahari pagi, hatinya campur aduk antara kesal, bingung, dan tertantang.

“Baik, Mah. Aya terima tantangan ini. Bismillah, Aya yakin bisa menemukan seseorang yang lebih baik,” gumam Alya pada dirinya sendiri. Dalam hatinya, ia bertekad untuk membuktikan bahwa ia mampu membuat pilihan hidupnya sendiri.

***

Keputusan itu terasa seperti beban yang terlalu berat untuk dipikul Alya. Sebagai seorang gadis yang selama ini hanya fokus pada pendidikan dan impiannya, pikiran tentang pernikahan tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya.

Bahkan, Alya tidak pernah sekalipun berpacaran. Baginya, cinta adalah sesuatu yang abstrak, sementara masa depannya adalah hal yang nyata dan membutuhkan perjuangan keras.

Maryam, ibunya, sebenarnya memahami hal itu.

Maryam sadar bahwa ia sedang memaksa Alya untuk menerima pernikahan di usia muda, sesuatu yang bertentangan dengan prinsip anaknya.

Tetapi sebagai seorang ibu, ia merasa tidak punya pilihan lain. Harapannya hanya satu: melalui pernikahan ini, Alya dapat meringankan beban keluarga sekaligus memiliki kehidupan yang lebih stabil bersama pasangan yang mapan.

Dalam diam, Alya menenangkan hatinya. "Jika memang ini tantangan yang harus aku hadapi, maka aku akan melakukannya dengan caraku. Aku tidak akan menyerah begitu saja pada keputusan yang hanya mementingkan dunia, tanpa mempertimbangkan akhirat," gumamnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
nana_eth
suka bangettt sama part yang ini, soalnya ada poin yang bisa diambil
Rudi Rudi
aku sukaaa bgt cerita kok, yaa kadang aku ketawa" sendiri 😍😭
Rudi Rudi
semangat kk buat novelnya/Smile//Drool/
DZX_ _ _@2456
ahhhhhhh
baper
Edgar
Mengurangi stress dengan membaca cerita ini, sukses thor!
Trà sữa Lemon Little Angel
Mantap banget ceritanya, thor! Bener-bener bikin gue terhanyut!
Kieran
Makin seru aja, gak kerasa udah baca sampai akhir!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!