NovelToon NovelToon
Skandal Perawat Cantik

Skandal Perawat Cantik

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Selingkuh / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Mikayla adalah Perawat Gigi. Ia telah dikhianati oleh pacarnya sendiri yang berselingkuh dengan teman seangkatan perawat. Pacarnya adalah seorang anggota Polri. Namun cintanya kandas menjelang 2 tahun sebelum pernikahannya. Namun ia mengakhiri hubungan dengan pacarnya yang bernama Zaki. Namun disamping itu ia ternyata telah dijodohkan oleh sepupunya yang juga menjadi anggota Polri. Apakah ia akan terus memperjuangkan cintanya dan kembali kepada Zaki, atau lebih memilih menikah dengan sepupunya?

ikuti kisah selanjutnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bertemu Janice

"Ali, Tante Dian. Kok kalian ada disini? Ali sakit ya?"

Suara yang tidak asing terdengar pada indera pendengaran Ali dan Dian.

Dengan kompak mereka menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Hai Janice." Sapa Dian kepada Janice. Mereka saling berpelukan karena cukup lama mereka tidak bertemu.

Ali hanya melihat Janice dengan sekilas, karena masih kesal dalam hatinya ketika mengetahui pacar yang ia cintai pergi dengan laki-laki lain.

"Ali sakit, tante?" Tanya Janice kembali dengan penasaran.

"Iya, Jan. InsyaAllah besok sudah diperbolehkan pulang. Kamu kenapa jarang main ke rumah?" Sahut Dian yang langsung mempersilahkan duduk disebelah Ali.

Ali duduk terhimpit antara mamanya dan Janice. Sangat tidak mengasyikan sekali, terlihat raut wajah Ali yang tadi ingin menikmati suasana di sore hari harus musnah seketika karna kedatangan Janice.

"Hehehee iya tante, aku sibuk kerja. Ali juga kebetulan dinas terus."

Janice menjawab dengan nada pelan dan lirih sambil sesekali melirik wajah Ali yang sedikit masam.

Belum sempat menjawab percakapan Janice, ponsel Dian berdering.

Segera ia merogoh ponsel yang berada di dalam tas jinjing warna putih tulang.

"Hallo iya, Pa?" Rupanya Omar yang telah menelponnya.

"Oh iya, tunggu ya mama kesitu." Ucap Dian kemudian disusul terputusnya panggilan suara itu.

"Al, mama ke tempat papa dulu ya. Kamu tunggu disini saja ditemani Janice. Nggak apa-apa kan, Janice?" Ujar Dian yang tampak terburu-buru ingin segera menghampiri Omar.

Ali mengangguk pelan. Disusul anggukan Janice.

"Iya tante, aku akan temani Ali." Sahut Janice.

"Terima kasih ya, Janice. Nanti tante kesini lagi kok. Ini ada perlu sebentar." Dian segera berjalan menjauhi Ali dan Janice.

Tinggalah Ali dan Janice berdua ditemani suara gemercik air dari kolam ikan.

Kedua nya membisu. Janice kemudian berdehem pelan.

"Al, kamu masih marah ya sama aku? Kamu sakit apa, sayang? Sejak kapan kamu sakit? Kok nggak info ke aku kalau kamu di rawat?" Janice akhirnya membuka pembicaraan supaya tidak canggung dan sepi layaknya kuburan.

Ali hanya diam membisu tidak menghiraukan ucapan dari Janice.

Janice segera berpindah posisi berjongkok dihadapan Ali dan menumpukan kedua tangannya ke kedua lutut Ali.

"Bangun nggak? Malu dilihatin banyak orang." Pinta Ali dengan segera dan berusaha menyuruh Janice untuk berpindah duduk menjadi disebelahnya.

"Habisnya kamu nggak jawab pertanyaan aku. Aku kangen banget sama kamu, sayang." Janice sedikit melembutkan suaranya agar Ali menjadi iba.

"Bukannya kamu yang sibuk nggak pernah ada waktu buat aku? Kamu selalu sibuk jalan dengan laki-laki lain! Makanya kamu lupa sama aku." Ali tampak meluapkan segala uneg-uneg yang ada di hatinya.

"Ya ampun, sayang. Kamu yang selalu dinas terus sampai nggak ada waktu buat aku. Dan laki-laki yang kamu maksud itu cuma saudara jauh aku." Janice menjelaskan dengan seksama agar Ali kembali ceria dan semangat lagi kalau bersamanya.

"Ya namanya pekerjaanku begini. Mau nggak mau ya kamu harus paham konsekuensinya. Sejak awal kamu juga tahu kan? " Ali tidak ingin profesinya disalahkan oleh Janice.

Janice diam menunduk.

"Yakin itu laki-laki saudara kamu walaupun jauh? Saudara bisa juga jadi pacar asal kamu tahu." Ali menambahkan kemudian.

"Iya, sayang. Benar kok aku nggak bohong. Sudah ya tolong maafin aku. Aku mau hubungan kita kembali lagi seperti dulu." Janice memohon kembali untuk dirinya supaya dimaafkan oleh Ali.

Ali hanya terdiam. Angin sepoy-sepoy menerpa wajahnya. Entah apa yang sedang ada dalam benaknya.

Tangan halus Janice menyentuh jemari Ali. Ali menoleh dan mereka saling berpandangan.

"Al, maafin aku. Aku rela dihukum apa saja asal kamu mau maafin aku." Janice memandang Ali dengan mata sayu yang penuh harap.

"Kamu mau aku maafin?" Tanya Ali menatap Janice kekasihnya dengan seksama.

Janice mengangguk dengan cepat dan mata terbuka sangat lebar dengan senyuman manis merekah.

"Kita menikah!" Ali menyatakan sekaligus melamar Janice kembali.

Janice yang tadinya amat sangat menanti ucapan Ali seketika senyum yang tampak lebar lambat laun menciut dan semakin musnah.

"Kenapa? Masih belum siap lagi? Masih mau berkarir lagi? Masih mau ini, masih mau itu lagi?" Ali mencecar Janice dengan pandangan begitu lekat dan sinis.

Dalam hitungan detik tubuh Janice bagaikan tersambar petir.

Ali memang sudah berkali-kali dibohongi Janice. Namun Ali tetap memaafkannya. Bahkan Ali sudah mengajak menikah, namun Janice belum juga bersedia untuk menikah dan masih ingin mengembangkan karirnya.

"Aku pikirkan dulu ya, Al. Aku nggak menolak kok. Tapi beri waktu aku untuk menjawabnya."

Janice menjawab dengan hati berdebar dengan suara lirih nan lembut.

"Baiklah." Jawab Ali singkat dan kembali menatap lurus kedepan.

Ali sudah bisa menebak jawaban demi jawaban Janice, pasti akan seperti itu lagi. Tidak seperti wanita-wanita lain kalau dilamar atau diajak menikah langsung mengiyakan dan sangat bahagia.

Namun Janice malah sebaliknya.

Ya sudahlah, memang sudah seperti itu.

"Kamu disini ngapain? Siapa yang sakit?" Tanya Ali kemudian untuk mencairkan suasana yang sempat menegang.

"Aku sedang menebus obat buat mama, karna di apotek lain nggak ada. Cuma ada di rumah sakit ini." Janice menjawab sambil menunjukkan beberapa kantong obat yang berada di genggamannya.

"Mama sakit apa?" Tanya Ali penasaran. Sinta adalah mama Janice. Ali cukup dekat dengan Sinta. Karena setiap Ali berkunjung mengapeli Janice, pasti selalu Sinta memanjakan lidahnya dengan berbagai masakannya. Maka dari itu Ali sangat dekat dengan Sinta karena Sinta sangat menyayangi Ali seperti anak kandungnya sendiri.

"Ada kelainan pada liver Mama. Belum lama ini, mama di rawat. Makanya kenapa aku jarang menghubungi kamu karena aku sedang mengurus mama. Sedangkan papa masih sibuk kerja di luar kota." Janice tampak sedih dengan kenyataan hidupnya.

Ali melihat raut wajah Janice yang terlihat sedih, hati Ali menjadi iba dan segera meraih jemari milik Janice.

"Yang sabar ya." Ali hanya berucap sedikit saja.

Ingin rasanya ia memeluk Janice untuk menenangkan kekasihnya. Namun disekelilingnya tampak sekali banyak orang yang mondar-mandir dan memperhatikan mereka berdua.

"Sayang, udah sore, aku antar kamu ke kamar ya." Janice langsung menggandeng lengan kekar Ali. Ali mengangguk dan mereka segera bergegas berjalan menuju kamar rawat inap Ali.

***

"Al, mama dan papa pulang kerumah dulu ya. Mama belum pulang ke rumah loh, belum bersih-bersih juga. Kamu ada Janice ini kan." Ujar Dian tiba-tiba.

"Tapi, ma.. " Belum sempat Ali melanjutkan jawabannya, Janice sudah memotong pembicaraan nya.

"Iya tante, om. Nggak apa-apa kok. Aku mau menjaga Ali disini. Kebetulan aku juga sudah lama nggak bertemu dan mengobrol banyak sama Ali." Sahut Janice sambil mengusap punggung tangan Ali.

"Ya sudah kalau begitu, kami pamit dulu ya. Assalamu'alaikum." Dian dan Omar segera meninggalkan ruang rawat inap Ali.

Kini tinggalah Ali dan Janice berdua diruangan.

Janice wanita baik. Cantik dan elegan. Rambutnya panjang tergerai dengan sentuhan curly pada bagian ujung pucuk rambutnya. Memiliki tubuh yang tinggi seperti model. Putih, mulus dan bersih. Tidak lupa selalu wangi tentunya.

"Kamu sudah makan?" Tanya Ali kepada Janice.

"Sudah, sayang. Kamu mau makan ya? Aku suapi ya." Janice melihat ada beberapa makanan yang telah disediakan namun belum dimakan.

"Nanti saja." Ali kemudian mengambil air minum yang berada dimeja samping ranjangnya.

"Kamu sudah mendingan ya, sayang? Kita duduk di sofa saja yuk. Nggak usah di ranjang kalau kamu belum mau istirahat." Pinta Janice pada Ali yang sepertinya Ali belum merasakan kantuk.

Ali dan Janice kini telah duduk berdampingan di sofa yang empuk.

Janice mengambil remote televisi dan kemudian menyetelnya.

Ia mencari saluran televisi dan akhirnya menemukan sebuah film yang sepertinya asyik untuk ditonton.

Janice meraih lengan kiri Ali dan menyandarkan kepalanya dipundak Ali sebelah kiri.

Ali tersenyum simpul. Sudah lama ia tidak merasakan kehangatan ini.

Kemudian Ali menoleh kearah Janice, Janice segera menyadari bahwa Ali sedang menoleh kearahnya.

Keduanya saling bertatapan, saling melemparkan tatapan mata kerinduan.

Ali mengusap wajah Janice dengan lembut menggunakan tangan kanannya.

Namun lama kelamaan usapannya menyamping hingga ke belakang telinga dan tengkuk belakang.

Ali mendekatkan wajahnya ke wajah Janice.

Hingga jarak mereka hanya beberapa centi saja. Hembusan napas mereka beradu dengan hangat dan terasa.

Ali mengecup b*bir mungil milik Janice. Tidak ada penolakan dari Janice. Ali kemudian mel"mat b*bir Janice lebih dalam lagi. Sudah lama ia tidak bertemu dan merasakan sensasi c*uman. Kali ini mereka meluapkan kembali gejolak cintanya.

Janice begitu menikmati lum*tan demi lum*tan halus dari Ali.

Tubuh mereka semakin mendekat dan sangat menempel. Bahkan sudah tidak ada celah.

Ci*man mereka semakin panas. Kamar VVIP sangat nyaman untuk mereka. Karena tidak ada satu pun orang yang dapat melihat aksi mereka.

Tok..

Tok..

Tok.. 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!