Air Mata Pernikahan

Hingga malam hari, Maharani tak kunjung keluar dari dalam kamar. Ia masih tetap saja berada di dalam kamar semenjak memutsukan untuk pulang. Sedangkan Sukma, dan Halisah kini merasa khwatir, terlebih lagi Bastian. Ia benar-benar merasa bersalah, karena tindakanya membuat Maharani memilih untuk pergi dan menutup diri di dalam kamar. Namun, Halisah sudah menyakinkan Bastian, bahwa mungkin saja saat ini Maharani hanya lelah dan butuh istirahat. Bukan sepenuhnya salah Bastian. Tapi tetap saj, Bastian masih merasa bersalah.

Hingga larut malam. Bastian tak kunjung juga bisa memejamkan matanya. Ia memutuskan untuk duduk di teras depan rumah Maharani. Dan saat berada di sana, Halisah yang merasakan haus keluar dari kamar. Dan melihat ke arah pintu yang terbuka. Halisah memutuskan untuk melihat ke depan dan mendapati Bastian yang kini duduk melamun.

"Nak Bastian." Sapa Halisah membuat kesadaran Bastian pulih. Ia langsung menoleh ke arah Halisah dengan senyum mengembang. "Kenapa belum tidur? Apa kau masih memikirkan masalah yang tadi?" Tanya Halisah saat duduk di kursi yang berseblahan dengan Bastian.

"Ibu." Bastian terdia sejenak. Sudah sejak tadi ia memikirkan tentang Maharani. "Aku mencintai Maharani, aku ingin membuatnya bahagia. Tapi jika kehadiranku justru membuat Maharani bersedih. Maka,." Bastain menarik nafas dan menghembuskan nafasnya secara perlahan. "Maka aku siap pergi, aku tidak ingin menjadi penghalang kebahagian Maharani." Lanjut Bastian dengan nada tegas namun terbesit getaran. Bastian sudah memikirkan semuanya secara matang-matang. Memang dirinya mengakui sangat mencintai Maharani, namun, Bastian tidak ingin jika kehadirannya membuat Maharani bersedih. Bastian pun tidak ingin karena kehadirannya membuat bayi yang ada di dalam kandungan Maharani menjadi kenapa-kenapa.

"Bastian." Ucap Halisah, yang merasa sangat terharu dengan keputusan yang telah di ambil oleh Bastian. Dua pria yang pernah dekat dengan Maharani memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Jika Agam tidak ingin melepas karena beralasan masih sangat cinta, namun tidak pernah memikirkan perasaan Maharani sedikit pun. Sedangkan Bastian, yang juga mengaku cinta namun bisa merelakan asal Maharani bisa hidup bahagia dengan pilihannya. "Kau yakin akan mundur sekarang?" Tanya Halisah yang sudah mulai merasa nyaman dengan kehadiran dan kebaikan yang di berikan oleh Bastian dan juga oleh Sukma, orang tua Bastian. Mereka yang begitu sangat tulus memperhatikan Maharani tanpa meminta balasan satupun.

Bastian tersenyum. "Sulit bu, tapi aku akan mencoba demi kebahagiaan Maharani." Jawab Bastian.

Di dalam sana Sukma mengusap air matanya mendengar ucapan sang anak. Anak yang di rawatnya penuh dengan kasih sayang kini telah menjadi anak yang begitu dewasa dan memiliki sifat yang benar-benar bertanggung jawab dan serta tidak egois. Anak yang baru pertama kali jatuh cinta tapi rela melepaskan cintanya demi kebahagiaan wanita yang ka cintai. Anak yang memiliki kekuasaan yang sangat besar namun tidak ada sedikitpun niatnya untuk menggunakan itu demi merebut paksa hati wanitanya.

•••

Hingga larut malam.

Arini berjalan sempoyongan memasuki rumah. Sedangkan Ramayani yang berada di dalam sana ternyata masih sangat setia menunggu kepulangan Arini. Saat mendengar pintu terbuka, Ramayani langsung menyalakan lampu, sehingga membuat Arini sedikit terkejut dengan kehadiran mertuanya yang berdiri tepat di hadapannya.

"Ibu, kau mengagetkan ku saja." Kata Arini sambil tertawa.

"Kau mabuk Arini?" Tanya Ramayani sambil mengendus-ngendus tubuh Arini, dan benar saja Arini pulang dalam keadaan yang berbau minuman alkohol. "Dasar menantu tidak tahu diri." Ramayani menarik paksa lengan Arini.

"Ibu lepaskan. Aku tidak mabuk bu. Lepaskan tangan ku." Teriak Arini sambil berusaha melepaskan tanganya dari Ramayani. Namun Ramayani yang memiliki umur tidak lagi muda, tapi masih memiliki kekuatan untuk melawan Arini. Dengan cepat Ramayani menarik lengan Arini menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur.

BYUUURRRRR.....

Ramayani mengguyur tubuh Arini dengan air.

"Ibu dingin. Apa yang kau lakukan." Teriak Arini yang tidak terima dengan apa yang barusan ia dapatkan dari ibu mertuanya.

"Kau itu, dasar menantu tidak tahu diri. Keluyuran saja kerjamu. Kau lupa, jika sudah menikah dan memiliki anak."

"Ibu, aku bekerja. Kau bisa memberikan Agra ke Agam agar dia menjaganya. Dia kan tidak bekerja."

Mendengar kata itu, Ramayani langsung naik pitam. Ia langsung menampar dengan sangat keras pipi Arini.

PLAKKK...

"Kau benar-benar wanita tidak tahu diri."

"Pantas saja Maharani pergi, pantas saja Maharani tidak betah di rumah ini. Ternyata dia memiliki ibu mertua yang sangat kejam."

"Arini.." Teriak Ramayani dengan keras dan ingin kembali menampar pipi Arini, namun Arini dengan spontan menahan tangan Ramayani lalu mendorong tubuh Ramayani sehingga membuat Ramayani jatuh tersungkur di lantai kamar mandi.

"Ibu.. Ibu.." Panggil Arini saat melihat darah segar keluar dari kepala Ramayani. "Ibu sadarlah."