Air Mata Pernikahan

Air Mata Pernikahan

Bab 1

“Ibu lepaskan. Sakit bu, hikkksss, hikkkss, hikkkkss,.” Tagis Maharani saat merasakan sakit di legan saat ibu mertuanya menarik tangannya dengan sangat keras.

Ramayani, ibu mertua Maharani, selalu saja memperlakukan Maharani dengan seenaknya. Jika Agam, sang anak pergi bekerja, maka dengan penuh kebahagiaan Ramayani langsung memberikan pelajaran pada menantunya, Maharani.

“Menangislah terus. Tidak akan ada yang mau menolongmu” Ucap Ramayani dengan lantangnya, sambil terus menyeret Maharani, hingga keluar dari kamar.

Sejak pertama menjadi menantu di rumah ini, Maharani sama sekali tidak di anggap keberadaannya. Ia hanya mempunyai status menantu tapi tidak mendapatkan perlakuan yang baik. Terbukti, sejak hari pertama menikah, dan menjadi istri dari Agam, Maharani selalu mendaptkan cibiran dari ibu mertuanya, bahkan di hari kedua Maharani menjadi menantu, mertuanya langsung memerintahkan Maharani untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tanpa di bantu sama sekali oleh asisten rumah tangga.

“Bu, sakit. Tolong lepaskan.” Kata Mahari memohon. Dan bukannya melepas, Ramayani justru menarik semakin keras lengan Maharani.

“Enak sekali kau jadi istri. Suamimu kerja, capek-capek cari uang dan kau! Dengan santainya berbaring di tempat tidur.” Kecam Ramayani yang selalu menjadikan alasan tidur untuk terus memaki dan memarahi Maharani.

Ada saja alasan tiap harinya, agar dirinya bisa membuat Maharani tidak betah dan memilih pergi, agar niatnya untuk melakukan perjodohan yang sempat tertuda dulu, bisa kembali terjadi.

“Sekarang bersihkan rumah ini. Jangan sampai ada debu setitik pun. Jika ada, maka aku tidak akan memberikan makanan padamu. Walau hanya sebiji nasi.” Ancamnya sambil menghempaskan Maharani ke lantai.

Sakit? Yah, tentu sakit. Namun, Maharani hanya bisa terdiam. Ia menghapus air matanya lalu berdiri dan mengambil alat untuk membersihkan lantai.

Pernikahan yang Maharani harapkan dan impian, kini harus seperti neraka karena ada mertua yang harus terlibat dan ikut campur di dalam rumah tangga mereka.

Dahulu, rumah tangga Maharani begitu sempurna akan ketentraman dan begitu indah meskipun Maharani mendapatkan kecaman, tapi, karena cinta yang di berikan oleh Agam mampun membuat Maharani sabar menghandapi sang ibu mertua.

Namun, seiring berjalannya waktu, hingga menuju lima tahun pernikahan, Maharani tak kunjung hamil. Sehingga membuat sang ibu mertua yang begitu mendambakan seorang cucu, selalu menyalahkan Maharai. Selalu berkata jika Maharani adalah wanita mandul yang tidak dapat memberikan dirinya seorang cucu. Dan alasan itulah yang selalu di gunakan agar Agam mau menceraikan Maharani, dan menikah dengan wanita pilihannya.

Hingga sore menjelang. Maharani masih juga membersihkan rumah tubuhnya sudah mulai linglu karena kelelahan dan menahan lapar dan dahaga.

“Ya Rabb kuatkan aku.” Gumam Maharani sambil menyeka keringat yang ada di dahinya.

“Nyonya, istirahatlah. Biar saya yang melanjutkan pekerjaan ini.” Tawar Sri, asisten rumah tangga.

“Tidak bi. Nanti bibi bisa dapat amarah dari mertuaku” tolak Maharani yang tidak ingin memberikan beban pada Sri. Karena selama ini, jika Sri membantu Maharani yang ada Sri pun juga ikut mendapatkan hukuman.

“Tapi nyonya..”

“Bi, tolong dengarkan perkataanku. Lebih baik bibi jangan membantuku.”

“Nyonya.” Lirih Sri yang merasa kasihan melihat nyonya mudanya yang setiap hari harus mendapatkan hukuman dari mertuanya.

“Anda begitu baik nyonya. Tapi kenapa nyonya besar selalu saja marah. Saya harap suatu saat nyonya bisa kembali merasakan bahagia sama seperti dulu lagi.” Batin Sri.

•••••

Agam yang baru saja pulang bekerja, langsung bergegas menaiki anak tangga menuju kamar pribadinya. Kamae, dimana sang istri tercinta pasti telah menunggu kehadirannya.

“Sayang.” Panggil Agam Mahendra saat membuka pintu kamarnya.

“Kau terlihat pucat, apa kau sakit?” tanya Agam saat duduk di tepi tempat tidur, dimana saat ini Maharani sedang berbaring.

“Agam, maaf aku tidak menyambut kepulanganmu.” Sesal Maharani, karena ia merasa lelah bekerja seharian sehingga ia beristirahat dan tidak menyambut suami tercintanya pulang bekerja.

“Tidak apa sayang. Aku mengerti kau pasti lelah.” Ucap Agam lalu mengusap pucuk kepala Maharani.

“Apa hari ini ibu memarahimu?” Tanya Agam. Karena Agam tahu betul, jika ibunya tidak menyukai Maharani.

“Tidak sayang. Hari ini, aku hanya berdiam diri di dalam kamar.” Bohong Maharani karena tidak ingin melihat sang suami bertengkah dengan orang tuanya.

“Syukurlah. Kalau begitu aku mandi dulu.”

Dengan cepat Maharani bangun dan membantu membuka satu persatu kancing baju kemeja Agam.

“Agam. Maaf, maaf karena belum bisa memberikan mu seorang anak.” Ucap Maharani dengan nada suara yang mulai bergetar.

“Sayang.” Panggil Agam sambil mengangkat dagu Maharani agar wajah mereka bisa saling bertatapan.

“Jangan pikirkan hal itu. Aku bahagia dengan pernikahan kita. Ada atau tidak adanya seorang anak, tidak akan merubah cintaku padamu. Percayalah.”

“Agam...” Lirihnya sambil memeluk tubuh Agam. Air mata Maharani keluar tanpa henti di dalam pelukan sang suami.

Sudah banyak cara yang mereka lakukan bersama selama lima tahun ini, agar bisa mendapatkan momongan, namun semua hasil percuma. Tidak ada yang membawakan hasil bahagia. Padahal, secara pemeriksaan dokter di nyatakan jika keduanya sama-sama sehat tidak ada kendala sama sekali.

“Terima kasih atas cintamu yang tanpa syarat. Aku bersyukur karena Tuhan, menghadirkanmu menjadi pendamping hidupku.” Ucap Maharani dengan tulus di selah tangisnya.

“Aku yang bersyukur sayang. Bisa mendapatkan istri sebaik dan sesabar dirimu.”

••••

Keesokan harinya, suasanya sama seperti biasa, dimana Agam, Maharani dan juga Ramayani menikmati sarapan bersama, namun tiba-tiba saja Ramayani berkata yang membuat Maharani lemas seketika.

“Menikahlah dengan Arini.” Pinta Ramayani, di sela mereka sarapan pagi.

Seketika sendok yang di pegang oleh Maharani langsung terjatuh. Entah kenapa mendengar ucapan sang mertua, membuat Maharani seperti kehilangan kekuatan.

Bagai di sambar petir di pagi hari. Ya, itu adalah kalimat yang tepat. Kenapa ibu mertuanya langsung berfikir untuk kembali menikahkan putranya. Padahal jelas, jika hubungan rumah tangganya dengan Agam baik-baik saja. Ada apa ini? Apakah hanya karena Maharani belum hamil, sehingga sang ibu mertua dengan gampangnya mengatakan untuk kembali menikahkan anaknya.

Apakah Ramayani tidak memiliki hati?

“Ibu.” Bentak Agam. Yang tidak suka dengan apa yang ibunya katakan.

“Agam. Dengarkan ibu.” Bentak sang ibu.

“Kau butuh keturunan, dan ibu butuh cucu. Jika kau terus seperti ini, bagaimana bisa ibu memiliki cucu. Sedangkan Maharani mandul.” Ucapnya sambil menatap sinis pada Maharani. Kata mandul, di tekan dengan sangat keras, seakan ingin membuat Maharani sadar.

“Ibu. Maharani sehat, dan aku pun sehat. Jadi jangan bahas hal itu lagi.” Kata Agam dengan nada yang mulai meninggi.

Agam pusing, emosinya sudah mulai terpancing. Setiap hari, bahkan hampir setiap bertemu sang ibu di dalam rumah,, ibunya selalu berkata ‘menikahlah dengan Arini.’

Sungguh Agam tidak tahu dengan jalan pikiran ibunya. Benarkah ibunya seorang wanita? Tidak kah ibunya merasa iba kepada Maharani. Mereka sama-sama wanita.

“Bagaimana bisa sehat? Sedangkan pernikahan kalian sudah lebih dari lima tahun. Tapi apa ini? Sampai sekarang kalian belum memiliki anak. Dan itu karena Maharani mandul.”

“Ibu.” Teriak Agam tidak terima. Namun Maharani menggenggam tangan suaminya dengan lembut, agar tidak melawan pada Ramayani.

“Sayang.” Lirih Maharani,

“Jangan dengarkan perkataan ibu.” Ucap Agam sambil berdiri dan menarik tangan Maharani agar bisa menjauh dari sang ibu.

“Menikahlah dengan Arini, ibu yakin, Arini dapat memberikan mu seorang anak.” Teriak Ramayani saat Agam sudah berjalan sambil menarik tangan Maharani.

Lagi dan lagi. Selalu saja cucu yang menjadi perdebatan, dan selalu saja masalah pernikahan yang selalu di bahas oleh Ramayani ketika mereka bersama.

“Sayang, maafkan ibu. Dan jangan dengarkan perkataan ibu.” Ucap Agam mengusap pucuk kepala Maharani, lalu membawa tubuh Maharani ke dalam pelukannya.

“Aku mencintaimu. Tidak ada wanita lain yang mampu menggantikanmu di dalam hatiku. Hanya kamu, kamu, dan kamu.” Kata Agam menenangkan Maharani.

Ya, benar. Agam memang sangat mencintai Maharani, mencintai segala sesuatu yang ada di dalam diri istrinya. Agam tidak pernah perduli, ada atau tidak adanya anak di dalam pernikahan mereka. Agam hanya memegang satu prisip, yaitu ia akan mencintai Maharani hari ini, esok hingga selamanya.

“Sayang.” Ucap Maharani dengan suara lirih, dengan nada yang bergetar. Tangis yang sejak tadi ia tahan kini telah keluar membahasi pipi mulusnya.

Sakit, kecewa, semua bercampur menjadi satu. Setiap hari, bahkan hampir tiap jam, ibu mertuanya selalu menorek luka di dalam hati Maharani, luka yang belum sembuh kini tergores kembali karena kata-kata yang selalu terucap dari Ramayani, ibu mertuanya.

“Aku percaya padamu. Aku pun juga sangat mencintaimu.”

“Percaya padaku, tidak ada satu pun wanita yang aku cintai selain dirimu.”

“Ya sayang.”

“Kalau begitu, aku pergi kerja dulu. Baik-baik di rumah. Dan abaikan saja perkataan ibu.” Ucap Agam setelah melerai pelukannya.

“Hari ini mungkin aku akan telat pulang. Jadi tidak usah menungguku sayang.”

“Baiklah.”

“Aku mencintaimu hari ini esok dan sampai seterusnya.”

“Aku juga.”

••••

Prok.. Prok.. Prok..

Ramayani bertepuk tangan saat Agam telah berangkat bekerja. Sungguh sangat lihai dan pandainya wanita ini, merebut hati anaknya. Sehingga sang anak tidak dapat mendengarkan ucapannya lagi.

“Kau sangat pandai merayu anakku.” Sinis Ramayani.

“Ibu.” Ucap Maharani yang tidak terima dengan perkataan ibu mertuanya. Yang bilang jika dirinya pandai merayu.

Merayu? Untuk apa Maharani merayu? Bukan kah Maharani dan Agam memang saling mencintai satu sama lainnya,.

“Ingat! Kau hanya menantu yang mandul. Jadi jangan terlalu berharap banyak.”

“Ibu.” Teriak Maharani dengan nada yang sedikit meninggi. Sungguh Maharani muak mendengar perkataan ‘mandul’ yang terus terucap dari bibir Ramayani.

“Aku tidak mandul, hanya saya Tuhan belum memberikan kami kepercayaan untuk memiliki anak.”

“Lalu, apa kata lain selain mandul?” Tanya Ramayani. Namun Maharani hanya diam, tidak mampu untuk menjawab.

“Kuperingatkan padamu. Arini akan menjadi menantuku dan akan memberikanku cucu dan memberikan Agam seorang anak. Jadi jangan halangi niatku untuk menikahkan putraku dengan Arini” Ucapnya lalu meninggalkan Maharani yang masih berdiri di pekarangan rumah.

“Ya Rabb. Cobaan apa lagi ini. Apa yang terjadi, kenapa rumah tangga yang aku harapkan indah jauh dari kata sempurna, kenapa ya Rabb?? Kenapa ibu mertuaku begitu nekat ingin menikahkan suamiku. Ya Rabb, tolong, titip padaku bayi di dalam rahimku ini. Agar Agam suamiku tidak menikahi dengan wanita lain.”

Terpopuler

Comments

Musniwati Elikibasmahulette

Musniwati Elikibasmahulette

jengkel aku ,kalau mau komentar ,pasti iklannya kelamaan ,akhirnya lupa mau komentar apa

2023-05-24

1

💞®²👸ᖽᐸ🅤ᘉᎿ🅘💞

💞®²👸ᖽᐸ🅤ᘉᎿ🅘💞

Kangen k Rini🥲

2023-04-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!