Mantan Simpanan

Disaat Arden sedang sibuk bekerja, Dea juga sibuk dengan pikirannya sendiri.

Sampai akhirnya saat siang tiba dia mengambil sebuah keputusan penting dalam hidupnya.

Kabur dari Arden.

Dea sadar jika seperti ini terus maka dia yang akan kalah. Dea paling tidak bisa melihat wajah Arden yang murung, paling tidak bisa melihat wajah pria tampan itu kesepian. Dea lemah, dia terlalu cinta.

Karena itulah Dea memutuskan untuk kabur saja, jika tidak nelihat wajah Arden, Dea yakin dia bisa pelan-pelan melupakan cintanya itu.

Setelah mengemas semua barang-barang penting dan beberapa lembar baju di dalam tas ranselnya, akhirnya Dea memutuskan untuk pergi.

Dengan langkah yakin dia melangkah, keluar dari apartemen dan menuju lobby. Dia sudah memesan taksi dan tinggal menunggu taksi itu datang.

Bibir Dea tersenyum kecil saat tak berselang lama menunggu ada sebuah taksi yang berhenti tepat di hadapannya. Supir taksi itu membuka jendela kaca dan menyebut nama Dea.

"Nona Dea?"

"Iya pak, itu saya," sahut Dea dengan semangat. Dan setelah melihat pak supir itu mengangguk, Dea langsung bergegas membuka pintu mobil, namun belum sempat masuk tiba-tiba ada seseorang yang menahan lengannya.

Seorang pria asing dengan tubuhnya yang kekar. Dea menarik tangannya kuat.

"Jangan lancang!"

"Maaf Nona, saya diperintahkan pak Leon untuk mengawasi Anda."

Dea mengerutkan dahi.

"Apa maksudmu?!"

"Anda dilarang pergi dari apartemen ini dengan membawa barang sebanyak itu." Orang itu menunjuk tas ransel Dea yang menggelembung di balik punggung.

"Suka-suka ku! Apa masalah mu!"

"Tentu saja ini masalah buat saya, pokoknya Nona tidak boleh pergi."

"Terserah ku, pokoknya aku mau pergi!"

"Maaf Nona, saya akan menahan Anda."

"Lepaskan!"

"Silahkan pergi Pak, Nona Dea tidak jadi pergi bersama Anda. Saya akan membawanya pulang, dia berniat kabur dari rumah."

"Astaga," balas supir itu, dia mengangguk mematuhi pria bertubuh kekar ini. Lalu segera melajukan mobilnya menjauh.

Dea terus berteriak memanggil supir taksi itu namun tidak membuahkan hasil.

"Lepaskan aku!" pekik Dea, dia meronta-ronta namun tangannya tetap berada di genggaman pria bertubuh kekar ini.

"Lepas! malah diam saja!" Dea menatap tajam pria itu, tapi yang digarap malah menahan tawanya agar tidak pecah.

Ketika marah begini, Dea jadi terlihat lucu.

"Saya akan melepaskan Anda Nona, tapi silahkan kembali lagi ke apartemen."

"Terserah ku mau kemana!"

"Saya akan selalu mengawasi Anda, jika ingin pergi silahkan letak dulu tas ini di apartemen."

"Arght!" kesal Dea. Dia menarik tangannya kuat dan pria itu melepaskan sang Nona dengan suka rela.

Dengan rahang mengeras Dea pergi dari sana, kembali masuk ke dalam apartemen.

"Dasar pria menyebalkan! awas kamu Arden!! hih!!"

Dea sampai di unit apartemennya, dia menekan tombol password dengan kasar, lalu menendang pintu itu untuk masuk.

"Aduh sakit kakiku!!" rengek Dea, dia menangis sendirian. Menutup pintu dan terus menangis.

Masuk ke dalam kamarnya dan membanting tubuh diatas ranjang.

"Aku membenci mu! aku benci benci benci!!"

Dea terus menangis sampai akhirnya reda sendiri.

"Aku sangat haus." ucapnya dengan suara yang lirih. Dengan gontai dia berjalan ke dapur, menuju lemari pendingin dan mengambil sebotol air minum. Tanpa gelas dia meneguknya langsung.

Dan saat berbalik alangkah terkejutnya dia saat melihat Arden berdiri dihadapan.

Lengkap dengan rahang pria itu yang mengeras. Seketika Dea menelan ludahnya kasar, dia takut...