Gagal menikah dengan calon tunangannya tidak membuatnya putus asa dan tetap kuat menghadapi kenyataan.
Kegagalan pertunangannya disebabkan karena calon suaminya ternyata hanya memanfaatkan kebaikannya dan menganggap Erina sebagai wanita perawan tua yang tidak mungkin bisa hamil.
Tetapi suatu kejadian tak terduga membuatnya harus menikahi pemuda yang berusia 19 tahun.
Akankah Erina mampu hidup bahagia dengan pria yang lebih muda darinya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11
Keesokan paginya…
Terjadi kepanikan di dalam kamar hotel yang ditempati oleh kedua orang tuanya Akmal.
Bu Ulfa dan Pak Raffi mondar mandir di depan pintu kamarnya sambil celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya.
“Kemana perginya Shaka? Apa dia melupakan kalau pagi ini adalah akad nikahnya?” Tanyanya pak Raffi yang mencemaskan keadaan anak bungsunya.
“Kita cari coba di kamarnya mungkin masih ketiduran,” ujarnya Bu Ulfa yang masih berpikir positif.
“Mas sudah mengecek baik-baik kamarnya, tapi Arshaka tidak ada bahkan ranjangnya rapi kayak belum pernah disentuh sedikitpun,” ujarnya Pak Raffi.
Raut wajahnya Bu Ulfa sontak berubah sendu sekaligus cemas membayangkan banyak hal negatif yang terjadi pada anaknya.
“Astaghfirullah aladzim kenapa perasaanku tidak enak Mas, apa jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi pada putra kita Mas,” ucapnya Bu Ulfa.
Arsyila yang baru saja selesai berdandan masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.
“Ada apa Ayah? Kok kayak ada yang terjadi gitu? Kalian baik-baik saja kan?” Cercanya Arsyila.
“Adikmu Shaka gak ada di kamarnya padahal kita harus berangkat sekarang ke rumah Pak Irfan,” jawabnya Pak Raffi.
“Masa sih enggak ada, semalam aku lihat masuk ke dalam kamarnya kok. Mungkin ada urusan penting kali, jadi pergi tanpa pamit,” ujarnya Arsyila.
Pak Raffi menatap putrinya itu,” ayah dan bundamu barusan balik dari kamarnya tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan adikmu itu dan kami juga sudah mencoba menghubungi nomor ponselnya tapi satupun telepon kami diangkat.”
Pak Raffi menjelaskan panjang lebar apa yang sudah dilakukannya untuk mencari Shaka yang tidak muncul.
“Apa jangan-jangan putraku kabur Mas,” terka Bu Ulfa.
“Jangan suudzon dulu, Shaka tidak mungkin melakukan hal tidak masuk akal seperti itu,” bantah Pak Raffi.
Bu Ulfa terdiam dan terus berdoa untuk keselamatan putranya. Ketegangan semakin terasa karena Shaka tidak mengangkat teleponnya.
Arsyila sedih melihat kebingungan dan ketakutan dari wajah-wajah kedua orang tuanya.
“ Kalian tunggu aku akan periksa mungkin Shaka sudah balik,” usulnya Arsyila.
“Kamu cepat cek nak, bunda mencemaskan kondisi adikmu,” pinta Bu Ulfa.
“Ayah sudah berulang kali chat menanyakan kabarnya dimana, tapi hanya centang dua saja belum juga dibaca,” lirih pak Raffi.
Arsyila berjalan ke arah luar menuju kamarnya Akmal tapi apa yang dikatakan oleh ayahnya benar adanya kalau Akmal menghilang.
“Astaganaga anak itu kemana? Gue sudah cariin di kamar mandi, di bawah kolong ranjang meja juga di dalam lemari sekalian gue cariin tapi anak itu ga ada, ya Allah apa yang terjadi kenapa seperti ini jadinya?” Arsyila mencoba menghubungi nomor teleponnya Akmal.
Berulang kali dicoba untuk ditelp, n tapi tidak diangkat malah Arsyila mendengar nada dering telepon seluler dari atas meja nakas.
“Lah itu kan bunyi hpnya Shaka, pantesan tidak ada telpon dan chat kami yang dibalas ternyata hpnya ketinggalan,” gumamnya.
Arsyila berjalan ke arah sofa yang ada di sudut ruangan kamar president suit hotel bintang lima tersebut.
“Tumbenan anak itu pergi tanpa membawa ponselnya, biasanya kemanapun perginya pasti dibawa itu hp, kan kami jadi cemas kalau seperti ini,” gerutunya Arsyila.
Arsyila berjalan ke arah meja dan mengecek benda pipih yang ada di atas meja, untungnya Arsyila mengetahui kode pin layar ponselnya Akmal sehingga dia bisa mengecek apakah ada petunjuk keberadaan Akmal.
“Hanya chat dan telponnya dari Erina, apa gue telpon saja untuk mengabarkan kepada Erina kalau calon suaminya tiba-tiba menghilang,” gumam Arsyila.
Arsyila mondar-mandir kayak setrikaan sambil berfikir apa yang harus dia lakukan, tapi sampai belum menemukan solusi yang tepat, tiba-tiba ponselnya Shaka berdering.
Arsyila sampai terkejut karena hp yang dipegangnya tiba-tiba berdering dalam tangannya.
“Mbak Erina, apa gue angkat atau jangan yah?” Arsyila bingung antara mengangkat atau membiarkan telponnya terus berdering.
Arsyila mondar-mandir memikirkan apa yang harus dilakukannya. Sungguh dia dalam posisi yang dilema antara cemas tapi tidak mau menutupi faktanya kalau Shaka pergi tanpa pamitan kepada kedua orangtuanya dan sampai detik ini belum balik juga.
“Assalamualaikum,”
Akhirnya Arsyila memilih mengangkatnya karena tidak ada gunanya juga menutupinya pasti akan terbongkar juga.
“Kok Mbak yang angkat teleponnya Akmal?” Tanyanya Erina dari seberang telpon.
“Anu itu Shaka nggak ada di kamarnya,” cicitnya Arsyila.
Erina dibalik telpon terkejut setengah hidup mendengarnya kalau calon suaminya tiba-tiba menghilang dari kamar hotel yang disewanya.
“Apa jangan-jangan dia kabur karena tidak ingin melanjutkan pernikahan kami?” tebak Erina.
“Insha Allah itu tidak mungkin terjadi, aku kenal baik adikku. Aku malah kepikiran kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan Akmal,” sahutnya Arsyila.
“Sulit untuk di cek dan dilacak keberadaannya karena dia meninggalkan ponselnya, Mbak jangan disampaikan kepada ayah dengan bunda takutnya mereka sedih dan kepikiran lagi kalau mereka sampai tahu Akmal menghilang,” ujarnya Erina.
“Aku juga niatnya gitu, tentu saja Bunda dengan ayah mencemaskan kondisinya Akmal, kalau gitu aku tutup telponnya dulu, takutnya Bunda dengan Ayah dibuat pusing,” imbuhnya Arsyila.
Keduanya pun mengakhiri sambungan teleponnya dan sama-sama harus bersabar menunggu kepulangan Akmal yang pergi entah kemana.
Bu Ulfa terduduk di atas sofa dan tak henti-hentinya mengucapkan istighfar dan berdzikir untuk keselamatan putranya yang tidak diketahui keberadaannya di mana.
Arsyila memeluk bundanya,” bunda harus sabar dan tenang insha Allah Arshaka balik dan tidak kenapa-kenapa.”
Pak Raffi pun tidak tahu harus berbuat apa-apa karena ini adalah ibu kota Jakarta bukan kampung halamannya sehingga hanya bisa berdoa saja.
Semua orang sudah panik setelah mengetahui kalau calon pengantinnya tidak ada. Padahal mereka sudah menutup rapat-rapat tentang informasi tersebut tapi, tau-taunya bocor juga.
Seseorang tertawa terbahak-bahak melihat wajah-wajah panik dari keluarga dekat Akmal.
“Hahaha!! Rasain, Shaka tidak mungkin balik hari ini. Karena Shaka sedang bersenang-senang dengan perempuan itu,” bisiknya.
“Apa kamu sudah mengatur semuanya dengan baik agar Shaka tidak curiga kalau kita yang melakukannya?”
“Tenang saja Mah, aku sudah mengatur segalanya dengan rapi dan bersih. Tidak bakal ada yang mengetahui kalau kita yang merencanakan segalanya,” balasnya sambil berbisik pula.
“Kamu memang putrinya Mama yang paling pintar,” pujinya perempuan itu.
Sedangkan di tempat lain…
Akmal menatap nyalang orang yang berbaring di sampingnya yang menangis tersedu-sedu.
“Astaghfirullah aladzim apa yang terjadi padaku?” tanyanya Akmal pada dirinya sendiri yang melihat kondisinya yang hanya memakai celana boxer saja.
“Kakak telah meniduriku, kakak harus tanggung jawab,” ucapnya perempuan itu sambil nangis-nangis keder.
Akmal mengusap wajahnya dengan gusar,” kamu jangan asal bicara apalagi menuduhku yang tidak-tidak!” Protesnya Akmal yang tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh perempuan muda itu.
“Buktinya kakak tidak pakai pakaian dan lihatlah di tubuhku ini banyak tanda kissmark kalau bukan kakak pelakunya siapa lagi!? Karena yang ada di dalam kamar hanya kakak saja,” balasnya yang bersikukuh mengatakan kalau Akmal pelakunya yang telah mendurapaksanya.
Akmal berusaha mengingat apa yang terjadi semalam, dia memicingkan matanya melihat ke seluruh tubuh perempuan yang mengakui dirinya telah dilecehkan oleh Akmal.
“Jangan coba-coba menjebak gue! Kita belum selesai! Gue bakal buat perhitungan dengan Lo!” ancamnya Akmal.
“Aku tidak mungkin berbohong kepada kakak! Kakak telah mengambil kesucianku! Kakak harus bertanggung jawab!” Teriak perempuan itu.
Akmal memunguti pakaiannya yang teronggok di atas lantai dan tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh perempuan itu.
“Terserah Lo ngomong apa, karena gue gak bakalan tertipu dengan apa yang Lo lakukan!”
“Gue gak bakalan lepaskan kakak! Kakak tetap harus bertanggung jawab apa yang sudah kakak perbuat!” Teriaknya histeris.
Akmal cepat-cepat pergi dari kamar hotel itu setelah melihat jam yang terpasang di tangannya menunjukkan pukul sembilan pagi.
“Astagfirullahaladzim semoga gue gak terlambat. Pasti ayah sama bunda khawatir denganku,” cicitnya sambil berlari ke arah lift.
Akmal tidak peduli dengan tatapan semua orang yang menatapnya aneh karena sudah mirip orang gila.
Akmal berlari ke arah lobi hotel dan mencari keberadaan motor kesayangannya.
“Gue bakal buat perhitungan dengan perempuan gila itu, dasar sumbu pendek! Dia kira gue bodoh dan selugu itu,” cicitnya sambil terus berlari ke arah parkiran.
Akmal mengemudikan motornya dengan kecepatan tinggi, dia tidak ingin terlambat datang di acara penting dalam kehidupannya.
Ciit!!!
Suara decitan ban motor bergesekan dengan aspal pagi itu cukup nyaring memekakkan telinga.
“Argh!! Tidak!!”