Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong Jangan Sekarang
Para tamu yang hadir diacara ulang tahun Reyna mulai berpamitan untuk pulang, jam juga sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, dan kini di ruang tamu itu hanya tersisa anggota keluarga Bramadja
"Aqila gue izin pulang ya, soalnya mama sama papa udah telfon nih, jaga diri lo baik-baik" Kirana menepuk pundak sepupunya sebelum akhirnya pergi setelah berpamitan dengan anggota keluarga yang lain
Saat semua anggota keluarga duduk diruang tamu, Aqila berdiri untuk memilih naik ke kamarnya, saat sakit kepala yang luar biasa itu mulai menyerang kembali, dan Aqila tau ini pertanda tak baik bagi dirinya, karena bisa-bisa ia kembali berhalusinasi, berbicara ngelantur, atau bahkan kehilangan kendali terhadap emosi
"Kakak mau bicara" ucap Darren dengan suara pelan menggenggam tangannya
"Tolong jangan sekarang kak" ucap Aqila apalagi saat melihat wajah bahagia Reyna yang membuka satu persatu kotak hadiahnya
"Kak Aqila ngasih Reyna apa?"
"Liat aja sendiri, ngapain nanya?" ini yang Aqila takutkan tadi, kalau ia kehilangan kontrol terhadap emosi seperti kata dokter
"Aqila, adik kamu nanya baik-baik kok malah jawab gitu" Mama Intan menegur Aqila yang berbicara ketus
"Wah kalungnya indah, tapi Reyna udah punya yang kayak gini, hadiah dari papa" Ucap Reyna melihat kalung emas putih berbentuk hati yang bisa dibuka, dan disana Aqila memasukkan foto Reyna
"Hargai juga pemberian Kak Aqila ya, dia udah capek siapin hadiah buat Reyna"
"Dari papa lebih bagus sih bentuknya, tapi nanti Reyna pake kalau pengen"
Aqila yang mendengar itu tersenyum kecut
"Buang aja kalau kamu nggak suka" ucapnya jelas terdengar nada kecewa dari perkataannya, setelah mengatakan itu, ia langsung menaiki tangga menuju kamarnya
"Reyna nggak boleh ngomong gitu, hadiah dari orang lain harus dihargai, jangan liat sebarapa bagus dan mahalnya" ucap Darren mengingatkan
"Reyna kan bicara jujur kalau hadiah papa yang terbaik"
"Iya, tapi jangan ngomong gitu di depan orangnya langsung, itu nggak murah loh dan Kak Aqila berusaha beli buat Reyna"
"Kok Kak Darren malah nyalahin Reyna?" suara Reyna mulai berubah
"Bukan gitu, tapi..."
"Udahlah Darren jangan memperbesar masalah kecil kayak gini" Darren menyugar rambutnya ke belakang, inilah hal kecil yang tak mereka sadari, kalau tanpa sengaja mereka menyakiti hati Aqila karena menganggap gadis itu selalu baik-baik saja
"Sudahlah, Darren mau keatas dulu" Darren memilih naik menuju kamarnya, benar kata Aqila jangan sekarang ia memberitau mereka tentang hal ini
"Kak Darren marah ya mah?"
"Nggak kok, mungkin dia cuma capek" ucap Mama Intan, ia pun juga sebenarnya bingung melihat perilaku Darren yang seperti itu
"Aqila" Darren mengetuk pintu kamar Aqila yang berada di sebelah kamarnya. Namun, tak ada sahutan dari sang pemilik kamar
"Aqila" Darren mencoba kembali membuka pintu kamar itu tapi terkunci dari dalam
"Aqila kamu baik-baik aja kan?"
Bagaimana bisa Aqila menjawab sedangkan ia sudah tak sadarkan diri di lantai kamarnya yang dingin
.
Pagi menjelang, mentari menggantikan tugas sang rembulan menyinari bumi, suara kicauan burung dan klakson lalu lintas seolah alarm otomatis kalau hari baru saja dimulai
"Aqila belum turun Mah" Darren ingin sekali memberitahu mereka mengenai kondisi Aqila, namum semalam suasana hatinya buruk melihat Aqila seperti itu dan dia berencana pagi ini namun lagi-lagi tak ada Aqila di meja makan
"Belum" Jawab Mama Intan
"Kamu kenapa sih dari tadi malam, kakak lihat selalu merhatiin Aqila" Ucap Devano
"Dia adik kita, jadi wajarkan?" jawab Darren
"Tapi biasanya juga nggak seperti itu" kali ini Rian yang berbicara membuat hati Darren tersentil mendengarnya
"Udah, di meja makan nggak boleh bicara, nanti kalau Aqila lapar dia pasti turun" ucap Papa Arya
"Ada yang mau Darren omongin sama kalian" Darren melihat keluarganya yang selesai sarapan, bersiap memulai pembicaraan
"Tentang apa?" Devano bertanya menanggapi
"Tentang Aqila" jawab Darren
"Udah, nanti aja pas kita pulang hari ini ada meeting penting sama klien luar negri di kantor papa" ucap Devano berdiri diikuti Papa Arya dan Mama Intan
"Hari ini Reyna ke kampus diantar Kak Darren ya" Reyna menatap kakaknya dengan tatapan memohon yang sulit untuk ditolak
"Reyna berangkatnya sama Kak Rian aja ya, Kak Darren ada operasi pagi ini" Jawab Darren
"Oke" Reyna mengangguk walau dengan wajah sedikit kecewa
Setelah semua anggota keluarganya meninggalkan meja makan, barulah Darren menaiki tangga dengan cepat menuju kamar Aqila
"AQILA BUKA PINTUNYA" ia sampai tak bisa mengontrol suaranya dan menggedor pintu Aqila cukup keras
Ceklek
Pintu kamar bercat biru itu terbuka
"Kak Darren ngapain sih pagi-pagi ribut kayak gini?" suara kesal jelas terdengar dari nada bicara Aqila
"Jangan pikirin perkataan Reyna tadi malam"
"Perkataan yang mana?" bukannya menjawab Darren malah memeluk Aqila erat
"Maaf"
"Kak Darren nggak jelas banget deh, tiba-tiba minta maaf kayak gini"
Darren mengerti kalau orang yang terkena kanker otak apalagi memasuki stadium tiga, sering melupakan sesuatu bahkan bukan hal yang mustahil jika suatu hari nanti Aqila melupakan mereka semua
"Jangan lupa sarapan, kakak pergi ke rumah sakit dulu" walau merasa aneh dengan perilaku kakaknya, Aqila tetap mengangguk
"Kak" Darren menghentikan langkahnya saat Aqila memanggil namanya
"Ya?"
"Hati-hati dijalan" Aqila mencium tangan Darren seperti yang dulu dilakukannya saat kecil
Hati Darren terenyuh, ia seperti melihat bayangan Aqila bertahun-tahun lalu, yang selalu mencium tangan mereka, dan mengatakan hati-hati dijalan, hingga rasanya berbeda kemarin saat Aqila mengabaikan mereka dan kini ia sadar kalau Aqila hanya lelah seperti ucapannya
.
Drettt
Drettt
Drettt
Aqila memeriksa ponselnya yang bergetar diatas meja saat jam menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, ia tak punya kelas hari ini jadi ia hanya diam di rumah melukis sesuatu untuk seseorang
"Kak Vano?" Aqila mengernyitkan keningnya bingung, tumben sekali kakak sulungnya itu menelepon
"Halo, Assalamu'alaikum kak"
"Halo, Aqila"
"Bisa kakak minta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Berkas meeting diatas meja Papa yang warna biru ketinggalan, bisa tolong antar ke perusahaan, soalnya meeting bentar lagi mulai"
"Bisa kak"
"Kakak tunggu" Aqila segera bersiap secepat kilat karena tak ingin terlambat sampai ke perusahaan, ada sedikit rasa senang didalam hatinya karena ini pertama kalinya Devano menghunginya langsung
"Shhhh" hidungnya kembali mimisan, Aqila segera berlari ke kamar mandi dan terduduk kala rasa sakit kepala yang luar biasa itu menyerang dirinya
Setelah merasa lebih baik, ia berdiri dan duduk dikursi melanjutkan lukisannya yang sempat tertunda
"Kok rasanya ada yang kelupaan, tapi apa ya?" Aqila berfikir sejenak, namun menggelengkan kepala saat yakin dirinya tak melupakan apapun
Saat selesai dengan lukisan yang dibuatnya, Aqila melirik jam yang menunjukkan pukul setengah sepuluh, ia mengambil ponsel dan terkejut melihat banyaknya panggilan dari Devano
Saat itu ia teringat berkas perusahaan dan segera berlari keruang kerja ayahnya mengambil map biru dan menyalakan motor dengan kecepatan tinggi menuju perusahaan
"Kak ruang meeting dilantai berapa?" walau sempat bingung melihat anak pemilik perusahaannya bertanya meeting yang sudah terlewat beberapa saat lalu, resepsionis itu tetap menjawab
"Lantai 10 pintu nomor 2" Aqila berlari menuju lift setelah mengatakan terima kasih, ia memukul kepalanya berkali-kali, karena penyakit ini ia melupakan hal sepenting ini
Dan tepat dilantai sepuluh, Aqila langsung masuk ke pintu yang dikatakan resepsionis kepadanya
Ceklek
"Maaf kak, Aqila..."
PLAKKK
.
WADUH, AUTHOR GANTUNG DULU...🙊🙈🙈😂🙏