Jaka Satya yang berniat menjadi seorang Resi, diminta Raja Gajayanare untuk bertugas di Sandhi Ponojiwan, yang bermarkas di kota gaib Janasaran.
Dia ditugaskan bersama seorang agen rahasia negeri El-Sira. Seorang gadis berdarah campuran Hudiya-Waja dengan nama sandi Lasmini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tenth_Soldier, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokumen Rahasia
Tak ada tanda bahaya sewaktu memanjat pagar tembok namun Satya tetap waspada khawatir tanda bahaya tidak bersuara namun hanya berupa kedipan lampu merah saja yang menyala di seluruh rumah.
Suara-suara mulai menghilang ketika kereta kuda ambulans berangkat pergi,
Satya mulai merunduk mendekati dinding samping bangunan rumah.
Satya melihat bahwa rumah kediaman
Abdurrahman ini bertingkat dua.
Suasana gelap sekelilingnya telah melindungi gerakan mereka berdua.
la menjangkau tinggi. mencoba untuk membuka jendela . . .namun dalam keadaan terkunci!
Kemudian mengendap-endap ke arah teras mendekati pintunya.
Selama beberapa saat Satya mencoba membukanya dengan menggunakan kunci palsu dan dibantu penerangan dari pen-light. Akhirnya daun pintu berhasil didorong terbuka.
"Tunggu disini," bisik Satya pada Lasmini. Aku akan kembali lagi dalam satu menit."
Dengan penerangan pen-lightnya Satya melangkah tanpa suara di antara meja dan kursi, Udara terasa pengap dan tercium bau kertas.
Ruangan dilengkapi dengan meja kerja yang besar yang di atasnya terlihat tumpukan surat. Ah rupanya tempat ini merupakan ruang kerja Jenderal Abdurrahman cetus Satya dalam batinnya dengan perasaan puas.
Setelah menemukan sebuah lemari Satya mematikan pen-lightnya kemudian melangkah ke dekat jendela dan menyibakkan tirainya.
Setelah tiba di luar kembali, Satya berbisik kepada Lasmini:
"Sekarang giliranmu untuk pergi. Sebagai seorang pengalih perhatian kau harus benar-benar terlihat oleh para penjaga."
"Lari, sekarang,' Satya memerintah.
Dan gadis itu menghilang dari pandangan. Dengan cepat Satya masuk kembali ke ruangan kerja Jenderal Abdurrahman.
Setelah menyalakan lampu di atas meja kerja, Satya menyelinap masuk ke dalam lemari.
Ia menutupkan pintu lemari dari dalam, dengan celah-celah kecil sehingga dapat membiarkan mengawasi ke arah meja kerja dan sebagian besar dari dinding ruangan.
Suara-suara teriakan terdengar di luar rumah disusul oleh tembakan peringatan.
Perasaaan tegang seakan mencabik-cabik hati Satya: keringat membanjir di sekujur tubuhnya.
Di dalam lemari terasa pengap kurang udara dan panas sekali. Ia tak mengetahui apakah Lasmini berhasil untuk memancing lawan.
Satya sama sekali tak mengetahuinya sebelum dirinya ke luar dari tempat ini---ya, bila keberuntungan berada di pihaknya!
Hanya satu kali tembakan yang terdengar. Mungkin para penjaga segan untuk melepaskan tembakan lagi di lingkungan perumahan orang penting itu.
Atau mungkin Lasmini telah tergeletak tak berdaya...
Kesepian yang mencekam lewat celah-celah pintu lemari seakan menyiksa tak berkesudahan.
Desah napasnya mulai tersengal dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.
Beberapa menit telah berlalu ketika telinga Satya menangkap suara langkah kaki yang mendekat.
Disusul oleh terbukanya pintu ruang kerja memeriksa siapa gerangan yang telah masuk.
Seseorang berbicara dengan kasar dalam bahasa Kirtu.
"Huh, perempuan itu telah memasuki tempat ini! Lihat pintu terasnya masih terbuka!"
Terdengar suara lain menjawab dengan nada sopan.... kemungkinan ajudan dari pembicara pertama.
"Namun ruangan ini masih tampak rapi. Kemungkinan tak ada yang diambil Jenderal!"
Satya mencium bau rokok ketika terdengar suara langkah kaki yang cepat bergerak di atas lantai.
Wajahnya mencerminkan kekerasan dan sikap berkuasa, rambutnya telah berubah kelabu.
Ah! pasti orang itu Jenderal Abdurrahman pikir Satya.
Jenderal Abdurrahman melangkah menuju pintu teras yang terbuka, selama beberapa saat tertegun di sana sambil menatap ke arah kegelapan di luar.
"Cepat temui para penjaga! Tanyakan apakah mereka berhasil mengejar dan membekuk wanita itu!"
Jenderal Abdurrahman menutup pintu teras kemudian sambil berkacak pinggang ia meneliti seluruh ruangan.
Setelah itu ia melangkah menuju dinding di belakang meja kerjanya.
Tangannya terulur pada lukisan pemandangan yang terpasang di dinding dan menekan salah satu sudut dari bingkai lukisan itu.
Ternyata lukisan dapat dibuka dari bingkainya, di baliknya terlihat sebuah peti besi yang tertanam di dinding tembok.
Satya tak dapat melihat nomor kombinasi ketika Jenderal itu membukanya, namun ia mengingat arah dari perputarannya: sebuah putaran bebas kemudian ke kiri, kanan, kanan dan kiri.