NovelToon NovelToon
Belenggu Masa Lalu

Belenggu Masa Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:87.3k
Nilai: 4.9
Nama Author: Hany Honey

Tiga tahun lamanya Amara menjalani pernikahannya dengan Alvaro. Selama itu juga Amara diam, saat semua orang mengatakan kalau dirinya adalah perempuan mandul. Amara menyimpan rasa sakitnya itu sendiri, ketika Ibu Mertua dan Kakak Iparnya menyebut dirinya mandul.
Amara tidak bisa memungkirinya, kalau dirinya pun ingin memiliki anak, namun Alvaro tidak menginginkan itu. Suaminya tak ingin anak darinya. Yang lebih mengejutkan ternyata selama ini suaminya masih terbelenggu dengan cinta di masa lalunya, yang sekarang hadir dan kehadirannya direstui Ibu Mertua dan Kakak Ipar Amara, untuk menjadi istri kedua Alvaro.
Sekarang Amara menyerah, lelah dengan sikap suaminya yang dingin, dan tidak peduli akan dirinya. Amara sadar, selama ini suaminnya tak mencintainnya. Haruskah Amara mempertahankan pernikahannya, saat tak ada cinta di dalam pernikahannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tiga Puluh Satu - Aku Lelah!

Mobil Alvaro terparkir di halaman rumah sakit. Alvaro langsung mengajak Amara turun untuk masuk ke dalam. Dengan terpaksa Amara turun dari mobil.

“Lepaskan tanganku!” Amara menepis tangan  Alvaro yang memegangi tangannya.

Alvaro membiarkan Amara yang tidak mau dipegang olehnya. Biar saja begitu, karena memang Alvaro yang salah dan ceroboh. Lagi-lagi dia mementingka Alea daripada Amara.

“Dika!” panggil Alvaro yang melihat Dika baru keluar dari ruangan pasien.

“Tuan, Nyonya? Kok di sini?” tanya Dika.

“Dika, tolong jelaskan pada Amara, soal kemarin sebelum berangkat aku memesan perhiasan, dan saat pulang kamu tidak bisa menemaniku, karena ibumu sedang sakit,” pinta Alvaro.

“Ya memang Tuan Alvaro pergi memesan cincin dan kalung untuk Nyonya sebelum berangkat, tapi saat pulang, saya lebih dulu pulang, jadi tidak bisa menemani Tuan,” jelas Dika. “I—ini ada apa ya, Tuan, Nyonya?” tanya Dika.

“Cukup penjelasan kamu! Ya sudah saya mau pulang!” ucap Amara.

“Ra, aku belum selesai! Ayo ikut aku! Makasih buat penjelasannya, Dika. Salam buat ibumu, maaf saya belum bisa jenguk, ada urusan lain!” Alvaro menarik tangan Amara, dan mengajaknya untuk mencari ruangan pasien lainnya.

“Mau apa? Lepas, gak!” bentak Amara.

Tidak peduli di rumah sakit, kali ini Amara sudah benar-benar kecewa pada Alvaro. Biar pun nantinya tidak berpisah, Alvaro pasti masih sering menemui Alea, apalagi jika Alea benar anak kandungnya?

Alvaro berhenti di depan ruangan. Ruang rawat khusus anak-anak lebih tepatnya. Alvaro mengetuk pintu ruangan, dan terdengar orang menyahuti ketukan Alvaro. Setelah mendapatkan perintah untuk masuk ke dalam oleh orang yang ada di ruangan itu, Alvaro langsung mengajak Amara masuk ke dalam.

Betapa tidak bertambah kekesalan di hati Amara saat melihat orang yang ada di dalam ruangan, dan anak yang berbaring di atas bed rumah sakit.  Tentu saja Amara bertambah murka karena suaminya malah membawa dirinya pada sumber masalahnya. Membuat Amara semakin tidak suka pada Alvaro.

“Alvaro? Kamu datang lagi? Duduklah sini,” ucap Cindi.

Hanya Alvaro yang dia sapa, padahal ada Amara di sisi Alvaro juga. Benar-benar membuat Amara makin geram dengan keadaannya sekarang, ditambah wanita ular berkepala dua itu sok manis bicara pada Alvaro.

Alvaro meraih tangan Amara, untuk duduk juga di sampingnya, tentu saja membuat Cindi kesal dan panas hati. Amara bisa lihat raut wajah Cindi berubah saat Alvaro membawa diriya untuk duduk di sebelahnya.

“Ini ada apa kamu bawa dia, Varo?” tanya Cindi tidak suka.

“Dia istriku, Cin. Aku  terjadi salah paham dengan Amara, karena kemarin melihat kita di Mall. Padahal kita bertemu secara kebetulan, bukan?” ucap Alvaro.

“Iya, kita bertemu di mall secara kebetulan, terus kita jalan-jalan dulu, makan es krim, menemani Alea bermain di playground, tapi saat kita sedang berdua menunggu Alae, Alea jatuh, kepalanya memberntur rak yang ada di sana, dan harus dibawa ke sini, harus dijahit kepalanya, dan opname di sini,” jelas Cindi.

“Kamu dengar sendiri kan, Ra?”

“Apa kamu tidak bisa menghungiku, Mas?” ucap Amara.

“Hapeku mati, Amara. Hapeku terjatuh saat menggendong Alae, dan layarnya rusak, ini lihatlah?” ucap Alvaro dengan menunjukkan ponselnya pada Amara.

“Banyak perawat di sini, ada telefon di rumah sakit, atau pakai HP dia, kenapa gak coba pinjam? Pinjam sebentar apa susahnya?”

“Aku gak hafal nomor kamu, Ra. Maaf,” ucap Alvaro.

“Alasan klise banget! Sudah aku capek!”

“Ra, aku sudah jelaskan semuanya, kamu masih belum percaya?”

“Ya aku percaya!” ucap Amara kesal.

“Gak usah marah sama Alvaro, Ra. Dia gak ngapa-ngapain di sini. Dia Cuma jaga Alea, dia maunya sama Alvaro terus,” ucap Cindi.

Amara hanya menganggukkan kepalaya saja, dia tidak mau berdebat lagi. Pikirannya sudah lelah dengan semua itu.

“Ahw ... kepala sakit sekali, Varo ...,” keluh Cindi.

Alvaro reflek mendekati Cindi. Bisa-bisanya Cindi hanya mengeluh seperti itu saja Alvaro sepanik itu.

“Kamu gak bawa obatmu, Cin?” tanya Alvaro.

“Aku lupa gak bawa obat sakit kepalaku, Varo,” ucap Cindi manja.

“Aku belikan sebentar, ya? Atau aku mintakan pada Dokter,” ucapnya dengan khawatir.

Amara yang melihat itu pun hanya bisa menggelengkan kepalanya, baru saja minta maaf padanya, sudah mulai drama lagi dengan wanita ular berkepala dua itu. Bisa-bisanya khawatir pada perempuan lain, sedangkan istrinya masih kesal dengan perbuatannya itu.

“Aku belikan obat untuk Cindi dulu ya, Ra? Kamu tunggu di sini,” ucap Alvaro begitu mudahnya.

Amara mengangguk saja. Dia masih ingin melihat drama mereka setelah ini, juga ingin tahu bagaimana sikap perempuan ular itu padanya saat Alvaro tidak ada. Seramah tadi atau berubah menjadi sinis.

Setelah kepergian Alvaro yang katanya mau cari obat sakit kepala untuk Cindi, Amara masih duduk di tempatnya. Cindi menatap sinis Amara, tawanya terlihat angkuh di depannya.

“Kau lihat sendiri, kan? Suamimu itu masih sangat peduli padaku,” ucap Cindi degan sinis di depan Amara.

Benar sikapnya langsung berubah tak seramah tadi saat masih ada Alvaro. Benar-benar wanita bermuka dua, tidak tahu malu.

“Tentu saja suamiku begitu, karena suamiku itu orang baik, saking baiknya, jadi mudah sekali dimanfaatkan oleh orang licik seperti kamu,” ucap Amara dengan tenang dan santai.

“Kau bilang apa?!”

“Kamu perempuan licik, perempuan ular berkepala dua!” ucap Amara dengan menatap Cindi tajam.

“Kau lihat saja nanti, Alvaro masih akan tetap bersamamu atau denganku. Kamu jangan makin berbangga hati karena Alvaro selalu membelamu! Kamu tidak lihat sikap dia padaku dan Alea? Jelas dia masih sangat mencintaiku, apalagi ada Alae, dia anak kandung Alvaro. Buktinya dia saja lebih memprioritaskan Alea dan aku, dibanding kamu yang jadi istrinya?” ucap Cindi dengan bangga.

Amara sadar akan hal itu, dia akui jika suaminya masih sangat mementingkan wanita ular itu dengan demit kecilnya. Amara sangat terluka akan kenyataan itu, buktinya Alvaro masih sangat khawatir dengan Cindi yang hanya sakit kepala. Akan tetapi, Amara tidak mau memperlihatkan sakit hatinya itu di depan wanita ular itu, ia tidak mau wanita ular itu semakin tinggi hati kalau melihat dirinya sakit hati dan kalah.

“Aku tidak peduli dia melakukan kebaikan pada kamu dan anakmu itu, yang penting aku ini istri sahnya. Sah di mata hukum dan Agama. Jelas, kan? Aku perempuan yang jelas keberadaannya di dekat Alvaro, dibandingkan kamu dan anakmu itu!” ucap Amara yang membuat Cindi makin meradang.

“Kita lihat saja nanti, kamu masih bertahan lama jadi istri sah Alvaro atau tidak, karena Alvaro pasti akan menikahiku, karena Alea adalah anak kandungnya. Aku yakin Alvaro pasti akan memilih menikahiku, dan menceraikan istri kampungan yang tidak berguna ini,” ucap Cindi dengan tatapan mengejek pada Amara.

“Oh, ya? Terus kenapa ya Mas Varo tidak mau menceraikan aku, dia tetap kekeh untuk mempertahankan aku? Padahal aku sudah memberikan dia kesempatan untuk menikahi kamu, yang katanya wanita paling Mas Varo cintai di dunia ini?” ucap Amara dengan santai.

Ucapan Amara tentu saja membuat Cindi naik pitam, karena Amara sudah berani mengembalikan ucapan Cindi itu. Cindi ingin membalas ucapan Amara, namun ia urungkan, karena Alvaro sudah terlanjur datang dengan membawakan obat untuknya.

“Cin, ini obatnya,” ucap Alvaro dengan memberikan obat untuk Cindi.

“Terima kasih ya, Mas? Maaf aku selalu merepotkanmu,” ucap Cindi dengan lembut, yang membuat Amara ingin muntah mendengar ucapannya itu.

“Tidak apa-apa,” ucap Alvaro singkat.

“Aku benar-benar sangat berterima kasih sama kamu, Mas. Kamu selalu membantuku dan Alae, apa pun yang kami butuhkan kamu selalu siap dan sigap untuk kamu berdua,” ucap Cindi dengan nada manjanya.

“Sudah, kan? Aku mau pulang, Mas! Kalau mas masih mau di sini, silakan temani mereka, aku bisa pulang sendiri! Aku ngantuk, capek!” ucap Amara.

“Kita pulang, kalau kamu sudah terlalu ngantuk dan capek, kita istirahat di hotel dekat sini, ada hotel bintang lima yang sangat berkelas, kita istirahat di sana, aku tidak mau kamu terlalu lama tidur di mobil, bisa membuat badanmu sakit,” ucap Alvaro dengan begitu perhatian pada Amara.

“Ya sudah ayok pulang, Mas,” ajak Amara.

“Cin, pulang dulu, ya? Amara sudah lelah dan mengantuk. Aku juga kangen dengan dia, lama tidak bertemu, sepertinya aku sama Amara butuh berdua lebih lama,” ucap Alvaro.

Amara melihat raut wajah Cindi berubah kesal, dan Amara puas melihat itu. Entah kenapa tiba-tiba Alvaro berkata seperti itu.

“Okay, hati-hati di jalan kalau  begitu,” ucap Cindi dengan manis manja.

Alvaro meraih tangan Amara, namun Amara masih menepisnya. Dia lebih dulu berjalan di depan Alvaro.

Alvaro benar-benar membawa Amara ke hotel berbintang yang mewah itu, dengan fasilitas yang begitu mewah. Amara tidak peduli mau dibawa ke mana oleh Alvaro. Mereka sudah sampai di dalam kamarnya. Amara langsung merebahkan tubuhnya yang sudah capek. Sedangkan Alvaro, dia langsung mendekati Amara, dan memeluk Amara.

“Aku kangen, Ra.”

“Jangan ganggu aku, aku ngantuk, aku lelah! Kalau kamu begini aku lebih baik pulang, atau pesan kamar lagi. Aku capek! Silakan kamu tidur, Mas!” ucap Amara dengan tegas.

Alvaro hanya menatap punggu Amara. Dia paham, istrinya mungkin masih marah padannya. Dia padahal sudah kangen dengan Amara, kangen ingin bermain panas dengan Amara, yang membuatnya kecanduan. Pun Amara, sebetulnya dia pun ingin sekali, tapi dia harus bisa menahannya. Dia tidak mau menjadi perempuan lemah, lemah karena sentuhan liar suaminya. Dia tidak mau seperti perempuan murahan di mata suaminya.

1
Uthie
Parahhhh
holipah
belok selama itu 😱😱
Kayla Manis
ternyata bener kakaknya Dewi kAum pelangi...
Kayla Manis
alif kaum pelangi kayaknya...🤭
aca
ya ampun
Yunita aristya
lnjut
Arieee
Allahuakbar 🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧🤧
Zahbid Inonk
untung ketauan lebih awal jdi ga terlalu sakit hati Amara nya hah 😮‍💨 na'udzubillah himindzalik
aca
keluarga Alvaro itu toxic males aja balik lagi thor kek gk ada yg lain aja apalagi Alvaro uda cium cium jalang di rmhnya ih jijik
Dilla Fadilla
buktikan kalau kamu sungguh sungguh mencintai Amara karena kesempatan tidak datang dua kali semangat alvaro penyesalan adalah guru yg terbaik
Talnis Marsy
alif suka sama terong nih /Facepalm/
Adinda
semoga Amara kembali sama alvaro, jangan pisahkan mereka thor
afaj
satukan mereka kembali
Yunita aristya
lnjut
Anonymous
oh ternyata burik juga sifatnya si Alif,daripada mending balik ke mantan
holipah
alif belok
Uthie
Wadduuhhhh... jadinya bagaimana itu yaaa . bener gak Alif macam itu 😂
Cemplox Tink
bagus
holipah
iya g ky kamu Alvaro keder plin plan jga
Adinda
Amara kasih kesempatan alvaro
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!