Bagaimana jika perawan tua dan seorang duda tampan dipertemukan dalam perjodohan?
Megan Berlian yang tajir melintir harus mengakhiri kebebasanya di usia 34 tahun dengan menikahi Morgan Erlangga, seorang dokter bedah tulang
yang sudah berusia 42 tahun dan memiliki dua anak remaja laki-laki.
Megan, gadis itu tidak membutuhkan sebuah pernikahan dikarenakan tidak ingin hamil dan melahirkan anak. Sama dengan itu, Morgan juga tidak mau menambah anak lagi.
Tidak hanya mereka, kedua anak Morgan yang tidak menyambut baik kehadiran ibu sambungnya juga melarang keras pasangan itu menghasilkan anak.
Megan yang serakah rupanya menginginkan kedua anak Morgan untuk menjadi penerusnya kelak. Tidak peduli jika keduanya tidak menganggapnya sama sekali.
Ikuti kisah mereka, semoga kalian suka ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Momen Romantis
Rupanya Erick diam-diam masih menyimpan ketakutan dalam hatinya. Ketakutan akan ditinggalkan oleh sang ayah, seperti yang terjadi sepuluh tahun lalu, ibu kandungnya menghilang setelah pergi dengan seseorang.
"Jangan mengingat masa lalu. Pikirkan saja bahwa kau akan segera sembuh."
Morgan pergi setelah mengatakan hal itu. Sudah pasti Morgan sedang menghindar untuk menyembunyikan perasaan kecewanya ketika diingatkan oleh putranya sendiri tentang mantan istri yang sudah memberinya dua keturunan itu.
Selain dirinya, Erick adalah orang yang paling hancur saat kepergian wanita itu. Hingga kini, sisa trauma dari sakit hatinya masih saja menghantui.
"Baiklah, semua kekhawatiranmu tidak akan terjadi. Aku dan ayahmu akan pulang tepat waktu. Jangan lupa obatnya diminum, okey,"
Megan pergi dari sana meninggalkan Erick dan David berdua saja.
"Apa aku boleh mempercayai wanita itu?" tanya Erick pada adiknya begitu Megan tidak lagi terlihat.
"Sejauh ini dia tidak mengecewakan. Kak, Kau tahu, dia mendaftarkan aku di sekolah internasional yang sangat mahal. Padahal aku mendapatkan rekomendasi untuk bebas memilih SMA Negeri manapun termasuk sekolah kakak, melalui jalur prestasi." remaja yang biasanya irit bicara itu bercerita panjang lebar.
"Apa? Jadi kau tidak mendaftar di sekolahku?"
David menggeleng seraya mengambil posisi duduk dihadapan kakaknya.
"Dia sudah mengeluarkan banyak biaya untuk pendaftaranku"
"Kenapa dia menyebalkan sekali, selalu seenaknya. Apa dia tidak berpikir saat pernikahan mereka berakhir bagaimana nasibmu? Ayah bisa bangkrut dalam sekejap hanya untuk biaya sekolah disana."
"Kak, apa kau pikir pernikahan mereka tidak akan lama? Kurasa wanita itu tidak menginginkan perpisahan."
Erick tampak berpikir. Dalam hati ia membenarkan pendapat David. Tidak mungkin ibu barunya itu rela mengorbankan banyak materi jika tidak serius memikirkan rumah tangga ini.
Tapi Erick tidak peduli. Dirinya tetap tidak sudi menganggap wanita itu sebagai ibunya. Megan bukanlah type seorang ibu yang diminatinya.
.
.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam, Morgan dan Megan tiba di salah satu hotel yang terletak di wilayah pantai.
Sungguh pemandangan yang menyegarkan mata jika dipandang dari posisi kamar yang ditempati keduanya.
"Pak Dokter, mandi lah lebih dulu, aku akan siapkan pakaianmu."
Dalam pekan ini, akan diselenggarakan 'pameran perhiasan berskala internasional, bersamaan dengan peluncuran sebuah kalung berlian dari brand ternama yang di desain oleh Mr. Robert, sang idola para desainer muda dalam dunia perhiasan. Kabarnya, kalung ini hanya ada 1 untuk tiap negara. Megan harus mendapatkannya.
Malam pertama adalah acara pembukaan dan peluncuran produk baru yang dinanti-nanatikan. Megan dan suaminya tampil serasi dalam balutan jas dan dres berwarna abu-abu.
"Berpakaian seperti ini malam hari, apa tidak kedinginan?" singgung Morgan terhadap pakaian yang dikenakan Megan.
Long dress dengan belahan tinggi yang mengekspose paha putih mulus Megan ketika melangkah. Belum lagi bagian atas dada dibiarkan terbuka. Entah dari mana istrinya mendapat pakaian jelek ini.
"Tidak apa-apa, aku sudah biasa berpakaian seperti ini, Dok." balas Megan, santai.
Morgan hanya mengangguk seperti biasa tanpa perlu menambah komentar.
Seharusnya dia memuji aku sebagai istrinya walau hanya basa-basi.
Keduanya masuk ke tempat acara yang diselenggarakan di hotel yang sama. Morgan membiarkan tangan istrinya menggelayut dilengannya. Dengan percaya diri keduanya melangkah.
"Dok, aku berdebar."
Morgan melirik sekilas saja.
"Apa penting membahas masalah jantung saat ini?"
"Tentu saja. Aku sangat gugup."
Morgan tersenyum simpul. Ia mengira bahwa Megan berdebar untuknya.
"Semoga saja aku berhasil mendapatkan kalung itu. Dok, aku sangat gugup, tidak sabar ingin menyentuhnya."
Dengan muka tak sedap Morgan menoleh dan mendapati istrinya sedang menatap lurus ke arah benda berkilau yang terpajang di dalam kaca etalase tunggal yang berdiri sangat tinggi.
Orang-orang hanya mengelilinginya tanpa bisa menyentuhnya.
"Jadi kau berdebar karena ingin mendapatkannya?"
Megan mengangguk semangat dan itu membuat Morgan menarik napas dalam-dalam.
"Berapa harganya?"
"Kita belum tahu pasti, Dok. Kudengar dibuka dengan harga satu juta dolar. Setelah pelelangan harga resminya akan keluar."
Bukan satu juta rupiah, tapi satu juta dolar. Beruntung Morgan tidak memiliki riwayat hipertensi.
"Sadarkan dirimu. Kau hanya istri seorang dokter ahli ortopedi." tandas Morgan, mengingatkan.
Megan hampir terbahak namun ia tahan seraya mengusap jidatnya dengan satu jari. Pria ini rupanya melupakan siapa Megan Berlian.
"Aku akan membelinya dengan uangku sendiri, Dok. Kau mungkin tidak tahu, tapi aku ini pekerja keras."
Morgan kembali mengangguk beberapa kali seolah sedang berkata. 'Ya ya, kau memang Megan Berlian, maaf telah meragukan kemampuanmu dalam menghamburkan uang '
"Ya, kau bekerja lebih keras dan menghasilkan lebih banyak dari pada aku. Aku hampir lupa itu."
"Bagus kalau ingat!" Megan terlihat kembali ceria.
"Wah! Nona Megan, selamat datang."
Seseorang mendatangi dan menyapa Megan. Boleh dibilang pria yang terlihat sangat akrab ini adalah Tuan pemilik acara. Dia adalah pemilik hotel, seorang pengusaha perhiasan seperti Megan.
"Halo Tuan Mox, senang bertemu dengan anda." Megan juga tidak lupa mengucap kata yang sama pada wanita di samping Tuan Mox. Dia adalah nyonga Mox.
"Dia dokter Morgan Erlangga, suami saya." terang Megan sebelum Tuan Mox bertanya.
Tuan Mox terlihat ramah. Dia bahkan mengucapkan selamat karena ternyata nona Megan telah menyandang status baru.
"Haruskah aku memyebutmu Nyonya Erlangga?"
Tuan Mox melihat ekspresi bahagia Megan ketika mendengar sapaan baru untuknya.
Dengan malu-malu Megan mengiyakan, sembari melirik wajah suaminya.
"Wah! Disini ada Nona Megan?" Dua pria datang mendekat. Ingin melakukan salam sapa seperti kebiasaan orang sini, tapi mereka ragu setelah menyadari Megan ada gandengan.
"Kau terlihat semakin cantik, Nona Megan."
Demi apapun, Morgan mulai gerah.
"Istri anda jauh lebih cantik, Tuan Gerry." Megan mengembalikan pujian yang baru ia dapatkan dari pria di depannya.
Megan kemudian perkenalkan Morgan kepada seluruh rekan bisnisnya yang ia temui. Dengan rasa bangga ia sebut Morgan adalah suaminya, Megan bahkan memberitahukan bahwa kini dirinya adalah seorang ibu dari dua remaja.
Banyak dari mereka yang salut terhadap Megan yang mau menerima orang dari tingkat level yang jauh lebih rendah. Hanya seorang dokter.
Lampu dimatikan dengan tiba-tiba, hanya menyisakan titik titik kilauan cahaya.
"Pak Dokter, ini dirimu, kan?" Megan memeluk erat lengan milik suaminya.
"Kenapa? Kau takut gelap?"
"Bukan. Aku hanya takut kau menghilang, Dok."
Alunan musik yang sangat romantis mulai terdengar. Tanpa perintah, tiap pasangan sadar bahwa ini adalah momen untuk berdansa.
Tanpa terkecuali, Megan dan Morgan mulai bergerak. Morgan mengambil dua tangan istrinya, membuat tangan itu mengalung di lehernya. Dan kedua tangannya sendiri ia lingkarkan di pinggang sang istri.
Debaran aneh kembali terasa. Megan menahan senyuman dalam keremangan. Tiba-tiba saja harus seperti ini.
"Rupanya kau takut kehilangan aku?"
"Tentu saja. Apa kau lupa pesan si sulung? Dia bisa marah besar kalau ayahnya menghilang."
"Disaat seperti ini, kau masih ingat anak itu rupanya?"
"Bukan hanya anak itu. Tapi dua anak kita, Pak Dokter. Dimanapun berada, seorang ibu akan mengingat anak-anaknya yang menunggu di rumah."
"Anak-anak kita? Kau semudah itu menganggap mereka anak-anakmu? Mereka bahkan belum membuka hati untukmu, Nona Megan."
Suasana terasa semakin romantis, musik terus mengalun, seolah mengerti bahwa ada pasangan sangat membutuhkan momen ini.
"Tidak apa-apa Dok, mereka hanya anak-anak. Aku memakluminya. Jika kita berdua berumur panjang dan pernikahan ini langgeng, kau akan melihat dan menyaksikan saat dimana mereka akan menganggapku sebagai ibunya."
"Pernikahan ini tidak akan berakhir, kecuali kau yang membuangku, Nona Megan."
Jarak antara Megan dan Morgan kian terkikis. Keduanya saling berhadapan dengan jarak wajah yang sangat dekat sembari mengucapkan kata-kata yang sebenarnya biasa saja namun terdengar sangat manis.
.
.
Oke, guys ... jangan lupa tinggalkan jejak untuk mendukung karya ini, ya ...
Megan sama ayang Morgan dansanya lama banget. Kita sambung di part selanjutnya ya ...