NovelToon NovelToon
Simpanan Tuan Reyhan

Simpanan Tuan Reyhan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Nikah Kontrak
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nova Diana

Demi masa depan, Tania Terpaksa menjadi wanita simpanan dari seorang pria yang sudah beristri. Pernikahan Reyhan yang di dasari atas perjodohan, membuat Reyhan mencari kesenangan diluar. Namun, dia malah menjatuhkan hatinya pada gadis yang menjadi simpanannya. Lantas, bagaimana hubungannya dengan Kinan, dan rumah tangganya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nova Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kunjungan Ke Penjara

Hari ini Ibu tidak membuka warung karena akan pergi ke bank untuk menyimpan uang penjualan rumah, juga akan menjenguk Ayah, memberi kabar jika rumahnya sudah terjual.

“Tania, kamu sudah siap, nak?” Ibu sudah siap dari tadi, menunggu Tania yang sedang bersiap.

“Udah, bu.” Tania keluar dari kamar, sibuk dengan ponselnya.

Banyak pesan dari teman- teman kampusnya, menanyakan kabar Tania yang sudah tidak masuk beberapa hari lalu.

Maaf teman- teman aku terpaksa berbohong.

Tanin mengatakan sedang ada urusan keluarga. Tapi melihat kehidupan mewah Tania, teman-temanya mengira ia sedang berlibur keluar negeri bersama keluarganya.

“Mobilnya jadi dateng ‘kan, Nia?”

Ibu terlihat celingukan melihat ke ujung gang.

“Jadi, bu. Sebentar lagi juga datang.”

Selang berapa lama, Pak budi datang.

“Permisi, Non Tania.” Mata Tania membulat ke arah Pak budi yang keceplosan memanggil Tania.

“Jangan begitu, pak. Kita ini sama saja, anggap saja kita saudara, panggil saja dia Tania atau nduk Tania.”

Ibu yang angkat bicara, di pikiran Ibu pak budi berkata seperti itu karena Tania dan ibunya menyewa mobilnya.

Huuuffff, hampir saja, syukurlah ibu tidak berpikiran yang macam- macam. Tania bernafas lega.

“Iya, nih pak Budi, kayak sama siapa, aja. Panggil saja Tania, Pak.” Tania menanggapi dengan diselingi tawa.

“Iya, Mbak, Tania. Mari!” Pak budi berjalan di depan, ibu dan Tania berjalan di belakang membawa uang dalam tas bersama.

Di dekat ujung gang, Tania bertemu dengan tetangga Ibunya dan menyapa terlebih dahulu.

“Mau kemana, Bu, Tania? Tidak buka warung?”

“Tidak, Buk, kami ingin menjenguk, Ayah.” Tania yang menjawab sambil terus berjalan, “mari, Buk.”

“Oh iya, hati- hati Tania.” Tania menjawab anggukan.

Inilah yang tidak bisa Tania dapatkan di Ibukota, keramah- tamahan tetangga dan rasa persaudaraan yang besar meski tidak ada hubungan darah, ya meskipun tidak semua. Pasti ada saja tetangga yang punya iri dengki yang tinggi.

Mobil sudah berjalan meninggalkan kampung Tania menuju kota, tidak jauh hanya dua puluh menit dari rumah.

Mereka berdiri di depan pintu bank. Tania dan Ibu masuk, pak Budi pergi ke warung kopi sebelah bank setelah diberi uang oleh Ibu selembar merah, Pak budi menolak awalnya, tentu saja. Tapi Ibu memaksa dan akhirnya diterima oleh pak Budi.

Tania mengambil kertas antrian menuliskan nomor rekening dan jumlah uang yang akan dimasukkan ke rekening Ibunya.

Ibu duduk di kursi yang disediakan memangku tas, dan menunggu Tania.

“Nggak banyak orang, Bu. Jadi kita nggak nunggu lama.” Tania menunjukan kertas yang berisi nomor antrian.

“Syukurlah,” Tania mengambil tas yang dipangku ibunya dan di taruh ke pangkuannya.

“Nomor antrian 122” teller bank memanggil nomor milik Tania.

Tania dan Ibu berdiri, berjalan ke teller bank.

Teller bank menjelaskan bahwa uang yang ingin disimpan terlalu banyak dan menyarankan untuk meng upgrade menjadi nasabah prioritas. Ibu yang tidak mengerti apapun hanya setuju saja pada keputusan Tania.

Selesai mengisi berkas- berkas dan menyimpan uangnya, Ibu dan Tania bergegas menuju ke polsek tempat Ayahnya ditahan.

Tania merasa gelisa selama perjalanan menuju polsek, hati Tania tidak siap dengan segala apapun yang akan dia hadapi nanti.

Apakah Tania bisa mengontrol dirinya untuk tidak terlihat membenci Ayahnya.

Apakah Tania bisa tidak memaki Ayahnya.

Banyak sekali yang dipikirkan Tania.

Sepanjang jalan Tania memandang jauh ke luar jendela mobil, bergelut dengan pikirannya sendiri.

Tania dan Ibu berjalan masuk ke ruang besuk mengikuti petugas lapas, berulang kali Tania menarik nafas lalu membuangnya kasar, berharap bisa mengontrol diri.

Pintu dibukakan oleh petugas sipir, Tania masuk dengan Ibunya, lalu duduk di kursi menunggu ayahnya.

Beberapa menit menunggu Ayah Tania datang, mengenakan baju tahanan, tangannya di borgol.

Meskipun ia sangat membenci Ayahnya yang jahat pada Ibunya, tapi hati nurani Tania sebagai anak belum mati, hatinya sakit melihat Ayahnya seperti ini.

Padahal dulu, Tania sangat berharap suatu saat Ayahnya akan mendapat ganjaran atas segala yang diperbuat pada Ibunya, tapi saat hari itu datang. Tania sungguh kasihan melihat keadaannya sekarang.

“Tania, kau pulang?” Ayah bertanya dengan nada lembut, nada yang sangat jarang Tania dengar dari Ayahnya.

“Hemm, aku tiba, kemarin. Bagaimana keadaan Ayah?”

“Baik, Nia. Nia, apa kamu membawa uang untuk menebus Ayah?” Ayah memajukan dirinya, menyentuh tangan Tania.

“Ayah!” Ibu kaget dengan pertanyaan Ayah, baginya aneh rasanya jika orang tua yang sudah lama tidak melihat anaknya, bukannya menanyakan kabar, malah langsung menanyakan uang.

Ini memang benar Ayahnya, bahkan kurungan di penjara beberapa bulan ini pun tidak membuat sikapnya berubah sedikitpun.

“Tidak,” tentu Tania berbohong, uang satu milyar, hanya disimpan delapan ratus juta, lima puluh juta, Tania putuskan cash saja karena mereka akan membeli tanah kosong. Dan yang seratus lima puluh juta untuk Ayahnya.

Seketika tubuh Ayah tertarik ke belakang, di lepaskannya tangan Tania.

Air muka Ayah pun jadi berubah, dia yang awalnya terlihat sangat baik saat masuk menjadi kesal karena Tania tidak membawa uang.

“Ck, lalu untuk apa kau jauh- jauh datang kesini jika tidak membawa uang.” Ayah menjawab dengan ketus.

“Aku memang tidak membawa uang, tapi aku bisa memberi Ayah uang.” Rasa kesal sudah menjalar di tubuh Tania, ia mulai mengetuk- ketuk meja dengan jarinya, agar rasa kesalnya terlampiaskan sedikit.

“Benarkah, Tania. Kamu bisa membebaskan Ayah?” Ayahnya kembali meraih tangan Tania saat mendengar pernyataannya.

Tapi kali ini, Tania menarik tangannya, malas dengan sikap basa basi Ayah.

“Tapi aku punya syarat.”

“Apa, apa syaratnya. Ayah pasti akan terima yang penting bebaskan Ayah.”

Ayah sangat senang, akhirnya dia bisa keluar dari tempat busuk ini, pikirnya.

“Yang pertama, ceraikan Ibu.”

“Baik.” Dengan secepat kilat Ayah menjawab tanpa meminta alasan apa mereka harus bercerai.

Ck, bahkan kau tidak bertanya kenapa. Ibu, aku sangat kasihan padamu, jika bukan karena ibi, jika dia bukan Ayahku, aku akan menghabisinya, bu.

“Huh! Rumah sudah terjual, dan uangnya ada padaku. Aku akan memberi Ayah seratus lima puluh juta. Lima puluh untuk menebus Ayah, dan sisanya terserah Ayah, mau di apakan.”

Mata Ayah seketika berbinar mendengar jumlah uang yang bicarakan Tania.

“Hebat kamu Tania, ayah saja sudah menawarkan kesana sini hanya tujuh puluh juta tidak laku.” Seperti tau apa yang dikatakan. Ayah langsung menutup mulutnya.

“Apa!” Ibu kaget, jadi selama ini Ayah sudah berniat menjual rumahnya tanpa sepengetahuan Ibu.

Tania mencoba menenangkan ibu menggenggam tangannya erat.

“Tapi Ayah harus menandatangani ini dulu.”

Tania mengeluarkan map merah, di sana tertulis apa saja yang tidak boleh lakukan di antaranya.

Ayah tidak boleh datang menemui ibu apapun alasanya.

Ayah tidak boleh mengganggu kehidupan Ibu apapun itu.

Ayah tidak boleh mencari keberadaan Ibu.

Jika Ayah melanggar, ayah akan dijebloskan lagi ke penjara tanpa jaminan bebas.

Tanpa pikir dua kali, Ayah Tania langsung menandatangani.

“Lagi pula siapa yang mau mengganggu, ibumu. Dengan uang itu aku bisa mendapatkan wanita manapun.” Ayah melempar map itu ke depan Tania.

Nafas Tania sudah sangat berat, ingin sekali rasanya ia menghajar pria di hadapannya, tapi sekuat tenaga Tania tahan.

Tania langsung bangkit, pergi dari ruangan itu, berlama- lama dengan Ayahnya bisa membuat darah tinggi Tania kumat.

Saat akan menutup pintu, Tania memberi pesan terakhir pada Ayahnya.

“Bijaklah memakai uang itu, Yah. Karena uang seratus juta itu hanya sedikit.” Lalu menutup pintu dengan keras.

“Ck, tau apa kamu tentang uang. Kamu saja tidak pernah punya uang sebanyak itu. Gajimu setahun sebagai pelayan saja bahkan tidak setengah dari itu.”

Ayah Tania terus memaki Tania saat dia pergi, tidak suka dengan nasehat anaknya.

Bersambung…

1
Nova Diana
Hallo Readers. Mohon dukukangan untuk pemula seperti aku, ya. Tinggalkan Like dan komentar kalian. Jika ada yang kurang mohon di sampaikan untuk aku perbaiki, ya. Terima kasih. 🫶
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!