“Baik, kalau begitu kamu bisa bersiap untuk menyambut kematian mama! Mama lebih baik mati!” Ujar Yuni mencari sesuatu yang tajam untuk mengiris urat nadinya.
Alika tidak percaya dengan apa yang di lakukan Yuni, sebegitu inginnya Yuni agar Alika mengantikkan kakaknya sehingga Yuni menjadikan nyawanya sebagai ancaman agar Alika setuju.
Tanpa sadar air bening dari mata indah itu jatuh menetes bersama luka yang di deritanya akibat Yuni, ibu kandung yang pilih kasih.
Pria itu kini berdiri tepat di depannya.
“Kamu siapa?” Tanya Alika. Dia menebak, jika pria itu bukanlah suaminya karena pria itu terlihat sangat normal, tidak cacat sedikitpun.
Mendengar pertanyaan Alika membuat pria itu mengernyitkan alisnya.
“Kamu tidak tahu siapa aku?” Tanya pria itu menatap Alika dengan sorot mata yang tajam. Dan langsung di jawab Alika dengan gelengan kepala.
Bagaimana mungkin dia mengenal pria itu jika ini adalah pertama-kalinya melihatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 15
Alika masuk ke kamar mandi mencuci wajahnya, mengingat kembali apa yang di lakukan Helen hari ini membuat hati Alika mengecut sakit. Kakak kandungnya sendiri begitu tidak menyukai dirinya.
Alika menatap pantulan dirinya di cermin, sudah lama dia berpura-pura menjadi jelek dan membohongi semua orang dengan wajahnya itu. Semua dia lakukan demi menyenangkan Helen.
Awalnya Alika mengira jika Helen akan bersikap baik padanya saat dia berubah menjadi gadis jelek dan bodoh. Tapi, ternyata dia salah, penampilan jeleknya dan nilai akademisnya yang rendah justru membuat Helen semakin membencinya dan bersikap buruk padanya.
Alika terlihat menimbang-nimbang, apakah dia harus mengakhiri sandiwara sebagai perempuan jelek dan bodoh? Alika tampak berpikir keras.
Tapi, sedetik kemudian dia menggeleng-gelengkan kepala. Dia tidak bisa, dia belum siap untuk itu. Apalagi, untuk saat ini.
Meskipun memang Alika merasa sedikit lelah saat harus mengenakan menghias wajahnya saat bangun, dan harus menghapus hiasannya saat akan tidur. Lain lagi, saat dia sudah menghapus hiasan wajahnya tiba-tiba ada yang ingin bertemu dengannya. Itu memang melelahkan baginya.
Seperti saat ini, dia sudah menghapus hiasan wajahnya dan tiba-tiba perutnya berbunyi karena merasa lapar. Alika baru ingat jika sedari pagi dia belum makan apa pun.
Alika pun kembali memakai hiasan wajah untuk memperjelek dirinya lalu turun ke lantai bawah mencari makanan, atau mungkin memasak sesuatu untuk di makannya.
“Kakak ipar apa kamu juga lapar?” Suara Brian membuat Alika menghela nafas malas.
Kenapa Brian selalu saja datang di waktu yang tidak tepat, Brian selalu menghampirinya di saat moodnya sedang tidak baik-baik saja.
“Iya aku lapar.” Sahut Alika dengan enggan.
“Kamu terlihat lelah, bagaimana jika aku yang masak untukmu malam ini.” Tawar Brian.
Dahi Alika mengerut, menebak-nebak ada apa dengan adik ipar tidak sopannya itu. Kenapa malam ini dia menjadi baik padanya?
“Tidak usah, aku saja yang masak.” Tolak Alika.
“Aku saja, kamu terlihat begitu lelah, jadi menurut saja kali ini.” Kata Brian tak mau mengalah lalu menarik Alika untuk duduk di kursi.
“Kamu ingin makan apa?” Tanya Brian sambil membuka kulkas.
“Apa saja boleh.” Jawab Alika kini menurut tak lagi protes, karena sejujurnya dia memang sangat lelah.
“Suka daging?” Tanya Brian menoleh menatap wajah lelah Alika.
Alika hanya mengangguk. Bahkan apa pun boleh selama itu bisa mengenyangkan perutnya dan membuat tenaganya kembali pulih.
“Baik. Aku akan masak steik untukmu.” Brian lalu mengeluarkan daging premium yang ada di dalam kulkas untuk dia masak.
Kini Brian sibuk berkutat dengan peralatan dapur, sementara Alika terus memperhatikan Brian yang begitu epik memasak steik. Bahkan mencium baunya saja membuat air liur Alika serasa akan menetes karena ngiler.
Alika menatap punggung lebar Brian, punggung yang kemarin di lihatnya di ruang baca, keduanya terlihat mirip saat membelakang. Atau mungkin wajah keduanya juga mirip? Pikir Alika ketika mengingat Daniel yang dia temui kemarin. Tapi sayangnya Daniel tidak memperlihatkan wajahnya sehingga Alika tidak bisa melihat seperti apa wajah suaminya itu.
“kapan Daniel akan pulang?” Tanya Alika.
“Mungkin beberapa hari lagi, bukankah tadi kamu sudah bertanya dan sudah ku jawab.” Kata Brian yang kini sedang merebus kentang.
“Sepertinya dia tidak menyukaiku.” Alika berkata dengan sayup membuat Brian menghentikan kegiatan memasaknya lalu menoleh menatap Alika.
Wajah Alika terlihat sendu, dia menunduk memainkan kuku nya.
“Kenapa? Apa kamu terluka jika dia tidak menyukaimu?” Tanya Brian.
“Tidak tahu.” Jawab Alika membuat Brian mengernyitkan dahinya.
“Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidupku. Aku tidak ingin pernikahanku gagal meskipun aku tahu pernikahanku dengan Daniel tidak di dasari cinta.” Jelas Alika jujur.
Deg!
Ada rasa aneh di hati Brian, perasaan yang tidak bisa dia jelaskan secara spesifik. Perasaan yang membuat otaknya menjadi tidak sinkron. Rasanya saat ini dia ingin melumat bibir merah perempuan itu dengan ganas.
Tubuhnya mulai terasa panas, sekuat hati Brian mencoba untuk menenangkan diri, karena jika dia lakukan itu sekarang, Alika pasti akan kabur dan tidak jadi makan. Meskipun gairahnya membara saat ini, dia tahu jika Alika sedang sangat lapar.
“Bagaimana kalau aku menggantikannya?” Ucap Brian akhirnya setelah mencoba menahan diri.
“Apa kamu gila? Aku sedang sangat lapar jadi jangan bercanda tentang hal yang tidak lucu.” Kata Alika memasang wajah cemberut yang membuat jantung Brian semakin berdetak tak karuan.
Sepertinya dia termakan jebakannya sendiri. Dan, dia harus menghentikannya sebelum dia tidak bisa lagi menahan diri. Jadi, Brian pun memutuskan hanya diam tidak membalas ucapan Alika lagi dan hanya fokus pada masakannya.
“Waaahh....” Alika terkesima melihat steik dan kawan-kawannya yang sudah terhidang di depan Alika, masakan Brian sungguh mengunggah seleranya.
“Makanlah.” Kata Brian lalu mengambil posisi duduk, keduanya saling berhadapan dengan makanan di piring masing-masing.
“Aku tidak tahu kalau kamu bisa masak.” Ucap Alika memasukkan daging steik yang sebelumnya sudah di iris-iris kecil oleh Brian daging ke dalam mulutnya.
“Ini enak sekali.” Puji Alika jujur.
Steik yang di masak Brian persisi seperti steik yang di masak koki saat dia datang ke rumah kakek Admanegara.
“Aku belajar dari koki yang memasak di rumah.” Ucap Brian.
Melihat Alika makan dengan lahap steik yang di masaknya membuat hati Brian merasa senang.
“Oiya, apa makanan yang di sukai oleh Daniel?” Tanya Alika.
“Kenapa kamu ingin tahu?” Tanya Brian.
“Kapan-kapan aku ingin memasak untuknya.” Kata Alika.
“Hah, bukan dia yang memasak untukmu, kenapa kamu ingin memasak untuknya, bukankah seharusnya aku yang kamu tanya, apa makanan kesukaanku.” Ujar Brian tak terima jika Alika lebih peduli pada Daniel di banding dirinya meskipun sebenarnya Daniel itu adalah dirinya juga.
“Bukankah hari itu kamu sudah makan masakanku, dan kamu mengatakan jika makanan yang ku masak itu rasanya horor, Bahkan bisa membunuh indra pengecap mu!” Alika kembali mengingatkan Brian pada ucapannya saat hari itu Alika masak.
“Kamu pendendam sekali kakak ipar.” Brian tertawa renyah mendengar kekesalan Alika. Ya, dia lupa dia memang mengatakan itu pada Alika.
“Kalau begitu berusahalah membuat masakanmu rasanya tidak horor lagi, biar bisa aku makan.” Ucap Brian.
Memang masakan Alika horor bagi Brian, karena masakan Alika membuat dia kembali mengenang hal yang menyakitkan, merindukan sesuatu yang begitu menyakitkan hatinya.
“Akan aku pikirkan.” Kata Alika.
Sikap Brian malam ini benar-benar tidak terduga bagi Alika. Brian menjadi adik ipar yang baik, tidak seperti biasanya yang membuat Alika kesal dan marah karena ketidaksopanannya.
Malam ini Brian terlihat hangat dan baik, bahkan dia juga bersikap sopan. Alika merasa seperti berhadapan dengan orang yang berbeda. Alika juga berharap jika Brian terus bersikap sopan padanya.
trus tidak helen yg terkejut akan fakta ttg daniel