*"Ah ... ampun, Kak. U-udah! Naya ngakuh, Naya salah."*
Masa remaja yang seharusnya dilalui dengan ceria dan bahagia, mungkin tidak akan pernah dialami dengan gadis yang bernama Hanaya Humairah. Gadis cantik yang lemah lembut itu, harus terpaksa menikah dengan Tuan muda dingin nan kejam.
Demi menyelamatkan ibunya dari tuduhan penyebab kematian mama dari sang tuan muda, ia rela mengorbankan kebahagiaannya.
Akankah Gadis itu bisa menjalani hari-harinya yang penuh penderitaan.
Dan akankah ada pelangi yang turun setelah Badai di kehidupannya.
Penasaran ...?
Yuk ikuti kisahnya ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggraini 27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Bayu dan Lili pun langsung melirik ke arah Naya. Saat mendengar penuturan Zia.
"Eh, enggak-enggak ... aku sama Kelvin gak ada hubungan apa-apa kok," terang Naya, saat teman-temanya melihat ke arah dia.
"Ya, jelas aja gak ada hubungan. Orang udah ditolak! Gimana mau punya hubungan, coba!" sahut Zia, masih dengan nada mengejek. Dengan senyum sinis yang tercetak di bibirnya.
"Bener, Nay. Lo gak ada nembak Kelvin 'kan?" tanya Lili memastikan.
"Suwer. Gak ada, Li. Aku gak ada kepikiran ke situ. Aku cuma mau fokus aja sama sekolah. Udah, itu aja," terang Naya yang menunjukkan dua jarinya membentuk huruf V.
"Nah ... denger tu, Zuminten," ucap Bayu yang di tunjukan ke arah Zia.
"Siapa yang lo panggil Zuminten. Nama gue Zia, ya! Bukan Zuminten," sungut Zia tak terima.
"Alah, sama aja nya tu! Z-Z juga 'kan," timpal Bayu.
"Serah lo pada lah! Malas gue ladeni geng cupu macam, Kalian. Udah jelas ke pergok tatap-tatapan, masih aja nyangkal juga," tukas Zia Kesal.
"Eh, Zia. Gue rasa lo kali yang syirik liat Naya. Orang mereka yang tatapan, tapi lo nya yang ke bakaran jenggot. Iri ya?" ejek Lili balik.
"Yuhuu ... Iri bilang, Zuminten," sambung Bayu menimpali.
"Loh ...," geram Zia yang sudah berdiri. Namun, tertahan. Karena sudah ada guru yang masuk.
Sedangkan Bayu dan Lili, tertawa cekikikan melihat ekspresi wajah geram Zia yang sudah semerah tomat busuk.
"Awas, lo pada!" geram Zia yang sudah duduk kembali.
***
Sepulang sekolah. Naya langsung menuju ke halte. Menunggu Malik menjemput dia.
"Hai, Bro. Gue nebeng lo ya? Mobil gue masuk bengkel ni," ucap Riski yang menepuk punggung Malik, yang sudah berada di belakangnya. Saat Malik ingin masuk ke mobilnya.
"Andra kemana?" Bukan menjawab, Malik malah balik pertanya.
"Udah pergi, jemput maminya di salon. Biasalah anak Mami," terang Riski.
"Jadi gimana? Boleh, ya? Kita kan satu arah, Be," sambung Riski memelas.
Malik masih diam berpikir. Bagaimana dengan Naya. Tidak mungkin kan dia memberitahu temannya.
Riski yang malas menunggu jawaban Malik pun, langsung masuk ke dalam mobil temannya itu.
"Kuy, Babe. Gue udah masuk, ni!" seru Riski dari dalam, yang membuyarkan lamunan Malik.
Melihat temannya sudah duduk manis di jok depan. Membuat Malik hanya mampu membuang nafasnya kasar.
"Fyuhhh ... ." Malik pun masuk ke dalam mobilnya malas, dengan memutar bola matanya jengah.
"Yee, gitu amat sih mukanya, Be. Gak senang apa? Kalo best friend lo nebeng. Apa lo mau jemput cewek. Hem ...?" tanya Riski santai, sambil mengunyah snack yang ada di dalam mobil Malik.
"Enggak! sapa bilang," elak Malik.
"Terus kenapa muka lo kusut gitu? Senyum dong makanya," ungkap Riski yang melihat Malik sekilas. Kemudian dia kembali memasukkan snack ke dalam mulutnya.
Malik pun langsung menyunggingkan senyum paksanya. "Dah, puas!" cetus Malik.
"Nah, gitu enak kan di liat," balas Riski senang.
Tak menjawab lagi, Malik pun langsung menghidupkan mobilnya. Bergerak pergi meninggalkan lingkungan sekolah.
Sedangkan Naya yang sudah dari tadi menunggu di halte. Tetap fokus ke jalanan, menunggu kepastian yang tak kunjung datang.
Saat Naya melihat mobil berwarna hitam dari kejauhan. Dia pun langsung berdiri, karena dia sudah mengenali, bahwa itu pasti mobil Malik.
Namun, siapa sangka. Saat mobil itu tepat di hadapannya. Bukan berhenti, malah terus berjalan. Yang menampakkan wajah Malik. Seperti tak mengenalinya.
Naya yang mengira Malik lupa pun, reflex berteriak.
"Kak Malik ... Naya Masih di sini!" teriak Naya yang mengejar mobil Malik.
"Kak Malik ... Tunggu ...!"
Tak mengindahkan panggilan Naya. Malik malah terus meningkatkan laju kecepatannya. Sehingga, Naya pun tak mampu untuk terus mengejar.
"Wih ... gila lo, Mal. Segitu banget fans lo ngejarnya, salut gue," tukas Riski yang salut dengan Naya, segitu ngefansnya dengan Malik. Sampai berani menunggu dan mengejar Malik sejauh itu. Pikir Riski dalam benaknya.
"Hh, biasa aja," respon Malik yang meremehkan.
"Yee, gitu banget respon, Lo. Entar lo benaran suka, baru tau rasa," cetus Riski.
"Gak akan," tegas Malik singkat.
Sementara Naya yang tak kuat lagi untuk mengejar pun, lebih memilih duduk sebentar di pinggir jalan. Untuk meluruskan kakinya sejenak.
"Huh ... Kak Malik kenapa, sih? Kok aku ditinggal. Apa dia lupa? Atau gak ingat sama ku, ya?" guman Naya bertanya-tanya. Sambil sesekali memijat kakinya yang terasa keram. Ditambah rasa lapar, yang masih dirasakan nya.
"Gimana coba? Caranya buat pulang. Malah gak tau lagi, jalan menuju rumah Kak Malik," lanjutnya semakin bingung.
Tak berputus asa. Naya yang bingung pun, memilih mencari barang di dalam tasnya. Mau tau ada barang yang bisa dijual. Namun, yang di punya. Hanyalah sebuah ponsel yang tak bermerek terkenal. Tapi sangat penting untuknya.
"Oh, iya. Aku kan masih bisa liat alamat rumah kak Malik pake google maps. Kok aku gak kepikiran ya." Naya pun menepuk jidatnya, saat baru kepikiran. Bahwa sekarang jamannya sudah canggih.
Segera dia bangkit kembali. Saat sudah membuka applikasi google maps, untuk menunjukkan arah jalan pulang.
Malik yang sudah ada di rumahnya pun langsung bersantai. Seperti tidak ada beban yang dia pikirkan. Namun, saat dia melihat jam diding yang berada di dalam kamarnya, sudah menunjukkan jam pukul 4 sore. Baru lah dia teringat, tentang Naya yang dia tinggal di jalanan sendirian.
"Shiit! ke mana anak itu perginya. Jam segini belum juga sampai rumah," guman Malik yang geram bercampur rasa khawatir.
What! Khawatir. Apa mungkin seorang Malik bisa meresa khawatir dengan seorang Naya?
Untuk mengetahui keberadaan Naya. Malik pun melacak dengan ponselnya yang sudah dihubungkan dengan ponsel Naya yang dia retas waktu itu.
"Damn it, ngapain dia berada di sini," umpat Malik kemudian segera dia menyambar kunci mobilnya, dan pergi.
Berambung ...