Bagaimana rasanya, jika kalian sebagai seorang anak yang di abaikan oleh orangtuamu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Ella langsung melototi Vania. Padahal di perjalan dia sudah mewanti-wanti Vania agar jangan membuat masalah.
"Kakek cuma kasihan melihat Adira yang tidak diperlakukan secara adil oleh orang tuanya. Salah Kakek memberikan sedikit lebih rasa sayang untuknya? Coba kamu katakan dimana kesalahannya? Bahkan Kakek juga membeli untuk mu baju yang sama."
"Tapi Kakek tidak pernah memberiku hadiah saat mendapatkan juara. Kemarin Kakek memberikan Adira kalung." jelas Vania.
"Kakek baru memberinya satu kali. Bahkan kamu mendapatkan berkali-kali dari orang tuamu. Adira baru pertama kalinya mendapatkan hadiah dari Kakek. Dan itupun, karena dia mengajak Kakek untuk membantunya mengambil rapor."
"Vania, diam lah." bentak Ella. Membuat Vania bungkam.
"Afandi, kamu memang anak satu-satunya Ayah dan Ibu. Begitu juga denganmu Ella. Tapi apa pantas kalian tidak menyayangi Adira? Adira tetap anakmu. Dia lahir dari rahimmu, dan nafsu kalian berdua. Andai Adira bisa memilih, mungkin dia juga mau lahir di dunia ini. Apalagi lahir dari orang tua macam kalian." lanjut Johan.
"Cukup Ayah. Jangan membuat kami semakin merasa bersalah." ujar Afandi tak terima mendengar kebenaran dari Ayahnya.
"Pergilah, karena akun tidak tahu dimana Adira berada. Dan kalaupun aku tahu, aku tidak akan memberitahu pada kalian." usir Johan menatap mereka semua.
"Kami akan mencari Adira. Kamu akan kami antar untuk pulang." ujar Afandi saat mereka sudah dalam mobil.
"Aku ikut." rengek Vania.
"Gak usah, nanti menyusahkan saja." cetus Ella dari kursi depan. Membuat Vania tidak berani membantahnya lagi.
Setelah mengantar Vania pulang. Afandi dan Ella memutari seluruh jalanan untuk mencari keberadaan Adira.
"Ayah kira-kira tahu kemana Adira pergi?" tanya Ella tanpa menoleh ke arah suaminya.
"Tidak, bahkan aku tidak ada bayangan sedikitpun." jawab Afandi. "Kamu nangis?"
"Aku hanya menyesali semua tindakan aku. Ayah mu benar. Jika kita merupakan orang tua yang gagal. Gagal mendidik anak-anak." isak Ella menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Vania merasa sangat kesal. Dia memilih untuk datang ke rumah Satria. Daei luar, kebetulan Satria sedang duduk santai di depan teras.
"Hai Satria."
"Gimana udah sehat?" tanya Satria melihat Vania.
"Udah mendingan, mungkin besok aku udah kembali masuk sekolah. Oya, tolong kirimkan aku tugas yang diberikan oleh guru. Ini nomorku." ujar Vania menyerahkan ponselnya.
Mau tak mau, Satria mengambil ponsel Vania dan menyimpan nomornya disana. Kemudian memanggil nomor tersebut agar tahu nomor Vania.
"Nanti aku kirimkan." kata Satria.
"Adikmu kemana? Kenapa tidak pernah kelihatan?" tanya Satria.
Vania langsung mengatur wajahnya agar terlihat sedih. "Itulah, sampai sekarang dia tidak pulang ke rumah. Dia kabur karena masalah sepele. Dia marah karena ditinggal sendiri saat orang tua kami membawaku ke rumah sakit." papar Vania dengan linangan air mata.
"Padahal, itu bukan keinginanku." isak Vania.
Satria hanya diam. Dia tidak mau berkomentar apapun. Apalagi dia tidak punya hak untuk ikut campur urusan keluarga orang lain.
"Sekarang, orang tua kami juga sedang mencarinya." lanjut Vania.
"Semoga hubungan keluarga kalian semakin membaik. Aku tinggal dulu ya." pamit Satria meninggalkan Vania sendirian.
"Eh mau kemana?"
"Dalam." jawab Satria.
"Tante Lia ada di dalam kan?" tanya Vania mengikuti langkah Satria.
"Kenapa kamu masuk? Aku sendirian di rumah. Mama lagi gak ada. Keluar lah." usir Satria membuat Vania gelagapan.
"Eh ,,, maaf." lirih Vania kikuk.
Satria langsung naik menuju kamarnya setelah memastikan Vania pergi.
"Ada-ada aja." gumam Satria menghempaskan tubuhnya ke kasur.
"Sat, jangan lupa kirimin aku tugas yang diberikan oleh guru." chat masuk ke ponsel Satria.
"Cih ,,, menyusahkan." desis Satria.
Satria langsung bangkit, melihat beberapa tugas dan mengirimkannya pada Vania.
Adira sudah membeli ponsel baru. Walaupun tidak semahal ponselnya yang dulu. Namun, dia sangat senang.
Hal pertama yang dilakukan Adira adalah menelpon Kakeknya untuk mengucapkan terimakasih. Selanjutnya Adira membuat sosial media yang baru, untuk memeriksa kabar orang tuanya. Bagaimanapun rasa rindu itu tetap ada.
"Maafkan aku, yang belum juga bisa kembali." isak Adira menatap foto keluarga yang baru saja di unggah Ibunya.
"Ifana, ini aku Adira."
"Adira? Aku rindu. Kamu kemana saja?" balasan dari akun Ifana.
"Aku butuh kamu. Bisa bertemu?"
"Tentu, dimana?"
"Di tempat wisata, taman sakura. Hari minggu, besok."
"Jauhnya, oke lah. Tapi aku ajak sepupuku ya. Karena mungkin aku gak dapat izin jika sendirian." balas Ifana.
Adira memilih untuk bercerita pada Ifana. Karena selain Kakeknya mungkin Ifana adalah orang kedua yang bisa dipercaya. Sedangkan Shanum hanya tau garis besarnya saja, itupun atas cerita Johan.
Satria yang diminta tolong Ifana langsung sibuk mempersiapkan penampilannya untuk besok. Dia tidak ingin jika nanti tampil dengan kacau.
Awalnya Satria memang tidak mau untuk mengantar Ifana. Namun sahabatnya memaksa, apalagi dia mengatakan kalau akan melakukan apa saja agar Satria mau menemaninya.
Satria juga ingat, jika Vania pernah memberitahunya kalau Adira sedang kabur dari rumah. Mungkin, dia bisa membantu orang tua Adira, apalagi dia bisa melihat begitu tertekan dan capeknya Afandi dan Ella.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Eh, Satria mau kemana?" tanya Vania dari depan terasnya. Kemudian dia berjalan menuju dimana Satria berada.
"Mau jalan Vania." jawab Satria sekedar.
"Wah benarkah? Enak ya. Sama siapa?" baru saja Vania bertanya. Ifana datang dengan motor maticnya.
"Eleh-eleh ... Gantengnya." puji Ifana menatap Satria dengan balutan kaos maroon serta jaket kulit warna hitam. Dipadukan dengan celana hitam.
"Biasa aja." ujar Satria salah tingkah.
"Kami jalan dulu ya." pamit Satria pada Vania yang bengong.
"Dia sudah punya pacar." lirih Vania menatap kepergian Satria sambil membonceng Ifana.
"Aku pasti bisa merebutnya. Apalagi pacarnya tidak begitu cantik." sinis Vania meninggalkan rumah Satria.
Adira tiba lebih awal dari Ifana. Dia datang dengan diantar Shanum. Nanti Shanum berjanji akan menjauh untuk memberi ruang pada Adira, agar bebas bercerita pada temannya.
"Coba kamu telpon dulu. Barangkali mereka sudah dekat. Biar Tante pesankan makanan." perintah Shanum.
"Mereka sudah dekat Tante. Mungkin, sekitar lima belas menit lagi." ungkap Adira. Dan Shanum langsung memanggil pelayan untuk memesan beberapa jenis makanan.
"Adira." pekik Ifana melihat Adira pada tempat yang telah diberitahukannya.
"Satria?"
"Tante Shanum." mereka langsung saling memeluk.
"Ah,,, ternyata dunia sesempit ini." kekeh Shanum.
Shanum dan Satria adalah tetanggaan. Namun, sekarang Satria telah pindah.
Rasany ngk enk bget