"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyintas
"Aaaaaaaa!!"
Terdengar teriakannya ketika pria di depannya mengayunkan pisau ke arahnya. Dengan cepat gadis itu menggulingkan tubuhnya ke samping. Dia berhasil menghindari tusukan pisau, tapi ujung pisau sempat menggores kulit dan darah keluar dari luka sayat yang didapatnya.
Melihat mangsanya berhasil menghindar, pria itu kembali mengejar gadis itu masih dengan pisau terhunus di tangannya. Gadis itu merogoh kantong celananya, mengambil barang yang selalu dibawanya untuk melindungi diri. Dengan cepat dia menyemprotkan pepper spray ke mata sang pelaku.
"Aaaarrgghh.."
Pria itu menjerit saat bubuk cabai mengenai matanya. Gadis itu menjauhkan tubuh penyerangnya menggunakan kakinya. Didorongnya dengan kencang tubuh pria itu menggunakan kakinya hingga dia jatuh terguling. Sang gadis mengambil tasnya lalu berlari menjauh. Sebelumnya dia sempat melayangkan tendangan ke arah kepala pria itu. Tanpa sengaja gadis itu melihat sebuah luka bekas jahitan sepanjang lima Senti di lengan kiri penyerangnya. Bergegas dia berlari keluar dari rumah sebelum khasiat bubuk merica yang disemprotkannya menghilang.
Tanpa melihat ke belakang lagi, gadis itu berlari. Dia melompati tumpukan kotak kayu bekas buah yang menghalangi jalannya. Akhirnya dia tiba juga di jalan raya. Dia langsung menyetop taksi yang tengah melintas. Dengan nafas memburu, gadis itu masuk ke dalam taksi.
"Jalan Barito, Pak."
Supir taksi tersebut segera menekan pedal gas, melajukan kendaraannya menuju jalan Barito. Gadis itu menolehkan kepalanya ke belakang. Terdengar hembusan nafas leganya saat tahu pria yang menyerangnya tidak mengejarnya lagi. Apa yang dilakukan gadis itu tertangkap oleh pengemudi taksi yang memperhatikan dari kaca spion.
"Kenapa, Mbak? Apa ada yang mengejar?"
"I.. iya, Pak. Saya habis bertemu orang jahat."
"Hati-hati, Mbak. Sekarang angka kejahatan sedang meningkat. Jangan keluar malam kalau tidak ada perlu dan jangan keluar sendirian. Sebaiknya ditemani seseorang."
"Iya, Pak. Terima kasih atas nasehatnya."
Gadis itu menyandarkan kepalanya ke jok yang didudukinya. Seumur hidupnya dia baru mengalami hal seperti tadi. Sejak sekolah sampai tamat kuliah, dia sering pulang malam dan sejauh ini aman-aman saja. Namun kejadian malam ini menjadi pelajaran pentung baginya. Gadis itu mulai berpikir ulang jika keluar di malam hari.
Taksi yang ditumpanginya sudah memasuki jalan Barito Raya di mana dirinya tinggal. Dia memberikan pengarahan pada sang supir. Tak lama kemudian mobil tersebut berhenti di depan sebuah rumah berukuran besar bercat putih. Gadis itu melihat tarif yang harus dibayar di layar argo. Dia mengeluarkan selembar seratus ribuan dari dalam dompetnya.
"Ini, Pak."
"Sama-sama, Mbak. Eh tunggu Mbak, ini kembaliannya," tahan sang supir yang melihat gadis itu hendak keluar. Karena tarif yang harus dibayar tak sampai lima puluh ribu.
"Kembalinya buat Bapak aja."
"Terima kasih, Mbak."
"Sama-sama, Pak. Terima kasih juga sudah mengantarkan saya dengan selamat."
Setelah mengatakan itu, gadis tersebut keluar dari taksi. Dia melihat sekeliling dulu sebelum masuk ke dalam rumahnya. Seseorang langsung membukakan pintu begitu dia memijit bel.
"Jiya.. kamu kenapa baru pulang?" tegur wanita yang sekarang berdiri di depannya. Dia adalah Mama dari gadis bernama Jiya itu.
"Iya, Ma. Tadi keasikan ngobrol sama Winda."
Jiya mencium punggung tangan Mamanya lalu segera masuk ke dalam rumah. Dia langsung menuju kamarnya. Untung saja sang Mama tidak melihat luka di punggung tangannya. Kalau tidak berondongan pertanyaan pasti akan diberikan wanita itu.
Sesampainya di kamar, Jiya langsung masuk ke kamar mandi. Dia segera membersihkan tubuhnya, tidak lupa mengobati lukanya dan menutupnya dengan plester. Jiya membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Peristiwa menegangkan tadi kembali melintas di pikirannya. Berkali-kali Jiya mengucapkan syukur masih diberikan keselamatan oleh Sang Pencipta. Karena lelah, tak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk jatuh tertidur.
***
Di sebuah jalan yang sepi dan gelap, terdengar suara derap kaki. Jiya terus berlari mencoba menghindari kejaran seseorang di belakangnya. Karena tak melihat jalan, kakinya tersandung batu hingga dia tidak bisa menahan tubuhnya dan jatuh terguling. Di saat bersamaan sang pengejar sampai ke dekatnya. Tanpa memberikan kesempatan bagi gadis itu menghindar, dia segera melayangkan pisau di tangannya ke tubuh Jiya.
"Jangaaaann!!!"
Jiya terbangun dari tidurnya dengan nafas terengah. Peluh membasahi kening dan lehernya. Mimpi yang dialaminya terasa begitu nyata. Dia mengusap keringat di keningnya lalu beranjak dari ranjang. Dia mengambil gelas berisi air putih yang sengaja disiapkan olehnya setiap sebelum tidur. Dihabiskannya air di dalam gelas tanpa tersisa lalu menaruh kembali gelas ke tempatnya.
Setelah dirinya sedikit tenang, Jiya bangun lalu masuk ke kamar mandi. Tak lama kemudian dia keluar dengan wajah sudah terbasuh air wudhu. Waktu masih menunjukkan pukul setengah tiga dini hari. Dia memutuskan untuk melakukan shalat malam. Selesai shalat malam, Jiya melanjutkan dengan tadarus. Setengah jam kemudian dia mengakhiri tadarusnya. Tangannya meraih ponsel di atas nakas. Sebuah pesan dari Winda masuk ke ponselnya sejak lima jam lalu.
[Ada info kerjaan, tapi di Bandung. Minat ngga? Di J&J Entertainment. Mereka buah lowongan buat PR di agency artisnya. Kalau minat, aku kasih linknya. Lamaran dibuka cuma tiga hari aja.]
Jiya terdiam sejenak. Mengingat peristiwa mengerikan yang dialaminya, gadis itu bermaksud hijrah saja ke Bandung. Bukannya melarikan diri, tapi Jiya khawatir kalau suatu saat dia bertemu lagi dengan penyerangnya. Gadis itu takut bukan hanya dirinya yang terancam bahaya. Bisa jadi keluarganya juga berada dalam bahaya.
Melapor ke polisi? Jujur saja gadis itu kurang percaya aparat negara yang satu itu? Pasalnya salah satu temannya pernah dijebak menjadi bandar narkoba. Entah sengaja atau salah tangkap, rumah temannya tiba-tiba digeledah dan secara ajaib di kamarnya ditemukan narkoba yang tidak pernah dilihat sebelumnya dan dalam jumlah yang tidak sedikit. Sampai sekarang temannya ini mendekam di penjara tanpa bisa melakukan banding karena kurangnya bukti dan saksi. Dengan cepat dia mengetik pesan balasan pada temannya.
[Kirim linknya.]
***
"Apa? Kamu mau kerja di Bandung?" tanya Arini yang terkejut mendengar ucapan anaknya yang tiba-tiba ingin bekerja di Bandung.
"Iya, Ma. Posisinya bagus, sesuai dengan kuliah yang aku ambil."
"Tapi kenapa harus di Bandung? Kamu bisa kerja di kantor Papamu. Nanti biar Papa yang carikan posisi untukmu."
"Kantor Papa bukan passion aku, Ma. Please biarin aku kerja di Bandung. Please, Ma. Aku janji ngga akan macam-macam dan aku juga bakal jaga diri dengan baik."
Terdengar hembusan nafas Arini. Anak sulungnya ini jika sudah punya keinginan, tidak ada yang bisa menahannya. Dia melihat pada suaminya dan suaminya itu hanya mengangkat bahu saja. Menyerahkan semua keputusan pada istrinya.
"Mas.. memangnya di Sentinel tidak ada lowongan?"
Baskara, Papa Jiya memang bekerja di Sentinel. Pria itu bekerja sebagai manajer HRD di perusahaan jasa keamanan tersebut. Sejak perusahaan itu berdiri, Baskara sudah bergabung di sana dan menjadi salah satu pegawai andalan Ivan.
"Aku ngga mau kerja di Sentinel. Aku mau kerja di J&J Entertainment. Please, Ma, Pa."
Jiya menangkupkan kedua tangannya sambil mengedipkan matanya layaknya boneka. Mau tidak mau Arini dan Baskara mengijinkan anaknya itu untuk merantau ke kota kembang tersebut. Lagi pula jarak antara Jakarta dan Bandung kini bisa ditempuh dalam waktu kurang dari satu jam dengan menggunakan kereta Whoosh. Terdengar pekikan senang Jiya. Gadis itu langsung bersiap untuk pergi ke Bandung.
***
Sebuah koper yang berisi pakaian miliknya, tas dan juga sepatu sudah berada di dekat lemari. Dia mengambil tas ranselnya lalu mengisinya dengan barang pribadi lain. Sejak kejadian tidak menyenangkan, dia membekali diri dengan beberapa alat untuk melindungi diri. Pepper spray, stun gun atau alat sengat listrik, alarm pribadi untuk memberi sinyal bahaya dan self-defense stick dimasukkan ke dalam.ransel. Dia mencari semua peralatan pertahanan diri dari internet. Selain itu dia juga membeli wig dan kacamata tebal dengan lensa biasa untuk memanipulasi penampilannya.
Entah sampai kapan Jiya akan hidup dalam penyamaran. Namun yang pasti dia melakukannya demi bertahan hidup. Gadis itu merasa penjahat yang berusaha menyerangnya bukanlah penjahat biasa. Aroma parfum yang dikenakan pria itu adalah parfum merk terkenal. Pasti penyerangnya berasal dari kalangan ekonomi atas. Jika tebakannya benar, maka sulit untuk menyeret penjahat itu ke meja hijau. Karenanya Jiya memilih bungkam dan bersembunyi untuk sementara waktu.
Selesai mengemas semua barang-barangnya,Jiya keluar dari kamarnya seraya menggeret kopernya dan membawa ranselnya. Sang ayah segera mengambil barang-barang milik anaknya lalu menaruhnya ke bagasi mobil. Pria itu akan mengantar anaknya ke stasiun Halim. Jiya akan berangkat ke Bandung dengan menggunakan kereta cepat. Gadis itu memeluk erat Mamanya sebelum pergi. Dia juga memeluk Ananta, adiknya yang masih menyelesaikan kuliahnya. Jarak antara dirinya dan sang adik hanya berselisih dua tahun saja.
"Kamu jaga diri di sana. Cari kost-an yang layak. Papa sudah membekalimu dengan kartu kredit. Pergunakan itu untuk kebutuhan sehari-hari mu."
"Iya, Ma."
"Kabari Mama kalau kamu sudah sampai di Bandung."
"Iya, Ma. Aku pergi dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Jiya mencium punggung tangan Mamanya. Lalu gadis itu masuk ke dalam mobil. Tangannya melambai pada Mama dan adiknya ketika sang ayah sudah menjalankan kendaraan roda empat tersebut.
***
Setelah menempuh perjalanan selama empat puluh lima menit, akhirnya Jiya tiba di kota Bandung. Wanita itu menghirup udara lembab yang terasa ketika melangkah keluar dari kereta. Kota Bandung baru saja diguyur hujan lebat dan baru berhenti beberapa menit lalu. Penampilan Jiya sudah berubah. Sebelum berangkat ke Bandung, dia mengubah dulu tampilannya. Wig rambut keriting sebahu sudah menutupi kepalanya, kacamata tebal juga bertengger di wajahnya dan dia juga membuat tahi lalat di atas bibirnya menggunakan pensil alis.
Jiya menarik kopernya keluar dari peron, menuruni anak tangga yang membawanya menuju pintu keluar. Pemandangan di luar stasiun masih terasa lembab akibat hujan yang mengguyur. Aspal dan sekitarnya juga terlihat basah. Bahkan beberapa genangan air terlihat di sana.
Untuk sesaat Jiya masih terdiam di sana. Dia mencari tempat duduk lebih dulu. Gadis itu tidak punya teman atau kerabat di kota ini. Jadi dia hanya bisa mengandalkan dirinya saja. Jiya mencari-cari kost-an untuknya tinggal. Sudah ada beberapa pilihan yang sesuai dengan kriterianya. Gadis itu kemudian berdiri dan bersiap keluar dari stasiun. Ketika berjalan melewati tempat sampah, gadis itu mengeluarkan sampah dari dalam tasnya. Dia bermaksud membuangnya ke tempat sampah.
Saat akan membuang sampah. Pandangannya tertuju ke bagian bawah tempat sampah. Dilihatnya ada cairan pekat dan gelap merembes keluar dari bagian bawah tempat sampah tersebut. Jiya berjongkok, dirabanya cairan pekat itu, warnanya merah seperti darah dan ketika dicium aroma amis langsung menerpa indra penciumannya. Jantung Jiya berdebar kencang. Dengan tangan bergetar dia membuka penutup tempat sampah. Bau menyengat langsung tercium dan yang membuatnya kaget, dia melihat ada tangan yang keluar dari dari plastik sampah hitam yang ada di dalam tempat sampah.
"AAAAAAA!!!!"
waaah sean emang kmu punya orderan ala aja😆😆😆😆😆