Li Yuanting, seorang jenderal perang bengis dan tak kenal takut dari zaman kuno, bereinkarnasi ke tubuh Ethan Zhao berusia 27 tahun, seorang pria tampan yang culun dan sering dihina, dijadikan anjing pesuruh oleh keluarga besar Zhao serta istrinya sendiri.
Li Yuanting yang menempati tubuh Ethan, akhirnya membalas mereka, dengan kemampuan strategi miliknya dan juga gabungan bakat yang dimiliki Ethan. Bagaimana perjalanan sang jenderal?
Yuk! Mampir baca!
Yang gak suka silahkan skip! Tidak perlu memberikan rating buruk👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa Penasaran
Peluru terakhir dari Ethan menandai akhir dari Black Serpent Syndicate. Kekacauan perlahan mereda, dan markas mafia itu kini telah jatuh sepenuhnya ke tangan Ethan Zhao dan timnya.
Ethan berdiri dengan napas berat di tengah medan perang yang kini sunyi. Dia menatap timnya yang masih berdiri kokoh meski terluka.
"Kita menang," ujar Ethan dengan suara tegas.
Alex tersenyum tipis sambil menyeka darah di pelipisnya. "Kau benar-benar gila, Ethan. Tapi ini kemenangan besar."
Ethan menatap horizon malam yang dipenuhi asap dan bara api. "Ini baru awal. Masih ada Felix yang harus kita jatuhkan."
****
Berita mengenai kejatuhan Black Serpent Syndicate menyebar seperti api di dunia bawah tanah. Koran-koran kriminal menuliskan headline besar: "Kekaisaran Black Serpent Tumbang dalam Semalam — Dalang Masih Misterius."
Kelompok mafia, sindikat perdagangan gelap, hingga kartel besar mulai resah. Black Serpent bukanlah nama kecil; mereka adalah salah satu kekuatan utama yang telah mendominasi perdagangan manusia dan organ ilegal selama bertahun-tahun.
Kehancuran mereka yang tiba-tiba dan brutal tanpa jejak jelas membuat banyak pihak terkejut sekaligus waspada.
Di ruang pertemuan rahasia sebuah klub malam elit, sekelompok pimpinan sindikat dunia bawah berkumpul. Salah satu dari mereka, seorang pria berjanggut dengan mata tajam bernama Liang Wu, menatap tajam laporan yang ada di tangannya.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Liang Wu dengan nada geram. "Tidak ada kelompok besar yang bergerak tanpa sepengetahuan kita."
Seorang anggota sindikat lainnya menggeleng. "Informasi kami nihil. Tapi satu hal yang pasti, mereka sangat terorganisir dan mematikan."
Di sisi lain dunia bawah, ada juga yang justru merasa senang dengan tumbangnya Black Serpent. Banyak korban yang selama ini hidup dalam bayang-bayang teror akhirnya bisa bernapas lega. Beberapa pemimpin kecil yang dulu tertindas oleh dominasi Black Serpent bahkan bersulang merayakan kebebasan mereka.
Namun, rasa penasaran tetap membara di kalangan mafia besar.
"Saya dengar kelompok baru itu memiliki ahli strategi yang tak tertandingi, seorang sniper legendaris, dan bahkan seorang ahli racun. Pemimpinnya ... tidak ada yang tahu siapa dia, tapi dia pasti seseorang yang berbahaya," bisik salah satu informan kepada Liang Wu.
Liang Wu menyeringai dingin. "Kalau mereka sekuat itu, mungkin sudah waktunya kita ajak mereka bergabung. Kalau tidak, mereka harus dihancurkan sebelum jadi ancaman."
Sementara itu, di apartemen rahasia miliknya, Ethan Zhao duduk dengan tenang di depan layar komputer yang menampilkan berbagai laporan berita tentang aksi mereka. Alex, Victor, Derek, dan Keira berdiri di belakangnya dengan ekspresi puas.
"Berita tentang kita menyebar lebih cepat dari yang kukira," ujar Keira dengan nada santai.
Ethan hanya tersenyum tipis, matanya berkilat tajam. "Biarkan mereka penasaran. Tapi ingat, ini baru permulaan. Kita belum selesai."
Evelyn yang duduk di sudut ruangan angkat bicara, "Kau tahu mereka akan mencoba mencari kita, kan?"
Ethan mengangguk. "Biarkan mereka datang. Kita akan tunjukkan bahwa kita bukan sekadar kelompok bayangan. Kita adalah kekuatan yang akan menaklukkan dunia bawah tanah."
Di ruang kerjanya yang mewah di mansion Zhao, Felix duduk dengan wajah merah padam. Asap rokok yang membubung dari tangannya tak mampu menutupi amarah yang berkecamuk di dadanya. Di meja kerjanya, tumpukan laporan bisnis berisi angka-angka kerugian proyek GreenTech yang terus merosot menjadi pemandangan suram.
Namun yang lebih menyakitkan adalah berita terbaru: Black Serpent Syndicate, mitra penyokong rahasianya, telah tumbang.
Felix melempar laporan itu ke dinding dengan penuh murka. "Sialan! Siapa yang berani menghancurkan segalanya?! Ini tidak masuk akal!"
Clara yang duduk di sofa dengan angkuh berusaha menenangkannya, meskipun ada nada cemas dalam suaranya. "Felix, mungkin ini hanya kebetulan buruk. GreenTech bisa diperbaiki, dan Black Serpent ... mereka pasti punya musuh alami. Jangan langsung panik."
Felix menyeringai sinis, matanya penuh dendam. "Kebetulan? Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, Clara! Seseorang sedang menargetkan aku! Pertama proyekku hancur, sekarang Black Serpent tumbang. Aku akan menemukan siapa dalang di balik semua ini!"
Felix memanggil asistennya dengan nada tinggi. "Cari tahu! Hubungi semua informan kita. Aku ingin tahu siapa yang melakukan ini, sekarang juga!"
Asistennya gemetar dan langsung keluar dari ruangan dengan tergesa-gesa.
Di balik kemarahannya, ada bayangan kekhawatiran yang mulai merayapi benak Felix. Bagaimana mungkin seseorang bisa bergerak begitu rapi dan tak terdeteksi?
Clara mencibir, mencoba memanipulasi situasi. "Mungkin ini ada hubungannya dengan Ethan," ujarnya sambil memainkan rambutnya.
Felix tertawa dingin. "Ethan? Dia sudah selesai. Tidak mungkin pecundang seperti dia punya kemampuan melakukan ini."
"Benar juga! Pria culun itu memangnya bisa apa?!" Clara menimpali dengan nada mengejek.
Namun, jauh di lubuk hati Felix, ada rasa ragu yang tak bisa dia enyahkan. Bagaimana jika Ethan bukan lagi pria lemah yang selama ini dia hina?
Pagi yang cerah menyinari apartemen milik Evelyn. Gadis cantik itu baru saja membuka pintu dan melangkah masuk dengan tenang. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti ketika pandangannya tertuju pada sosok Ethan yang sedang melakukan pull-up di bar yang terpasang di dekat balkon.
Keringat membasahi kulit kekar pria itu, menonjolkan otot-otot yang terlihat terlatih sempurna. Setiap tarikan tubuhnya menunjukkan kekuatan yang tak terbantahkan. Evelyn tertegun, matanya tanpa sadar terpaku pada pemandangan di depannya.
Wajah Ethan yang dingin namun tampan terpulas sedikit rona kemerahan akibat latihan intens. Nafasnya teratur meski tubuhnya jelas telah bekerja keras. Dengan sekali tarikan terakhir, dia mendaratkan kedua kakinya di lantai dan menoleh ke arah Evelyn.
“Kau sudah datang?” suara berat Ethan memecah keheningan.
Evelyn cepat-cepat menyadarkan diri dari lamunan canggungnya. Dia berdehem kecil, berusaha menutupi keterkejutannya. "Eh, ya. Sepertinya kau sibuk latihan pagi ini."
Sialan! Kenapa dia kelihatan seksi dan menggoda? Aku kan, jadi ingin menggigit ototnya! Eh aku pikir apa?
Evelyn menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran nakalnya.
Ethan hanya mengangguk datar sambil mengambil handuk untuk mengusap keringatnya. "Tubuh ini masih perlu banyak penyesuaian."
Evelyn tersenyum tipis, meski pipinya sedikit memerah. "Penyesuaian? Aku rasa kau justru sudah lebih dari sempurna."
Ethan mengangkat alis, sedikit bingung dengan komentar itu, tetapi memilih tidak menanggapinya. "Ada keperluan apa kau ke sini pagi-pagi?"
Evelyn menghela napas panjang, mencoba kembali fokus. "Ada informasi penting tentang salah satu musuh kita yang ingin aku bicarakan."
Ethan menyeka wajahnya sekali lagi, siap mendengarkan apa pun yang Evelyn katakan. "Baik, mari kita bahas."
Namun dalam hati Evelyn, bayangan tubuh kekar Ethan masih terngiang, membuat gadis itu menyadari bahwa pria di depannya bukan lagi Ethan yang dulu — tapi seorang pria dengan aura kuat yang memikat tanpa disadari.