Desya yang terlahir dari keluarga sederhana ia dijodohkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang lelaki yang dimana lelaki itu inti dari permasalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veli2004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keliaran Evan
"Kau tidur dijam segini" ucap seseorang.
Aku membuka kedua mataku sambil melihat ke sekelilingku, terlihat Evan yang tengah berdiri di bagian pintu kamar.
"Aku ngantuk" sahut ku pelan sambil mengusap kedua bola mataku.
"Katakan padaku kenapa kau mual setelah memakan daging itu? " tanya Evan dengan tatapan tajamnya yang menatapku.
”Tatapan itu lagi” gumamku.
"Aku juga nggak tau mungkin terlambat makan" sahut ku lagi.
Evan melangkah kearahku, ia duduk disampingku sambil menatapku dengan tatapan yang tidak jelas sama sekali.
"Kenapa, apa ada yang salah denganku? " tanyaku bingung.
"Tidak" sahut Evan kemudian pergi begitu saja.
"Dasar lelaki aneh" umpatku kesal.
Aku juga tidak tau kenapa tiba-tiba mual seperti ini, untunglah rasa mual itu telah hilang dan aku bisa berjalan seperti semula.
Dengan langkah pelan aku menuruni anak tangga yang terasa panjang, setelah beberapa menit kemudian aku pun sudah berada di lantai bawah.
Saat aku berjalan menelusuri beberapa ruangan, ada satu ruangan yang terbuka bagian pintunya. Aku yang penasaran kemudian mendekati ruangan itu lalu membuka pintu itu dengan pelan.
Nampak seorang wanita dan seorang lelaki tengah bercumbu mesra, mereka tak lain adalah Evan dan Isabel.
Aku terbelalak kaget bukan main perasaan Evan baru saja pergi dari kamarku namun sekarang dengan cepatnya ia sedang bercumbu dengan wanita lain yang menjadi simpanannya walaupun ia mengatakan wanita itu adalah kekasih lamanya.
Yang membuatku muak dengan suara desahan wanita itu yang menjadi-jadi dipelukan Evan, menjijikkan.
Secepat mungkin aku langsung meninggalkan ruangan itu dengan langkah kaki yang tergesa-gesa.
Aku menuju ke ruangan tepatnya itu adalah ruang perpustakaan yang sangat luas, banyak sekali buku-buku tertata rapih.
Namun, ini semua hanya untuk pelarian ku semata walaupun sudah ada satu buku yang kubaca sampai habis tak membenarkan bahwa aku tak suka membaca buku yang menurutku sama sekali tidak menarik.
Sepanjang hari aku menangis di area perpustakaan tepatnya dibagian tengah-tengah lemari perpustakaan itu, Suaraku menggema aku menangis sejadi-jadinya.
Kuluapkan semua emosiku yang sudah tertahan selama ini, detak jantungku serta fikiranku yang sudah tak karuan membuatku ingin sekali mengakhiri hidup ini.
"Aku sama sekali nggak mengerti dengan sifatmu Evan Adikara, kau bahkan nggak perduli dengan perasaan istrimu" teriak ku sekeras mungkin.
"Mengapa kau menyuruhku agar pulang kalau memang itu hanya untuk membuatku cemburu dan sakit hati seperti sekarang" sambung ku lagi .
Air mataku seperti tidak bisa jatuh lagi, aku menatap beberapa buku dihadapanku dengan pandangan yang sudah menjadi kabur dan setelah itu semuanya menjadi gelap.
Ku buka kedua mataku sambil melihat ke langit-langit ruangan itu yang dimana itu membuatku sangat heran.
"Sudah sadar" ucap Evan yang tengah berdiri di pintu.
"Aku dimana? " tanyaku heran karena seingatku aku berada di perpustakaan.
"Kamar, maumu dimana" sahut Evan yang tengah meminum segelas wine di tangannya.
"Huh mengapa aku berada disini, bukannya tadi aku di perpustakaan yah" gumamku.
"Kau pingsan" sahut Evan lagi.
Dia menatapku dengan menggoyangkan wine ditangannya, aku pun begitu hanya menatapnya.
"Mau? " Tanya Evan.
Aku hanya diam tak bisa menjawab, bagaimana bisa bahkan aku takut jikalau memandang kedua bola mata itu.
Dengan kasar tangan Evan memaksa membuka mulutku lalu memasukkan segelas wine yang ia bawa.
Wine itu lalu kutelan semuanya, satu gelas itu habis olehku.
Baru segelas saja sudah terasa sangat mual, kepalaku pusing seketika aku merasakan keanehan yang muncul pada tubuhku, rasanya sangat panas dan tak nyaman.
Evan membelai wajahku, lalu aku memegang tangannya.Aku membelai nya dengan wajahku entah mengapa aku berperilaku seperti itu .
Evan mencium bibirku, ciuman panas dengan aroma wine yang sangat menyengat tercium oleh hidungku.
Aku bergelayut manja di hadapan Evan, seperti tak sadar namun ini sangat nyaman.
Evan membuka dasi serta jas hitam nya, seketika itu memperlihatkan tubuh yang kekar.
Aku menaik turunkan tanganku di bagian perut Evan hingga tangan itu kebawah berhenti tepatnya dibagian pusatnya.
Tangan nya membelai wajahku dengan lembut, rasanya geli tapi nikmat. Kemudian tangan itu turun tepatnya dibagian perutku mencari-cari celah untuk masuk lebih dalam.
Kecupan yang ia berikan di leherku terasa sangat geli namun aku merasa ketagihan dengan perlakuan yang di berikan oleh Evan, apalagi saat ia memanjakan ku.
Keringat kami saling berjatuhan serta Evan yang sangat liar tidak seperti biasanya dan bahkan bukan seperti Evan yang aku kenali.
Setelah setengah jam kami pun selesai, aku dibuat ngos-ngosan oleh Evan. Rambutku berantakan serta pakaianku juga sangat berantakan.
Aku melihat Evan berjalan menuju kamar mandi dengan mengambil handuk di lemari, ia memasuki kamar mandi.
Aku mencoba bangkit dari tempat tidurku dengan langkah yang sempoyongan serta beberapa tubuh yang pegal aku mencoba meraih meja yang berada didepanku.
Cklekkk....
Pintu kamar mandi itu dibuka, terlihat Evan yang sudah selesai mandi masih dengan rambutnya yang basah dengan handuk yang menutupi bagian pinggangnya.
"Bagaimana dengan wanita itu? apa dia pulang kerumahnya? " Tanyaku penasaran.
"Dia sudah pulang" sahut Evan yang terlihat sibuk mencari pakaiannya dilemari.
Evan mendekati ku saat ia telah selesai memakai pakaian serta menyisir rambutnya, aura tampannya tak bisa aku lupakan.
"Mandi, baumu busuk" ucap Evan memberikanku handuk yang habis ia pakai, lalu pergi meninggalkan ku sendirian dikamar.
"Sialan" umpatku.
Bergegas aku membersihkan tubuhku, setelah selesai ku obrak abrikan lemari mencari pakaian yang layak aku pakai.
Selesai dari berpakaian tak lupa aku menyisir rambutku yang berantakan dan kini rambutku sudah lurus kembali.
"Akhirnya selesai juga" ucapku senang.
Namun tubuh ini terasa sakit dan pegal semuanya, apalagi dibagian pinggang.
"Mana Tuan Evan? " tanyaku kepada seorang pelayan yang tengah jalan kearahku.
"Ada diruangan kerja nya" sahutnya lalu membungkukkan badan dan pergi.
"Buset cepat banget perginya" gumamku memandangi pelayan itu yang sudah tak terlihat.
Ckleeekkk....
Pintu itu kubuka, terlihat Evan tengah duduk bersama laptop dan komputer nya dia memandangi beberapa berkas dengan wajah yang serius.
"Ada apa? " Tanya Evan tanpa menoleh kearahku.
"Aku ingin beli beberapa buah karna sudah habis" ucapku dengan tangan yang gemetar .
"Baiklah Desya, aku beri kamu waktu 1 jam jikalau kau pulang terlambat entah apa yang akan terjadi pada dirimu" sahut Evan.
Aku langsung bergegas pergi meninggalkan Evan, untuk saat ini aku tidak berniat untuk kabur seperti dulu karena takut jikalau dirinya bisa saja melukai kedua orang tuaku. Bukan hanya kedua orang tuaku bisa saja semua keluarga ku.