Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. DuaPuluhEmpat
Anna duduk di samping tempat tidur rumah sakit dengan wajah datar. Sudah lebih dari setengah jam, dan selama itu pula ia harus melayani rengekan seorang pria dewasa bernama Enzio Alexander.
“Anna, aku haus.”
Anna melirik pria yang tengah berbaring dengan perban melilit di kepalanya.
“Gelas ada di meja. Minum sendiri.”
Enzio mengerutkan dahi. “Tapi tanganku lemah. Kalau aku menjangkau gelas itu, bagaimana kalau jahitan ku terbuka lagi?”
Anna menghela nafas panjang, lalu mengambil gelas itu dan menyodorkan nya ke bibir Enzio.
“Minum cepat sebelum aku berubah pikiran.”
Enzio tersenyum puas. “Ahh… begini lebih baik.”
Anna mendelik. “Jangan berpikir aku melayanimu karena aku peduli, aku hanya tidak ingin kamu semakin merepotkan orang-orang rumah sakit.”
Enzio terkekeh, tetapi tidak membantah. Setelah minum, Enzio kembali merengek.
“Anna…”
Anna mengangkat alisnya. “Apa lagi?”
“Aku lapar.”
Anna menatapnya dengan tajam. “Tadi aku sudah membelikan bubur. Makanlah.”
Enzio menatap bubur itu dengan ekspresi seolah-olah melihat sesuatu yang sangat menyedihkan.
“Aku tidak suka bubur.”
Anna mendengus. “Kamu ini seperti anak kecil! Sejak kapan kamu jadi pemilih?”
“Sejak kecil bahkan sampai sekarang,” jawab Enzio.
Anna hampir kehilangan kesabarannya, tetapi tetap menyendok bubur itu dan mengarahkannya ke mulut Enzio.
“Buka mulutmu, atau aku akan menyuapi dengan paksa.”
Enzio menyipitkan matanya. “Kalau kamu menyuapiku dengan lembut, aku akan makan. Jika tidak lebih baik aku mogok saja!”
Anna ingin melemparkan bubur itu ke wajahnya. “Dasar pria menyebalkan!” gerutunya.
Namun, akhirnya ia tetap menyuapi Enzio dengan sedikit kasar. Setelah bubur habis, Anna berpikir ia bisa istirahat sejenak.
Tapi, tentu saja, Enzio tidak membiarkannya.
“Anna, aku tidak enak badan.”
Anna meliriknya, menahan godaan untuk memaki Enzio.
“Tentu saja, kamu memang sedang sakit kan?”
“Aku ingin sesuatu yang manis.”
Anna menatapnya. “Kamu mau apa?”
“Ciuman,” jawab Enzio tanpa basa basi.
Anna membelalak. Apa pria yang ada di depannya ini tidak punya urat malu? Nanti malam dia akan bertunangan dan sekarang berpura-pura sekarat.
“Enzio!”
Enzio tertawa kecil, tetapi ekspresi manjanya tetap ada. “Baiklah. Kalau tidak bisa ciuman, aku mau permen.”
Anna mengerang frustasi. Ia merogoh tasnya dan menemukan permen rasa stroberi.
“Ini, makan permen ini, dan jangan mengeluh lagi,” ucap Anna memberikan permen itu pada Enzio.
Enzio hanya menatapnya, tetapi tidak langsung menerimanya.
“Aku tidak mau makan sendiri.”
“Jadi?” tanya Anna sembari menyipitkan mata curiga. Perasaannya mulai tidak enak.
“Kunyah dulu, lalu berikan padaku,” kata Enzio, seringai tipis terukir dari sudut bibirnya. Enzio yakin rencananya kali ini akan berhasil.
“Kamu pikir aku siapa?!”
“Calon istriku.” jawabnya santai.
Anna menutup wajahnya dengan tangan. Kenapa pria ini begitu menjengkelkan, tetapi tetap berhasil membuatnya melakukan apa yang dia mau?
“Jangan bicara seperti itu lagi. Nanti malam kamu akan bertunangan dengan Viona. Jika dia mendengar kamu mengatakan itu, dia bisa terluka,” ucap Anna.
“Mana permennya? Aku sudah menunggu.” Enzio mengalihkan pembicaraan.
Anna yang kesal, akhirnya memasukkan permen ke dalam mulutnya, mengunyah sebentar, lalu memberikannya pada Enzio.
Pria itu tersenyum penuh kemenangan sebelum mengambilnya dengan mulutnya sendiri dari mulut Anna.
Matanya bertemu dengan mata Anna saat permen itu berpindah ke dalam mulutnya. Jantung Anna berdetak lebih cepat dari yang seharusnya. Ia buru-buru menjauh dan memalingkan wajah. Pipinya mulai panas.
“Puas?” tanya Anna dengan suara sedikit bergetar.
Enzio mengulum permennya sambil menatap Anna.
“Hampir. Kalau kamu mau aku bisa mengembalikannya padamu dan–”
Anna langsung memukul bahu Enzio dengan pelan. “Berhenti menggodaku!”
Enzio tertawa pelan, lalu mencari posisi yang lebih nyaman di ranjang. Setelah cukup lama, ia akhirnya diam dan tidak merengek lagi.
Anna bernafas lega. Pria ini memang terlihat dingin kepada semua orang. Tetapi di hadapannya, Enzio adalah pria paling manja yang pernah ia kenal.
__________
Enzio menatap Anna dengan ekspresi tidak percaya.
“Apa kamu bilang?”
Anna menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosinya. “Aku bilang, kamu harus tetap melangsungkan pertunanganmu dengan Viona.”
Enzio tertawa sinis. “Aku tidak mau!”
Anna menatapnya tajam. “Jangan egois, Enzio! Ini bukan hanya tentang kamu, ini menyangkut keluargamu juga.”
Enzio menyandarkan tubuhnya di ranjang rumah sakit, tangannya menyilang di dada.
“Jadi, kamu ingin aku bertunangan dengan wanita lain? Kamu benar-benar ingin melihat itu terjadi?” rasanya selama ini usaha Enzio sia-sia. Karena demi Anna dia rela sampai begini.
Anna menahan nafas. Jujur hatinya juga terasa sakit. Ya, ia memang tidak ingin melihatnya. Tetapi, apa pilihan yang ia punya?
“Aku hanya tidak mau kamu mempermalukan keluargamu. Semua orang sudah menunggu, undangan telah disebar. Jika pertunangan ini batal, bisa kamu bayangkan apa yang akan terjadi?”
Enzio mendengus. “Aku tidak peduli.”
Anna menggigit bibirnya, menahan kesal. “Tapi keluargamu peduli! Dan kamu tahu apa yang akan terjadi jika kamu membatalkan ini.”
Enzio menatap Anna dengan rahang mengeras. Ia tahu Anna benar. Keluarganya juga keluarga Viona tidak akan tinggal diam jika pertunangan ini batal.
Apalagi kakeknya adalah pria yang paling menjunjung tinggi reputasi keluarga.
“Bagaimana denganmu?” tanyanya, suaranya tiba-tiba lebih lembut. “Kamu benar-benar ingin melihat aku bertunangan dengan Viona?”
Anna terdiam. Ia ingin mengatakan tidak. Ingin berteriak aku tidak mau melihatmu bersama wanita lain. Namun, apa haknya?
Annahanya menggigit bibir, lalu mengalihkan pandangan. “Ya.”
Mata Enzio menyipit. “Benarkah?”
Anna mengangguk cepat. “Yang penting, kamu tidak mempermalukan keluargamu. Itu saja.”
Enzio menatapnya, mencari kebohongan dalam sorot mata Anna. Namun, ia akhirnya menyerah.
“Baiklah.”
Anna langsung menoleh. “Apa?”
Enzio menghela nafas panjang. “Aku akan bertunangan.”
Anna terkejut. Ia tidak menyangka Enzio akan menyerah secepat itu.
“Tapi dengan satu syarat.” Enzio menatap Anna tajam. “Kamu harus berada di sana. Aku tidak mau melakukannya tanpa kamu ada di dekatku.”
Anna membeku. Berada di sana? Menyaksikan Enzio bertunangan dengan wanita lain?
Enzio tersenyum tipis, melihat wajah Anna yang berubah pucat.
“Kamu yang menyuruhku untuk bertunangan. Jadi kamu juga harus menerima konsekuensinya.”
Anna menelan ludah. Ia ingin menolak, tapi ia sendiri yang meminta ini.
“Aku akan datang.”
“Sekarang, panggil dokternya. Aku ingin tahu apakah aku benar-benar bisa keluar dari sini,” ucap Enzio dengan tangan terkepal.
yg atu lagi up ya Thor
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️