Hai..
Namaku Ziqiesa. kalian bisa memanggilku dengan sebutan,Zi. Aku seorang gadis cantik yang masih erat kasih sayang dari Ayah dan Ibuku. suatu hari aku tersesat ke dunia yang tidak aku ketahui. dan kasih-sayang itu masih sama adanya, tapi seakan terputus karena jarak kami yang tidak dapat di ketahui.
Aku,ingin mengajak kalian untuk ikut menemani perjalanan ini, sampai kembali pada pangkuan Ayah,dan Ibuku. bagaimana? kalian mau kan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Berkeliling
Naya, sampai di lantai satu,dengan jemari tangannya yang saling bertautan, menunduk pendek, kemudian segera berlari menuju ruangan dapur,'Apa yang terjadi dengan, Nyonya Kansa? Janga bilang kalau Nyonya menginginkan tubuhku, karena Tuan Alger tengah sakit,dan tidak dapat menuntaskan nafsunya..i..'Batinnya. Naya bergidik sendiri. Hampiri Lis yang kini menatapnya dengan mulut terbuka tidak mengerti.
"Kenapa anak itu, berlari seperti ketakutan melihatku. Jangan-jangan ada sesuatu yang dilihatnya di belakangku!" Kansa,juga berlari,bahkan lebih cepat dari pada Naya barusan, menutup pintu samping dengan kuat dan segera pergi menuju sungai yang mengalir di belakang rumah persegi lima.
Lis, mengatupkan bibirnya saat Naya menepuk pundaknya. "Kenapa?" pertanyaan Naya yang juga tidak di balas oleh,Lis. "Kenapa, Lis? Apakah ada yang menarik dari tubuhku, sehingga kalian menatapku tanpa berkedip?" Naya lewati Lis yang masih mencerna kejadian barusan.
Cukup lama terdiam hingga kini Zi sudah berdiri di hadapan keduanya. "Kakak Naya, Kakak Lis. Kalian berdua, kenapa?" Zi menaikkan alisnya bertanya dengan penasaran.
"Ah.. tidak ada apa-apa, Nona Zi." Lis dan Naya menjawab dengan kompak, kemudian menggaruk tengkuknya merasa keliru dengan pikirannya masing-masing.
Zi, manggut-manggut kecil. Tidak menghiraukan jawaban kompak Naya dan Lis. Zi justru melirik ke atas meja panjang, dimana kue pesanan tetangga desa sebelah sudah selesai di susun di keranjangnya,siap untuk di antar. Tapi..sebelum mengantarkan kue, Zi,mengambil sisa-sisa kue yang masih bagus di samping keranjang itu,dalam piring gerabah yang cantik.
"Ini, boleh di makan, kakak?" Zi, mengangkat piring gerabah cantik tersebut dan memperlihatkan kepada Naya,dan Lis. Mereka kembali kompak mengangguk, tiba-tiba suasana hening, canggung, berkolaborasi dalam bentuk kegugupan.
"Kalian pada kenapa,sih? Sedari tadi bertingkah aneh, seperti Ayah dan Ibu jika lagi sayang-sayangan." Celetuk Zi tanpa ada saringannya. "Ekhm..kami hanya sedikit banyak makan kue hari ini Nona Zi, jadi tenggorokan terasa tercekat,kering." Lis, berseru dengan senyuman mengambang,tidak tau harus mengatakan apapun. Otak, keduanya buntu, sekarang!
"Ya sudah,Zi berangkat dulu,kakak Naya, Kakak Lis. Minta tolong katakan pada Ibu,Zi,sudah berangkat." Zi tersenyum kemudian berjalan ringan di ikuti oleh Lis,dan Naya yang menjinjing keranjang sampai Zi naik ke atas punggung kuda.
"Berhati-hatilah di jalan,Nona Zi. Semoga anda selamat sampai tujuan dan sampai kembali ke rumah." Naya berseru kecil sambil mengulurkan keranjangnya pada, Zi.
"Terima kasih, Kakak Naya." Sahutnya, yang kini mengambil keranjang satunya lagi dari tangan,Lis. "Jangan ngebut,Nona Zi. Jalanan berdebu karena sudah seminggu lebih tidak ada hujan yang turun." Ucap Lis, mundur beberapa langkah ke belakang. "Baik, kakak Lis, terima kasih nasihatmu." Mereka melihat kepergian Zi di depan rumah sampai Zi benar-benar menghilang dari pandangan mereka.
•••
Zi, menarik tali kekang kuda dan menghentikannya setelah sampai di depan rumah dengan bangunan sederhana,itu adalah kedai kecil-kecilan,dan karena pembelinya yang cukup ramai, nyonya pemilik rumah itu sering memesan kue buatan Kansa untuk di jual belikannya di kedainya.
"Semuanya Lima Tael, Nyonya." Ucap Zi setelah kue itu berpindah tangan ke Nyonya pemilik kedai. "Tunggu sebentar ya,nak. Saya ambilkan uangnya dulu." Berlalu dari hadapan Zi dan masuk ke dalam kedai.
Suasana masih damai dan asri, jalanan yang masih dari tanah itu sedikit berdebu,tapi tidak terbang-terbangan karena selalu di siram oleh pemilik kedai. Pepohonan rimbun juga di tanam beberapa titik, sehingga panas terik matahari tidak langsung menembus pada rumah-rumah dan juga jalanan.
Zi, yang masih berdiri sambil kepalanya celingukan melihat ke sekeliling,di kejutkan oleh kehadiran pemilik kedai. "Ini,nak uangnya. Katakan pada Nyonya besar, terima kasih kuenya untuk hari ini, semoga selalu laris manis,dan saya bisa kembali untuk memesannya." Seru pemilik kedai dengan tersenyum senang, wajahnya yang gembul terlihat masih cantik, tubuhnya sedikit besar, namun juga tinggi. "Baik, Nyonya. Nanti Zi sampaikan kepada,Ibu. Kalau begitu, Zi pamit undur diri." Zi, membungkuk sebagai tanda hormat dan sopan santun. Setelah diangguki oleh pemilik kedai, Zi, segera melangkah ringan dan hampiri kudanya yang di ikat pada salah satu pohon.
Setelah Zi pergi, pemilik kedai langsung mengambil alih dua keranjang kue,ia,akan menyusunnya pada rak dan etalase kedai yang tertutup,agar para lalat-lalat yang suka jelalatan tidak datang dan menempel di kuenya. Kue buatan Kansa yang harum dan manis, menjadi ciri khas tersendiri. Tidak heran jika dalam hitungan jam kue-kue itu sudah habis terjual.
"Hai..Zi."
"Hai..Luc."
"Apa yang kamu lakukan disini,Zi?" Lucio mendekatkan kudanya dengan kuda Zi dan tersenyum ramah.
"Mengantarkan Kue pesanan pelanggan, Ibuku. Kamu,apa yang kamu lakukan disini,Luc?" Zi,membalas senyuman manis Lucio yang tidak kunjung luntur dari bibir merahnya.
Lucio tertawa pendek. "Seperti biasa, Zi,selain berkeliling di pinggiran kota dekat rumahmu,aku suka berkeliling menghabiskan waktu siang menjelang sore tiba di desa ini,selain jalannya yang sejuk matahari juga tidak langsung menusuk kulit." Ujar Lucio menjelaskan. "Aku pikir ini tempat yang bagus untuk di kitari setiap hari." Ulas Zi, yang kini mereka berkuda melewati jalanan penuh pepohonan rimbun,'pohon beringin,' yang di tanam di dua sisi jalan,kanan dan kiri.
"Kamu tidak pulang dulu, Zi? Apa Paman tidak akan mencarimu? Ngomong-ngomong soal Paman. Paman Alger kemana? Biasanya Dia akan selalu bersama denganmu jika keluar dari rumah." Lucio bertanya seraya menepikan kuda karena ada orang lain yang juga melewati jalanan tersebut dengan kereta kuda. Zi,juga menepikan kudanya di depan,Lucio. Setelah kereta kuda berlalu Lucio kembali mensejajarkan kudanya dengan kuda Zi.
"Ayahku,lagi kurang enak badan, Dia, bilang lagi pusing tujuh keliling, jadi apa-apa hari ini aku sendirian." Kekeh Zi, mereka melewati banyak rumah penduduk desa. Lucio, tertawa mendengar jawaban Zi, tanpa menambah kecepatan laju kuda yang berjalan santai.
"Miky kemana? Kenapa tidak ikut untuk berkeliling denganmu,Luc?" Zi, menoleh sebentar pada Luc, kemudian kembali fokus pada jalan.
"Miky,ke luar kota. Ada acara pacuan kuda di sana." Jawabnya,"lalu.. kenapa kamu tidak ikut, bukankah itu hal yang selalu di nantikan?" Heran Zi dengan dahi yang berlipat. Lagi-lagi mereka berdua harus menepikan kuda masing-masing, karena ada kereta kuda yang mau lewat.
"Miky bilang hanya untuk anak-anak saja,dan Miky di minta sebagai salah satunya pembimbing acara tersebut. Aku rasa mereka sedang mencari anak-anak yang berbakat." Imbuh Lucio, yang telah kembali mensejajarkan kudanya dengan kuda Zi.
"Hem. Kalau di pinggiran kota di adakan juga pasti akan sangat seru. Aku ingin melihat acara seperti itu,tapi Ibu tidak akan membolehkan jika perginya tanpa adanya Ayah." Zi membuang napas panjang. Jantungnya berdebar kencang karena kuda yang berjalan turun naik.
"Jika ada, nanti biar aku yang bilang kepada Bibi Kansa. Aku pastikan untuk menjaga putrinya dengan baik." Zi, tertawa pelan mendengar jawaban dari Lucio. "Kamu bisa saja,tapi Ibuku bukan seseorang yang pemurah hati." Seru Zi ketika mengingat betapa sulitnya mencari cara agar mendapatkan kepercayaan dari Ibunya.
Mereka tidak lagi mengobrol, menambah laju kudanya masing-masing dan fokus pada jalanan di depannya. Mereka terlihat sangat cantik dan tampan,pedang yang tergantung di pinggang, dan panah yang tergantung di punggung, persis seperti Kesatria yang tengah berkeliling untuk memantau suasana desa.