Jihan yang polos dan baik hati perlu mengumpulkan uang dalam jumlah yang besar untuk membayar tagihan medis ibunya yang sakit parah. Terpaksa oleh situasi, dia menandatangani kontrak pernikahan dengan CEO perusahaan, Shaka. Mereka menjadi suami istri kontrak.
Menghadapi ibu mertua yang tulus dan ramah, Jihan merasa bersalah, sedangkan hubungannya dengan Shaka juga semakin asmara.
Disaat dia bingung harus bagaimana mempertahankan pernikahan palsu ini, mantan pacar yang membuat Shaka terluka tiba-tiba muncul...
Bagaimana kisah perjalanan Jihan selama menjalani pernikahan kontrak tersebut.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Dua sejoli yang terikat pernikahan kontrak itu sedang menikmati makan siang di sebuah restoran dengan pemandangan indah yang memperlihatkan salah satu sudut kota Bern, Swiss. Jihan tampak menikmati waktunya kali ini, dia tidak mengeluh dingin sama sekali, sebab ada pemanas ruangan di dalam restoran. Sesekali wanita berparas ayu itu mengarahkan kamera ponselnya ke luar dinding kaca transparan. Dia mengabadikan keindahan di depan matanya yang sayang untuk di lewatkan.
Sementara itu, Shaka fokus menghabiskan makan siangnya setelah menjawab telfon dari sang sekretaris untuk membahas soal kerjasama dengan perusahaan asing.
"Pak Shaka ayo foto berdua, teman-teman saya banyak yang nungguin foto selfie kita." Jihan bergeser mendekat ke arah Shaka tanpa canggung. Dia sebenarnya malas jihan harus berfoto dengan pria berwajah datar itu, tapi teman-teman kantornya selalu bertanya, kenapa dia dan Shaka tidak pernah foto berdua setelah menikah. Daripada mereka curiga, akhirnya Jihan memberanikan diri mengajak Shaka foto berdua.
"Apa untungnya foto kita buat mereka.?" Ujar Shaka dengan ekspresi dingin, agaknya dia tidak berkenan mengambil foto berdua bersama Jihan.
"Ck,,!! Mereka itu mempertanyakan hubungan kita baik-baik saja atau nggak. Karna mereka nggak pernah lihat saya posting foto berdua bareng Pak Shaka." Jihan menggerutu kesal. Kesabarannya memang setipis tisu. Tapi sudah bersikap sopan dan lembut ketika mengajak Shaka berfoto, kini hampir keluar tanduk gara-gara tanggapan dingin Shaka.
"Nggak semua hal bisa kamu posting, Jihan. Ada yang namanya privasi." Tutur Shaka menceramahi. Sebab pria itu sering kali mendapati Jihan membuat status di media sosialnya. Apapun bisa di jadikan status oleh Jihan, termasuk saat sedang sarapan, walaupun hanya sekedar posting foto pemandangan di luar restoran.
Shaka mungkin tidak tau seperti apa kebiasaan seorang wanita, dia bisa memposting apapun dari hal receh sampai sesuatu yang istimewa.
Bibir Jihan langsung mencebik, tapi dia hanya menjadikan ucapan Shaka sebagai angin lalu. Karna Jihan tetap mengajak Shaka berfoto, lebih tepatnya memaksa Shaka foto berdua.
"Ayolah kali ini aja Pak, please,,"
"Pak Shaka nggak mau kan hubungan kita di curigai orang-orang.? Terutama karyawan perusahaan Pak Shaka sendiri." Jihan mengeluarkan jurus mautnya, yaitu menakut-nakuti Shaka. Sebab kalau sudah membahas soal hubungan mereka, Shaka jadi sedikit lebih jinak.
Shaka berdecak, namun tidak protes ketika Jihan menghadapkan kamera depan ke wajahnya.
"Geseran dikit Pak, masa foto sama istri jauh-jauhan." Protes Jihan. Shaka mendengus sembari mencondongkan badannya ke arah Jihan.
"Senyum dikit Pak, jangan terlalu kaku. Ini bukan foto KTP." Jihan kembali protes untuk kesekian kalinya, padahal yang dibilang Jihan ada baiknya. Agar tidak mengundang rasa curiga orang lain.
"Kamu terlalu cerewet, Jihan." Ucap Shaka datar.
"Saya nggak akan cerewet seperti ini kalau Pak Shaka bisa di ajak kerja sama." Jawab Jihan.
Shaka akhirnya tersenyum tipis, daripada sesi selfienya tidak selesai-selesai karna di protes Jihan terus.
"Nah, kalau senyum begini kan jadi keliatan lebih ganteng Pak." Seloroh Jihan sambil memperhatikan hasil foto selfienya bersama Shaka. Sudut bibir gunung es itu sedikit terangkat, senyumnya tidak begitu kelihatan, tapi cukup menyamarkan ekspresi wajah datar Shaka.
Memang dasar gunung es, di puji seperti apapun tetap datar ekspresinya. Namun sudut mata Shaka sempat melirik layar ponsel Jihan, ikut melihat foto selfie pertama mereka.
Seharian itu Shaka dan Jihan menghabiskan waktu di luar. Jihan di ajak berkeliling ke tempat-tempat indah yang menjadi destinasi utama para turis-turis yang berlibur ke Swiss.
Walaupun jauh dari kata akur dan romantis, tapi kedekatan mereka mulai terjalin dengan baik. Apalagi obrolan mereka nyambung. Jihan yang kritis, serta Shaka dengan segudang ilmu pengetahuan umumnya yang luas. Jadi keduanya tidak pernah kehabisan bahan obrolan sepanjang berkeliling.
Keduanya baru kembali ke hotel menjelang malam. Jihan langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dengan berendam air hangat.
"Jangan lama-lama, saya juga mau mandi." Kata Shaka sebelum Jihan menutup pintu kamar mandi.
"Saya sudah pasang timer. 20 menit." Jihan menunjukkan ponsel ditangannya dengan timer yang sudah di atur.
Shaka menggeleng pelan sebelum berlalu ke balkon kamar. Gara-gara ancaman Shaka saat masih di perjalanan pulang, Jihan sampai membawa ponsel ke kamar mandi dan memasang timer agar tidak ketiduran lagi seperti kemarin. Karna kalau sampai ketiduran lagi, Shaka tidak mau meminta bantuan dan akan membiarkan Jihan bermalam di kamar mandi.
...******...
Jihan terbangun tengah malam saat merasakan hawa dingin yang mulai menusuk. Wanita itu terkejut ketika tidak mendapati Shaka di ranjang. Bantal milik Shaka juga masih rapi, seperti belum di tiduri pemiliknya. Jihan memang tidur lebih awal, sebab Shaka masih sibuk dengan laptopnya disaat Jihan sudah mengantuk.
"Kemana gunung es itu." Lirih Jihan.
Dilihatnya sofa panjang di dekat ranjang, Shaka sudah tidak ada di sana, tapi laptopnya masih ada di atas meja dalam keadaan terbuka.
Penasaran dengan keberadaan Shaka, Jihan beranjak turun dari ranjang dan menyusuri kamar hotel itu untuk mencari Shaka.
"Di sana rupanya." Perhatian Jihan tertuju pada pintu balkon yang tidak tertutup sempurna. Jihan bergegas mendekat dan samar-samar mendengar suara Shaka dari luar.
"Pulanglah, jangan melakukan hal konyol seperti itu." Nada bicara Shaka penuh penekanan.
Jihan berdiri di ambang pintu balkon, dia penasaran dengan siapa Shaka bicara.
"Jangan lupa bahwa kamu yang mengakhiri hubungan kita, jadi berhenti bersikap seolah-olah kamu yang menderita.!" Suara Shaka terdengar lebih kencang dari sebelumnya, agaknya mulai kehabisan kesabaran.
Kini Jihan sudah tau dengan siapa Shaka berbicara. Tanpa permisi, Jihan menyelonong ke balkon dan berdiri di sebelah Shaka. Tepatnya di dekat ponsel yang menempel di telinga Shaka.
"Sayang, kamu bicara dengan siapa malam-malam begini.? Ayo tidur lagi, aku ingin dipeluk." Ucap Jihan. Suaranya dibuat sedikit manja.
Tindakan Jihan berhasil membuat Shaka tertegun, bahkan sampai bengong dan menelisik wajah Jihan. Mungkin dia berfikir bahwa wanita itu bukan Jihan, melainkan penghuni tak kasat mata yang menyamar jadi Jihan. Sebab perkataan Jihan sangat tidak masuk akal.
Tut,,, tut,,
Panggilan telfon itu langsung terputus sepihak. Jihan tersenyum miring saat mengetahui Safira memutuskan sambungan telfonnya.
"Nggak usah heran begitu Pak lihatnya. Saya cuma mau bantuin Pak Shaka mengakhiri telfon, biar Pak Shaka bisa istirahat." Jihan buru-buru pergi dari balkon sebelum mendengar respon dari Shaka, nyalinya jadi ciut ketika di tatap intens seperti itu oleh Shaka.
"Ya ampun Jihan, harusnya kamu saja." Jihan menepuk mulutnya sendiri dan merutuki tindakannya yang cukup ekstrem. Dia sudah siap seandainya Shaka akan memarahinya. Namun kenyataan tidak seperti itu, Shaka malah bergabung dengannya di atas ranjang.
"Bukannya tadi kamu minta di peluk.? Kenapa tidurnya terlalu ke pinggir.? Ayo sini,," Shaka terlihat ingin menjahili Jihan, bahkan terbaca dari nada bicaranya.
Jihan mendadak panik, Dia menoleh sambil menggeleng cepat.
"Saya bercanda Pak, tadi cuma mau menolong Pak Shaka dari mbak mantan." Jihan menyengir kuda.
"Saya pikir kamu ketagihan peluk-peluk saya." Sindir Shaka. Pipi Jihan mendadak merah seperti tomat. Lagi-lagi Shaka membahas soal tidurnya yang tidak sengaja memeluk Shaka.