Ibrahim anak ketiga dari pasang Rendi dan Erisa memilih kabur dari rumah ketika keluarga besar memaksanya mengambil kuliah jurusan DOKTER yang bukan di bidangnya, karena sang kakek sudah sakit-sakitan Ibrahim di paksa untuk menjadi direktur serta dokter kompeten di rumah sakit milik sang kakek.
Karena hanya membawa uang tak begitu banyak, Ibrahim berusaha mencari cara agar uang yang ada di tangannya tak langsung habis melainkan bisa bertambah banyak. Hingga akhirnya Ibrahim memutuskan memilih satu kavling tanah yang subur untuk di tanami sayur dan buah-buahan, karena kebetulan di daerah tempat Ibrahim melarikan diri mayoritas berkebun.
Sampai akhirnya Ibrahim bertemu tambatan hatinya di sana dan menikah tanpa di dampingi keluarga besarnya, karena Ibrahim ingin sukses dengan kaki sendiri tanpa nama keluarga besarnya. Namun ternyata hidup Ibrahim terus dapat bual-bualan dari keluarga istrinya, syukurnya istrinya selalu pasang badan jika Ibrahim di hina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Bu Ani menatap Arka lalu melihat ke arah kakinya, berharap kakinya masih lengkap dan semuanya yang terjadi hanya sebuah mimpi tapi Bu Ani kembali tersadar bahwa ini kenyataan dalam hidupnya yang selamanya tanpa kaki sebelah.
"Buat apa Ibu sehat? Kamu tidak lihat, ibu sudah cacat. Para tetangga pasti mengolok-olok ibu, apa kamu kira ibu akan sanggup hidup seperti ini?" bentak Bu Ani
Arka yang melihat ibunya hilang kendali langsung memencet tombol yang ada di atas ranjang ibunya, tidak lama kemudian Dokter dan seorang perawat datang ke ruangan tersebut dan ternyata Bu Ani sudah terlihat histeris.
Dokter pun terpaksa menyuntikkan obat penenang pada Bu Ani, agar Bu Ani tidak histeris lagi. Selang berapa detik Bu Ani pun tertidur, hati Laras dan Arka begitu sakit melihat kondisi Bu Ani bahkan mental Bu Ani sepertinya sangat tertekan.
"Sampai kapan ibu saya begini, Dok?" tanya Arka
"Tergantung psikis pasien, sepertinya Bu Ani harus di bawa ke psikiater. Agar pasien mau menerima keadaannya sekarang, nanti saya buatan surat rujukan"
Setelah mengatakan itu Dokter pun keluar dari ruangan Bu Ani, kondisi ruangan berubah menjadi hening. Laras tak mengeluarkan suara sama sekali, begitu juga Arka yang tampak sangat pusing memikirkan beban yang ada di kepalanya.
"Mas, Bagaimana kelanjutan proses masalah kecelakaan kami?" tanya Laras akhirnya membuka suara
"Supir truk itu meninggal di tempat, jadi masalah ini tidak bisa di bawa ke jalur hukum. Masalahnya di anggap selesai, apalagi supir truk itu juga meninggalkan istri yang sedang hamil tua dan seorang anak batita"
Laras mengangguk, lebih baik berdamai karena tak ada yang bisa di salahkan karena ini memang murni sebuah musibah. Arka pun izin keluar pada Laras ingin membeli makanan kesukaan Laras dan ibunya, Laras tentu mengizinkan dan dirinya juga ingin istirahat meski sebentar.
.
.
.
"Kamu sudah bangun, sayang?"
"Sudah, Mas. Kepala Arumi juga pusing kalau kelamaan tidur, Mas masak apa?" tanya Arumi
Setelah pulang dari rumah sakit tadi, Arumi memang langsung menuju kamarnya bahkan Arumi langsung tertidur. Bahkan tidur Arumi sangat pulas tadi, makanya Ibrahim membiarkan istrinya sampai terbangun dengan sendirinya.
"Mas cuma menumis toge dan menggoreng ayam ungkep yang ada di kulkas, tentu tidak lupa dengan sambal cabe hijau kesukaan kamu" ujar Ibrahim menunjuk meja makan yang sudah terhidang makanan yang siap di santap.
"Wah, Mas tau aja kalau Arumi laper"
Arumi melangkah ke kursi makan, kemudian duduk. Ibrahim menjawab ucapan Arumi dengan candaan, yang mengatakan kalau menangis dan emosi juga butuh tenaga apalagi tenaga sudah terkuras pasti setelahnya akan lapar.
Arumi hanya tersenyum mendengar candaan suaminya, Arumi hargai usaha suaminya yang berusaha menghiburnya saat ini. Setelah itu, Arumi dan Ibrahim mulai menyantap makanan yang sudah susah payah di masak oleh Ibrahim.
"Terima kasih, Mas. Arumi wanita yang sangat beruntung mendapatkan suami seperti Mas, Mas merupakan pria yang sangat luar biasa bagi Arumi" ucap Arumi setelah selesai makan
Dua hari kemudian......
Hari ini Ibrahim tidak pergi ke kebun karena akan menemani Arumi periksa kandungannya, tentu sebagai suami yang baik Ibrahim akan selalu siap siaga buat istrinya apalagi calon anak mereka yang sekarang mungkin sudah ada ruhnya.
"Mas hari ini Arumi gak masak ya, kita makan di luar aja"
"Terserah kamu, sayang. Kamu gak masak gak masalah, kita bisa beli"
Arumi tersenyum, inilah salah satu alasan Arumi langsung bertindak ketika ada ulat bulu mulai mengusik rumah tangga mereka. Arumi tentu tak mau kebahagiannya rusak, hanya ada beberapa pria memiliki sifat dan sikap seperti Ibrahim ini.
"Kamu mau naik motor apa mobil?" tanya Ibrahim
"Naik mobil aja, Mas. Biar pulang dari rumah sakit gak kepanasan"
Ibrahim mengangguk lalu menuju garasi di samping rumah mereka, Ibrahim memanaskan mobil yang akan di pakai untuk pergi ke rumah sakit. Arumi melihat suaminya masuk ke dala mobil mengerutkan kening, lalu Arumi menghampiri suaminya.
"Mas mau kemana?" tanya Arumi
"Lah katanya mau naik mobil pergi ke rumah sakit"
"Iya tapi kan gak sekarang perginya, ini baru pukul tujuh pagi loh"
Ibrahim tertawa saking semangatnya sampai lupa jika ini masih terlalu pagi kalau ingin pergi ke rumah sakit, Ibrahim sampai menutup wajahnya dengan kedua tangannya karena malu. Melihat tingkah suaminya membuat Arumi jadi gemas, Arumi pun mendekati suaminya lalu mencubit lengan suaminya sembari ikut tertawa.
Arumi dan Ibrahim pun sampai di rumah sakit tempat biasa Arumi periksa kandungannya, Arumi sudah mendaftar melalui online. Arumi mendapat nomor antrian paling terakhir, itu sebabnya Arumi tidak datang pagi-pagi. Sepasang suami istri itu telah sampai di parkiran rumah sakit, lalu keduanya turun dari mobil.
"Mas kamu mau punya anak laki-laki atau perempuan? Pas USG nanti kita sudah bisa melihat jenis kelamin anak kita"
"Mas sih terserah apa yang di kasih oleh Allah, yang penting anak kita sehat. Kamu juga sehat, selamat sampai lahiran" jawab Ibrahim
Bagi Ibrahim anak laki-laki atau pun perempuan sama saja, yang penting bagi Ibrahim keselamatan dan kesehatan istrinya serta anak mereka. Arumi tersenyum, Arumi kira suaminya menginginkan anak laki-laki itu membuatnya khawatir karena takut tak bisa mewujudkan keinginan suaminya.
Tapi jawaban dari suaminya membuat Arumi bernapas lega, karena suaminya tidak mempermasalahkan sama sekali jenis kelamin anak mereka. Arumi dan Ibrahim sampai di depan ruang periksa dokter kandungan, karena masih ada beberapa pasien Arumi dan Ibrahim duduk di kursi besi yang tersedia disitu.
Cukup lama menunggu membuat Arumi bosan, untuk menghilangkan rasa bosan Arumi mengajak suaminya ngobrol membahas film lucu yang sering mereka tonton sampai membuat mereka tertawa tapi tidak keras. Sebab mereka bukan di rumah, tentu tak mau suara mereka sampai mengganggu orang lain.
"Ibu Arumi" panggil Suster
Arumi yang mendengar namanya di panggil segera beranjak dari duduknya sembari menggandeng lengan suaminya, Ibrahim tentu menurut. Kemudian Arumi dan Ibrahim masuk ke dalam ruang pemeriksaan kandungan, Dokter dengan ramah menyambut kedatangan pasiennya yang baru masuk ke dalam ruangannya.
Selesai pemeriksaan kandungan Arumi dan Ibrahim keluar dari ruangan itu, Arumi dan Ibrahim memandangi foto USG dengan senyum di bibir yang tak luntur. Mereka bersyukur setelah mengetahui anak mereka tumbuh dengan sehat dan baik, usia kandungan Arumi sudah masuk bulan ke lima.
Mereka juga sudah mengetahui jenis kelamin anak mereka, Arumi berencana ketika usia kandungan tujuh bulan baru akan membeli perlengkapan untuk bayinya.
happy ending juga....
cerita yg bagus