NovelToon NovelToon
Hot Summer Boyz

Hot Summer Boyz

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dikelilingi wanita cantik / Crazy Rich/Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni / Bad Boy
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Sara Budi

📢ATTENTION!! Disini banyak adegan relate kehidupan anak jaman now. All about free (kelanjutan malah baper)👄

Hot Summer Boyz yang diperankan oleh anggota group THE BOYZ : Hyunjae, Juyeon, Younghoon, Sangyeon, Sunwoo, Eric, Juhaknyeon, Jacob, Kevin, Changmin (Q), Chanhee (New) tentang sebelas cowok tampan yang sedang berlibur ke sebuah pulau tropis dan bertemu dengan gadis bernama Nikita serta dua sahabatnya, Echa dan Yesha.

Kehadiran para gadis ini yang nantinya bakal memicu cinta segitiga, momen manis, dan dinamika yang tak terduga.

⚠️Ini pengalaman musim panas yang tidak bisa kamu abaikan. HOT SUMMER BOYZ menunggu DEOBI! Let’s dive in!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sara Budi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 35 Tiba Di Jakarta Dan Penyebab Nikita Membenci Orang Tuanya

Langit Jakarta masih gelap ketika kapal yang membawa Nikita dan Yesha akhirnya merapat di pelabuhan. Sisa hujan gerimis masih membasahi dermaga, menciptakan pantulan lampu-lampu kota di atas aspal basah.

Yesha menghela napas panjang, merapatkan jaketnya. "Akhirnya sampai juga… Gue pikir kita bakal terdampar di laut selamanya"

Nikita, yang masih sibuk menghidupkan ponselnya, mengangguk. "Iya… Tapi kenapa ini pelabuhan sepi banget? Nggak biasanya kayak gini."

Saat itu juga, mereka melihatnya.

Seorang laki-laki tua, mengenakan jas panjang hitam, berdiri di bawah salah satu lampu jalan yang temaram. Rambutnya sebagian memutih, ekspresinya datar, tapi sorot matanya tajam seperti sedang menilai mereka.

Nikita dan Yesha saling berpandangan.

"Gue doang yang ngerasa ini aneh?" bisik Yesha.

"Gue juga ngerasa…" jawab Nikita pelan.

Laki-laki itu tetap diam di tempat, seakan menunggu mereka. Tatapannya tajam, membuat udara malam yang sudah dingin terasa makin menusuk.

Yesha menggenggam kopernya lebih erat. "Kayaknya kita harus cabut, Nik"

Sebelum mereka bisa bergerak, ponsel Nikita tiba-tiba bergetar. Nama yang muncul di layar bikin jantungnya berdegup kencang.

Younghoon.

Nikita buru-buru mengangkatnya. "Halo?"

Dari seberang, suara Younghoon terdengar tenang tapi tegas. "Lo udah sampai?"

"Kok loe tahu?"

"Lo lihat laki-laki tua pake jas hitam?" potong Younghoon.

Nikita langsung melirik pria itu lagi. "Iya… Itu siapa?"

"Ikutin dia."

Nikita mengernyit. "Hah?"

"Itu orang gue. Dia yang jemput kalian berdua"

Yesha, yang mencoba mendengar percakapan mereka, makin cemas. "Kit, ini beneran aman nggak sih?"

Belum sempat Nikita menjawab, laki-laki tua itu mulai berjalan ke arah mereka dengan langkah pelan tapi pasti.

Nikita menelan ludah. "Lo yakin ini bukan penculikan?"

Younghoon menghela napas di seberang sana. "Loe pikir gue bakal nyulik loe?"

Nikita masih ragu, tapi akhirnya mengangguk pelan. "Oke…"

Laki-laki itu berhenti tepat di depan mereka. Wajahnya tetap dingin, tapi suaranya terdengar penuh wibawa.

"Kalian teman Younghoon?"

Nikita dan Yesha saling berpandangan sebelum mengangguk.

Laki-laki itu mengeluarkan sesuatu dari dalam jasnya, sebuah kartu dengan logo tak dikenal. "Tuan Muda sudah menunggu. Mari ikut saya"

Tuan Muda?

Nikita dan Yesha semakin bingung.

Mereka mengikuti pria itu ke sebuah mobil hitam yang terparkir di ujung dermaga. Tanpa banyak bicara, laki-laki itu membukakan pintu belakang.

"Masuk."

Nikita dan Yesha kembali berpandangan.

"Lo duluan" bisik Yesha.

Nikita menarik napas panjang, lalu masuk ke dalam mobil. Begitu matanya menyesuaikan dengan pencahayaan di dalam, dia terkejut.

Akhirnya Nikita dan Yesha masuk di kursi belakang, sementara Younghoon duduk di kursi depan.

Younghoon duduk tegang dengan tangan terlipat di dada, tatapannya dingin tidak seperti biasa.

"Younghoon jadi loe balik juga?" tanya Nikita dengan nada setengah shock.

Younghoon meliriknya sekilas. "Gue nggak mungkin ninggalin Echa di tengah kota sendirian. Jadi, malam kemarin sebelum kalian berangkat, gue udah berangkat duluan"

Laki-laki tua tadi masuk ke kursi pengemudi, menutup pintu dengan tenang, lalu mulai mengemudikan mobil ke jalan raya Jakarta yang masih basah oleh sisa hujan.

Mobil hitam melaju pelan di jalanan Jakarta yang masih basah oleh hujan. Lampu-lampu jalan berpendar di kaca jendela, menciptakan bayangan-bayangan panjang di dalam kabin. Suasana di dalam mobil terasa sunyi, tapi ada ketegangan yang menggantung di udara.

Younghoon akhirnya membuka suara. "Gue mau nanya sesuatu"

Nikita dan Yesha, yang dari tadi cuma duduk diam di kursi belakang, langsung menoleh.

"Apa?" tanya Nikita.

"Echa sebenarnya ada masalah apa?"

Nikita dan Yesha saling bertatapan.

"Biasanya sahabat terdekat yang paling tahu," lanjut Younghoon. "Tapi dari cara kalian tadi, kayaknya loe berdua juga clueless"

Nikita menghela napas. "Iya, kita beneran nggak tahu. Dia nggak bilang apa-apa"

"Lo sadar nggak, biasanya Echa kalau ada apa-apa, dia pasti cerita?" timpal Yesha. "Tapi kali ini… dia diem aja."

Younghoon mengangguk pelan. Tatapannya kosong, seperti sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Kalau dia sampai nggak cerita ke loe berdua," gumamnya, "berarti ini lebih serius dari yang kita kira"

Suasana kembali hening.

Nikita bersandar di kursinya, mencoba mencerna situasi.

Yesha memainkan ujung sweaternya, jelas terlihat gelisah.

"Besok pagi gue ke rumah loe" kata Younghoon akhirnya. "Kita cari Echa bareng-bareng"

"Oke" jawab Nikita singkat.

Mobil terus melaju melewati jalan-jalan yang mulai lengang. Hingga akhirnya, mereka sampai di depan rumah Nikita.

Yesha langsung menguap kecil, matanya sudah setengah tertutup karena mengantuk. "Gue nginep di rumah loe aja, Nik. Males pulang"

Nikita mengangguk. "Santai aja."

Younghoon menatap mereka sekilas dari kursi depan. "Oke, gue balik dulu. Istirahat, besok kita lanjut."

"Thanks, Hoon," kata Nikita.

Younghoon hanya mengangkat tangannya sedikit sebelum mobilnya melaju pergi, menghilang di kejauhan.

Nikita menghela napas panjang, lalu menatap rumah di depannya.

Dan untuk beberapa saat, ia hanya berdiri di sana.

Rumah ini… tempat yang seharusnya jadi tempat paling nyaman, tapi malah terasa seperti penjara.

Yesha menoleh ke arahnya. "Nik? Lo kenapa diem aja?"

Nikita tidak menjawab.

Belum sempat Yesha mendorongnya untuk bergerak, pintu rumah tiba-tiba terbuka.

Di ambang pintu, berdiri ayah dan ibunya. Tatapan mereka langsung tertuju pada Nikita. Dingin. Kaku.

Dan di baliknya... penuh dengan perasaan yang sulit diartikan. Amarah yang sudah lama terpendam dalam diri Nikita mendidih pelan. Tapi ia menahannya.

Tanpa mengatakan apa-apa, ia menyeret kopernya masuk.

Yesha, yang menyadari ketegangan di antara mereka, buru-buru berkata, "Permisi, Om, Tante," sebelum ikut masuk ke dalam.

Ayah dan ibu Nikita tidak mengatakan apa-apa.

Mereka hanya berdiri di sana, diam.

Seperti ada banyak hal yang ingin diucapkan, tapi tak satu pun yang bisa keluar dari bibir mereka.

Dan bagi Nikita... lebih baik begitu.

Setelah masuk ke dalam kamar, Nikita langsung melempar kopernya ke pojok ruangan dan menjatuhkan diri ke tempat tidur.

Yesha meregangkan tubuhnya, lalu ikut menjatuhkan diri ke kasur. "Akhirnya tempat yang empuk."

Nikita menatap langit-langit. "Lo nggak lihat tatapan mereka tadi?"

Yesha menoleh malas. "Tatapan siapa?"

"Orang tua gue."

Yesha terdiam sebentar sebelum akhirnya menghela napas. "Yaelah, Nik. Dari dulu mereka emang kayak gitu, kan?"

"Itu masalahnya"

Yesha diam.

Nikita menutup matanya sebentar, lalu menghembuskan napas panjang. "Gue udah capek banget sama semuanya. Dengan Echa yang tiba-tiba ilang tanpa kabar dan sekarang… gue liat orang tua gue! Loe tahukan hubungan gue sama orang tua gue selama ini kayak gimana?"

Yesha bangkit dari tidurnya dan duduk bersila. "Lo tahu nggak? Kadang, kalau gue pusing sama semuanya, gue milih buat nggak mikirin apa-apa dulu. Cuma tidur"

Nikita menoleh. "Lo ngajarin gue buat jadi bodo amat?"

Yesha mengangkat bahu. "Nggak selalu, tapi kadang itu cara terbaik biar otak lo nggak meledak"

Nikita menatap sahabatnya selama beberapa detik, lalu akhirnya ikut duduk. "Lo bener juga."

Yesha tersenyum lelah. "Akhirnya lo sadar betapa jeniusnya gue"

Nikita hanya mendengus, lalu berbaring lagi. "Udah lah, tidur aja. Besok kita harus siapin tenaga buat cari Echa"

Mereka akhirnya menutup mata, mencoba mengistirahatkan pikiran mereka yang kalut.

Tapi jauh di dalam hatinya, Nikita tahu... masalah ini belum berakhir. Dan besok, segalanya mungkin akan menjadi lebih rumit.

Inilah penyebab Nikita membenci kedua orang tuanya.

Flashback:

Suasana rumah malam itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Nikita duduk di ruang tamu dengan kepala tertunduk, tangannya mengepal di atas paha. Perasaan tak nyaman menyelimutinya sejak pagi, ketika ibunya mulai bersikap lebih lembut dari biasanya-terlalu lembut, seperti seseorang yang menyembunyikan sesuatu di balik senyum palsu.

Ayahnya duduk di sofa dengan ekspresi datar, sementara ibunya berdiri di dekat meja makan, menggenggam ujung apron yang ia pakai.

"Nik, kita udah ngobrol sama Om Surya," suara ibunya terdengar ragu-ragu, tapi tetap memaksa.

Nikita mengangkat wajahnya. "Ngobrol soal apa?"

Ibunya menoleh ke arah ayahnya, seolah meminta dukungan. Ayahnya menghela napas pelan sebelum akhirnya bicara.

"Kita lagi ada masalah keuangan, Nik. Hutang kita banyak, usaha juga nggak jalan. Kalau kita nggak segera cari jalan keluar, kita bisa kehilangan rumah ini."

Nikita menelan ludah. Ucapan ayahnya terdengar lebih menakutkan daripada yang seharusnya.

"Terus... aku harus apa?" tanyanya hati-hati.

Ayah dan ibunya saling berpandangan. Kali ini, ibunya yang maju selangkah, menunduk sedikit di hadapannya.

"Om Surya... dia mau bantu kita," ujar ibunya dengan suara pelan. "Tapi dia ada satu syarat."

Nikita merasakan jantungnya mulai berdetak lebih cepat. "Syarat?"

Ibunya menggigit bibirnya, lalu akhirnya berani menatap mata putrinya. "Dia mau menikahi kamu, Nik."

Nikita merasa kepalanya berdengung. "Apa?"

"Kamu tahu sendiri, dia orang kaya. Kalau kamu nikah sama dia, hidup kita bakal jauh lebih baik. Kita nggak akan kesulitan lagi."

Nikita tertawa miris, seakan itu hanya lelucon buruk. "Aku? Nikah sama laki-laki seumuran Ayah? Ini serius, Bu?"

Ibunya terdiam.

"Kalian semua gila!! Aku masih sekolah!! Kenapa aku yang harus jadi korban buat nutupin kegagalan ayah dan ibu?" bentaknya, berdiri dari sofa.

"Nikita!" Ayahnya akhirnya bersuara, kali ini dengan nada lebih keras. "Kita nggak punya pilihan! Kamu pikir kalau kita punya cara lain, kita bakal ngelakuin ini?"

"Nggak punya pilihan?" Nikita menatap mereka dengan sorot mata penuh kebencian. "Ayah, ayah nyuruh aku tidur sama laki-laki tua cuma buat duit loh? Terus maksud ayah itu pilihan? Heran ya.. Sebenernya aku ini anak kalian atau barang jualan"

Tamparan mendarat di pipinya.

Ibunya, dengan mata berkaca-kaca, menatapnya dengan ekspresi penuh tekanan. "Nikita jaga ucapanmu! Ini bukan buat kita saja. Kamu juga bakal hidup enak, bakal punya segalanya. Om Surya janji dia bakal baik sama kamu"

"Baik?!" Nikita tertawa sinis sambil menatap ibunya dengan penuh kekecewaan. "Apa ibu pikir ada yang namanya 'baik' dari seorang pria yang beli anak orang buat dijadiin istri?"

Suasana berubah hening.

Malam itu, tak peduli seberapa keras Nikita berteriak, berontak, atau memohon, orang tuanya tetap menekannya. Mereka sudah memutuskan, dan keputusannya sudah final. Jika Nikita tak mau, maka keluarganya akan hancur. Dan sebagai anak, dia harus berkorban.

Beberapa hari setelahnya, ia duduk di ranjang hotel mewah, dalam gaun sexy membalut di tubuh Nikita yang masih berusia 15 tahun. Ia menunggu pintu kamar terbuka dan membiarkan pria tua itu masuk. la merasakan tubuhnya membeku saat tangan kasar itu menyentuhnya, menelusuri kulitnya seolah ia adalah properti yang baru saja dibeli.

Malam itu, Nikita kehilangan segalanya-kehormatan, kebebasan, dan kepercayaannya terhadap manusia yang ia panggil orang tua.

Bersambung

Bagaimana tanggapan kalian?

■BANTU AUTHOR LIKE, FOLLOW, AND KOMENTAR YA🙏

GOMAWO CHINGU💙😉

1
Azthar_ noor
masih baru ya...
Sara Budi: iya masih baru
total 1 replies
Noorphans.
Mantap nih!
Sara Budi: makasih chingu yaa💙💙💙
total 1 replies
Eirlys
Sempurna deh ini. 👌
Sara Budi: makasih chingu yaa💙💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!