Reiner merupakan ketua Mafia/Gengster yang sangat di takuti. Ia tak hanya di kenal tak memiliki hati, ia juga tak bisa menerima kata 'tidak'. Apapun yang di inginkan olehnya, selalu ia dapatkan.
Hingga, ia bertemu dengan Rachel dan mendadak sangat tertarik dengan perempuan itu. Rachel yang di paksa berada di lingkaran hidup Reiner berniat kabur dari jeratan pria itu.
Apakah Rachel berhasil? Atau jerat itu justru membelenggunya tanpa jalan keluar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Eng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Over protektif
Saat mengetahui bila Reiner dan Marlon akan segera kembali, Rachel yang takut ketahuan cepat-cepat berbalik dan malah tak sengaja menabrak seorang pria.
"Ma-maaf!" ia cepat-cepat menghindari pria itu usai mengutarakan permohonan maaf sebelum Rainer dan Marlon tahu bila dia membuntutinya.
"Hey, mau kemana sayang? Kenapa kau buru-buru sekali?" ucap pria itu malah tergiur dengan penampilan Rachel yang menggoda.
Rachel ketakutan karena pria itu malah menarik pergelangan tangannya. "Lepaskan. Tolong!" ia memberontak.
"Kau tidak mau berkenalan denganku? Kau cantik sekali!" kata pria itu semakin tertarik.
Namun suara Reiner yang tiba-tiba terdengar membuat sekujur tubuh Rachel membeku.
"Apa yang kau lakukan? Singkirkan tanganmu!" hardik Reiner yang tak suka bahkan cenderung marah kala melihat tangan Rachel di pegang paksa oleh pria itu.
Si pria terlihat terganggu dengan larangan Reiner. Ia menatap dan menantang dengan tak suka. "Memangnya siapa kau? Jangan sok ikut campur!"
Tak suka basa-basi, Reiner merangsek maju kemudian melepaskan paksa cekalan tangan itu dengan kasar, lalu kemudian menarik tangan si pria dan membenturkannya ke dinding, sejurus kemudian Reiner menancapkan sebilah pisau tepat di tengah-tengah telapak tangan pria itu.
CREK!
Membuat pria itu seketika mengerang kesakitan. Pria itu terus berteriak namun Reiner semakin menekan pisau itu sampai menimbulkan suara mengerikan.
"Aku sungguh tidak suka berkata dua kali!" tukas Reiner kemudian berjalan menuju ke arah Rachel yang gemetaran karena melihat kekejaman Reiner.
Pria yang kesakitan itu langsung di urus oleh Marlon serta beberapa penjaga restoran. Sepertinya dia telah salah mengganggu orang.
"Sedang apa kau di sini!" tanya Reiner sesaat setelah ia tiba di hadapan Rachel.
"A-aku, mau ke toilet. Tiba-tiba dia..." Rachel jadi gagap. Takut antara ketahuan, juga takut karena keberingasan Reiner.
Untung saja Reiner percaya dengan ucapan Rachel. "Cepatlah ke toilet, aku tunggu di sini!"
Rachel mengangguk dan akhirnya masuk betulan ke dalam toilet. Di sana ia masih menenangkan diri yang terus tremor karena melihat Reiner yang dengan mudahnya menancapkan pisau kepada pria bajingan tadi.
"Astaga, Reiner benar-benar kejam sekali. Padahal pria itu hanya mengganggu ku..."
Di luar, keadaan sudah sangat bertambah ramai akibat kejadian barusan. Dan alih-alih membalas atau menuntut, pria itu bahkan menjadi ketakutan karena akhirnya tahu siapa Reiner sebenarnya.
Beberapa waktu kemudian, Reiner dan orang-orangnya akhirnya keluar dan melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah tempat. Sepanjang perjalanan, Rachel tak berani mengatakan apapun karena takut. Berkali-kali masih heran mengapa Reiner begitu sadis membalas, padahal pria itu hanya mengganggunya, bagiamana kalau ada yang mencelakainya? Astaga.
***
Entah sudah berapa kali Rachel merasa takjub akan kuasa Reiner. Ia kini sudah tiba di sebuah rumah berlantai tiga. Meskipun ukurannya tidak se besar mansion Reiner, tapi tempat ini sangat mewah.
"Kita akan ada di sini selama tiga hari. Anda bisa istirahat dulu di kamar!" ucap Marlon yang diminta oleh Reiner untuk mengantarkan Rachel.
"Tunggu dulu!"
Marlon memandang tangan Rachel yang memegang tangannya seperti menahan.
"Jangan seperti ini, kalau tuan melihatnya, tangan ku bisa di potong!"
Maka dengan cepat Rachel buru-buru menarik tangannya. Takut kalau-kalau yang di ucapkan Marlon akan benar-benar terjadi.
"Aku... bolehkah aku meminta ponselku? Aku tidak masuk kerja berhari-hari dan belum izin kepada bosku!" Rachel menyuguhkan raut resah sewaktu mengutarakan ganjalan yang terselip di hatinya.
"Saya tidak bisa janji. Tapi akan saya coba sampaikan kepada tuan!"
Rachel mengangguk. Berbicara kepada Marlon memang lebih wajar ketimbang berbicara kepada Rainer.
Setelahnya Marlon berbalik lalu berjalan meninggalkan Rachel. Ia bersama Reiner langsung pergi menuju ke sebuah tempat. Di sana, mereka rupanya melakukan sebuah transaksi yang sangat penting.
"Kabar kau tak memiliki hati teryata benar. Baru sampai di Vuma tapi kau sudah membuat orang ketakutan!" ucap seorang pria berjenggot dengan tawanya yang khas.
Reiner malas menanggapi. "Tak perlu membahas hal remeh. Apa yang mau kau tawarkan?"
Pria itu kemudian mengajak Reiner berjalan masuk. Ruangan itu mirip gudang, namun lebih rapih dan wangi. Di sana, ia melihat kardus dan karung yang di susun rapih. Pria itu sejurus kemudian terlihat membuka salah satu karung dan di dalamnya terdapat serbuk putih yang mereka sebut Nark***.
"Ini yang terbaik. Best seller. Tapi, aku kesulitan untuk mengirim ke wilayah mu. Padahal di wilayah mu merupakan bagian yang sangat strategis. Tapi aku rasa...kau pasti punya kenalan..." pria berjenggot itu sengaja menggantung kalimatnya. Membaca reaksi Reiner sewaktu ia menyentil soal petugas keamanan yang patut di suap.
"Aku baru membeli sebuah wilayah yang tak jauh dari tempat ku. Kalian bisa mengirimkannya ke sana dulu. Beberapa hari ini ada yang curiga karena keteledoran ku. Tapi itu bukan masalah!" terang Reiner demi teringat Dilan yang membawa polisi untuk menggeledah rumahnya.
"Baiklah, aku percaya padamu. Kalau kau mau bersenang-senang, aku sudah menyiapkan yang terbaik untukmu!"
Saat pria berjenggot mengatakan hal itu, datang seorang wanita sexy yang mengenakan pakaian sangat minim. Wanita itu meraba tubuh Reiner. Tapi sikap Reiner selanjutnya membuat kesemua orang terkejut.
"No need!" kata Reiner sembari melangkah pergi menuju ke meja bar. Menuang minuman dan terlihat tak berminat dengan kesenangan yang di tawarkan.
Pria berjenggot itu terbengong. Sebab biasanya Reiner tak mungkin menolak. Ia akhirnya meminta sang wanita untuk kembali masuk. Ia lalu duduk dan ikut minum bersama Reiner.
"Maaf jika itu tidak seperti selera mu. Tapi aku bisa menyiapkan yang lain!"
Reiner masih menuang kembali wine ke dalam gelasnya, ketika pria berjenggot terus berbicara. Sejak memasuki tubuh Rachel yang masih Virgin, entah mengapa selera untuk bercumbu dengan wanita lain seolah lenyap.
"Aku tidak butuh wanita. Aku hanya butuh orang-orang yang setia. Kau tau kan maksudku?"
Pria berjenggot menatap dalam netra Reiner. Ia lalu mengangguk demi menyadarkan luka dalam yang bisa ia baca dari kilatan mata Reiner. Kalimatnya sungguh dalam dan berat.
"Aku sangat benci pengkhianatan!"
Pria berjenggot kembali mengangguk. Tapi kali ini ia merasa bila Reiner terlihat agak sedih. Apa yang sebenarnya terjadi?
Dua jam kemudian, mereka akhirnya kembali menuju ke rumah. Dan begitu baru menginjakkan kaki di halaman depan, Marlon buka suara.
"Nona Rachel meminta ponselnya. Dia berkata belum meminta izin kepada bos tempatnya bekerja!"
Reiner langsung berhenti berjalan dan terlihat mencibir. "Tempat rendahan. Apa pentingnya tidak izin. Aku bahkan bisa menutup tempat itu jika aku mau!"
"Sikap nona sudah jauh lebih baik. Saran saya tolong anda pertimbangkan lagi soal itu!" Marlon membungkuk hormat lalu kemudian pergi menuju ke belakang. Terserah mau di lakukan atau tidak, yang jelas Marlon sudah mengungkapkan.
Reiner termenung seorang diri. Ia mendecak kesal karena dilanda kegelisahan usai mendengar laporan Marlon barusan. Kenapa ia harus jadi terganggu dengan permintaan Rachel?
Slnya si rainer lg mumet sm nenek sihir