"Thank you for patiently putting up with my moods, and being mature as you remind me to be the same. I know that I'm not easy to understand, and as complex as they come. I act childishly and immaturely when I don't get what I want, and it get unbearable. Yet, you choose to gently and patiently chastise me and correct me. And even when I fight you and get mad at you, you take it with no offense, both gradually and maturely."
~Celia
Pertemuan Celia dan Elvan awalnya hanya kebetulan, tapi lambat laun semakin dekat dan menyukai satu sama lain. Disaat keduanya sepakat untuk menjalin hubungan. Tiba-tiba keduanya dihadapkan dengan perjodohan yang telah diatur oleh keluarga mereka masing-masing.
Kira-kira bagaimana akhir kisah mereka? Apakah mereka akan berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Cerita
...″Everything I do is wrong. You think I don’t know that? I’ve screwed up my entire existence, and everyone who’s close to me gets screwed right along with me."~Celia...
Jika Celia sudah bersikap seperti itu dan memanggil Tristan dengan sebutan Abang, berarti Celia benar-benar sedang butuh tempat untuk bersandar. Dan Tristan sudah paham akan hal itu. Tristan sudah hafal dengan tabiat Celia, karena Tristan sudah lama mengenal Celia, dan Celia menempati ruang tersendiri di dalam hati Tristan.
"Bang, kenapa ya hidup aku seperti ini? Apa aku sama sekali nggak pantas untuk di cintai?" gumam Celia sambil bersandar di bahu Tristan.
Tristan sama sekali tidak menyahut, dia membiarkan Celia mengeluarkan semua keluh kesahnya. Tristan ingin mendengarkan semua yang keluar dari mulut Celia. Tristan hanya membelai rambut Celia dengan lembut.
"Bang, apa aku salah jika aku bersikap sedikit egois? Apa aku salah jika aku ingin menjalani kehidupan normal seperti yang lain? Aku ingin hidup bebas, aku ingin mencoba semua hal yang belum pernah aku lakuin, aku ingin benar-benar menjadi diri aku sendiri."
Tristan tidak mengatakan apa-apa, dia menggenggam tangan Celia. Kehangatan tangan Tristan justru mengingatkan Celia pada masa lalunya.
"Bang, aku heran, kenapa ya ada orang tua yang tidak mau mengakui anaknya? Padahal anaknya begitu merindukan kedua orang tuanya. Apa kehadiranku ini benar-benar membawa sial? Kenapa orang-orang yang dekat denganku selalu berakhir menyedihkan?"
"Bang, jawab aku!" Celia meninggikan suaranya, dan menatap Tristan.
Tristan tersenyum lalu meraih tubuh Celia dan membawa ke pelukannya.
"Nggak ada yang salah, kamu berhak menentukan keputusan untuk hidup kamu sendiri. Abang tau ini pasti berat dan nggak mudah buat kamu. Tapi Abang yakin, kamu bisa melewati semuanya."
"Aku juga berharap begitu bang," ujar Celia setelah Tristan melepas pelukannya.
Tristan memegang kedua lengan Celia, dan berkata, "Sekarang dengerin Abang, dan inget ya, apapun pilihan kamu, Abang akan selalu dukung kamu, Abang akan selalu disisi kamu, apapun yang terjadi. Abang nggak akan pernah ngebiarin siapapun nyakitin adik kesayangan Abang, jadi tetap tersenyum ya, senyum buat Abang, masih banyak orang yang sayang sama kamu, jadi nggak usah pedulikan secuil orang yang nggak suka sama kamu, paham kan?"
Celia mengangguk dan tersenyum manis.
"Gitu dong, ini baru adik Abang yang cantik," ucap Tristan sambil mencubit pipi Celia.
"Sekarang kita kembali ke hotel ya, bukankah kita harus bertemu dengan Lily. Dia bisa ngamuk kalau Abang nggak cepat-cepat bawa kamu pulang," ucap Tristan sambil tersenyum.
Celia mengangguk, lalu kembali ke posisi duduknya dan mengencangkan sabuk pengamannya. Begitu pula dengan Tristan yang sudah duduk tegak diposisi kemudi, dan langsung melajukan mobilnya. Sesampainya di hotel, Celia langsung pergi ke kamar Lily, sedangkan Tristan memesan kamar untuk dirinya sendiri.
****
Celia duduk di sofa dan menatap Lily yang sedang makan dengan lahap.
"Kenapa? Ada apa? Ada masalah? Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Lily. Lily sudah paham dan bisa membaca gerak gerik Celia. Lily tahu jika Celia ingin menceritakan sesuatu.
"Habiskan dulu makananmu, aku akan menceritakannya nanti," jawab Celia.
Lily tidak bertanya lagi, dia fokus untuk menghabiskan makanannya.
"Aku hampir tidur dengan seorang pria," Celia mulai menceritakan apa yang dialaminya.
"Apa katamu?" Lily tidak mempercayai pendengarannya.
"Lupakan! Anggap saja aku tidak mengatakan apa-apa," ucap Celia sambil beranjak dan menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur.
“Apa yang baru saja kamu katakan?” Lily bertanya karena penasaran.
"Aku bilang, aku hampir tidur dengan seorang pria," Celia menjawab sambil menatap Lily.
"Huh? Kamu serius? Kenapa kamu tidak memberitahuku!" protes Lily.
Celia berbalik dan telentang di tempat tidur, “Bukankah aku baru saja memberitahumu?"
Lily menoleh ke arahnya, "Katakan! Apa yang terjadi antara kamu dan pria itu?"
"Pria itu mengajakku ke sebuah club, dan dia menari dengan gerakan yang membuat jantung orang berdebar kencang dan sialnya aku tergoda. Dia mengajakku menari bersama dan kami menari dan aku sangat menikmatinya. Lalu dia mengajakku kerumahnya ..." Celia menjeda ucapannya.
"Apa?" Lily terkejut dan menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
“Kamu tergoda saat melihatnya menari, lalu kamu pergi ke rumahnya? Bagaimana mungkin? Are you really ... ?" Lily menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Itu tidak seperti yang kamu pikirkan, aku kerumah nya hanya untuk sekedar minum, lalu dia memintaku untuk menciumnya, dan akhirnya ..." Celia menghela nafasnya.
"Memangnya kamu tahu apa yang aku pikirkan, haa?" ucap Lily sambil menjentikan jarinya dikening Celia.
Celia mengaduh, dan berkata, "Aku tahu, pikiranmu pasti mesum."
Lily mencebik, lalu bertanya, "Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?"
"Dia melepas pakaianku dan tangannya mulai... Bagaimanapun, itulah yang terjadi. Dan untungnya, aku bangun tepat waktu!"
Lily mengernyitkan keningnya, ekspresi wajah Lily berubah, "Apakah dia membiusmu?"
"Tentu saja tidak," jawab Celia.
"Apakah kamu dalam keadaan sadar saat hendak melakukan itu?" tanya Lily penasaran.
"Ya."
"Jadi kalian berdua melakukannya dalam keadaan sadar? Lalu kenapa kamu bilang kamu bangun tepat waktu?" Lily tidak mengerti.
"Sebentar, aku akan jelasin semua dari awal." tutur Celia. Lily mengangguk, ingin mendengar apa yang akan Celia katakan.
“Aku sangat menyukainya, dan dia juga menyukaiku, aku merasa nyaman saat bersama dengannya. Berciuman dengannya juga membuatku ketagihan, jadi aku tidak menolaknya. Kemarin malam, dia menari di club dan itu sangat keren. Aku memujinya, lalu dia memintaku untuk menciumnya, aku menciumnya dan kami berciuman hingga kemudian dia melepas pakaiannya, dan pakaianku juga di lepas ..." Celia menjelaskan.
Lily terkejut tapi dia tidak tahu harus berkata apa.
Celia menatap Lily, "Apakah ada yang ingin kamu tanyakan?"
Lily berpikir sejenak, lalu bertanya pada Celia, "Apakah kamu tidak menolak saat dia melepas pakaianmu?"
"Rasanya aneh dan nyaman, jadi aku tidak menolaknya." Celia menjawab dengan lirih.
Lily terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mungkin dia mengira aku setuju karena aku tidak menolaknya dari awal," jelas Celia.
"Mungkin," ucap Lily sambil mengangguk.
"Lalu apa yang terjadi setelah kamu bangun?" Lily bertanya lagi.
"Aku reflek mendorong dan menamparnya , lalu aku mengatakan kalau dia hampir memperkosaku. Mendengar itu, dia marah dan mengucapkan kata-kata kasar," jelas Celia.
Lily membaringkan tubuhnya diatas ranjang dan berkata, "Wajar saja kalau dia marah, kalian mengawalinya bersama, atas dasar suka sama suka. Tapi kamu justru mengatakan hal itu disaat dia sudah siap untuk ..." Lily tidak meneruskan ucapannya.
"Celia, Celia, kisah kamu ini seperti apa yang dikatakan Tammara Webber :"If I met you last night and brought you back to my place or followed you to yours, and we had sex, that's what we asked for from each other. It's what I got and what you got. I don't know you. You don't know me. Thanks for playing, and we're done.”
semangat yaaa kak nulisnya ✨
Mampir juga di karya aku “two times one love”