Genre: Action, Drama, Fantasy, Psychological, System
Seluruh siswa kelas 3A tidak pernah menyangka kalau hidup mereka akan berubah drastis ketika sebuah ritual aneh menarik mereka ke dunia lain. Diberikan gelar sebagai "Pahlawan Terpilih," mereka semua mendapat misi mulia untuk mengalahkan sang Raja Iblis dan menyelamatkan dunia asing tersebut. Di antara mereka ada Hayato, siswa yang dikenal pendiam namun selalu memiliki sisi perhatian pada teman-temannya.
Namun, takdir Hayato justru terpecah dari jalur yang diharapkan. Ketika yang lain menerima berkat dan senjata legendaris untuk menjadi pahlawan, Hayato mendapati dirinya sendirian di ruangan gelap. Di sana, ia bertemu langsung dengan sang Raja Iblis—penguasa kegelapan yang terkenal kejam. Alih-alih membunuhnya, Raja Iblis memberikan tawaran yang tak bisa Hayato tolak: menjadikannya "Villain Sejati" untuk menggantikan posisinya dalam tiga tahun mendatang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nov Tomic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
— BAB 23 — Melanjutkan Misi Part 3 —
[Status Ditampilkan!]
[Level: 12]
[Nama: Hayato]
[Umur: 18 Tahun]
[Stamina: 100]
[Attack: 99]
[Defense: 81]
[Speed: 95]
[Tipe: Calon Raja Iblis]
[Skill: Adaptasi Kegelapan, Gigitan Kegelapan, Manipulasi Racun, Memasak, Manipulasi Darah, Penglihatan Malam, Null, Petunjuk Arah]
[ - Slot 1: Tas Hitam Kecil]
[ - Slot 2: -]
[ - Slot 3: -]
[Misi: Teka Untuk Membuka!]
Sistemku muncul tanpa aba-aba, menampilkan status yang menunjukkan beberapa peningkatan.
Aku terbangun dengan napas terengah-engah di tengah malam. Tubuhku terasa seperti ditimpa batu berat, dan setiap gerakan kecil membuat otot-ototku berteriak kesakitan. Luka-luka yang sempat dirawat Eirene memang membaik, tapi tubuhku masih lelah luar biasa setelah pertarungan sebelumnya.
Tenda di sekitarku terasa sunyi. Angin malam berhembus lembut, tetapi udara dingin hutan membuatku merinding. Aku melirik ke samping—Eirene tidak ada di sini. Dengan sedikit usaha, aku mendorong tubuhku untuk bangun, meskipun rasa sakit menusuk di setiap langkahku.
Saat keluar dari tenda, aku melihat Eirene berdiri di dekat api unggun kecil. Di tangannya, ada selembar peta besar yang terbuka lebar. Ia tampak serius, matanya mengikuti setiap detail di peta itu, bibirnya bergerak seolah-olah tengah membaca sesuatu.
"Eirene," panggilku dengan suara serak.
Ia terkejut dan buru-buru melipat peta itu. "Hayato! Kau sudah bangun?" Wajahnya tampak sedikit pucat, mungkin karena dinginnya malam atau kelelahan. "Maaf jika aku membangunkanmu... Aku hanya sedang melihat ini."
Aku mengangkat tangan, memberi isyarat agar ia berhenti meminta maaf. "Tidak perlu minta maaf. Aku terbangun sendiri." Aku mendekatinya, meskipun kakiku masih terasa berat. "Apa itu?" tanyaku, menunjuk peta di tangannya.
Eirene ragu sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Ini... peta. Saat kau pingsan sebelumnya, aku menemukannya di atas tubuhmu. Aku tidak tahu dari mana asalnya, tapi peta ini sangat detail."
Aku mengerutkan kening. "Peta itu muncul dari sistemku, mungkin sebagai hadiah setelah misi selesai."
Eirene membuka peta itu lagi, kali ini menunjukkannya padaku. "Lihat. Ada lima wilayah besar yang tertera di sini." Jemarinya menunjuk satu per satu nama yang tertulis di peta.
"Yang pertama adalah Abeir Toril, wilayah paling barat. Sepertinya daerah ini yang paling besar dan maju di antara semua wilayah. Lalu ada Pendleton Ward, sebuah area yang terlihat seperti padang pasir tak berujung. Setelah itu ada Katherine Rundell, sebuah dataran tinggi yang dipenuhi lembah dan sungai. Kemudian Mark Rosenfelder, wilayah yang tampaknya adalah pegunungan salju abadi."
Aku memperhatikan setiap nama yang disebutkan Eirene. Jemarinya akhirnya berhenti di sebuah wilayah gelap di sudut timur peta. "Dan yang terakhir, ini adalah Dark Abyss. Dari semua wilayah yang ada, aku yakin kastil Raja Iblis ada di sini," katanya dengan nada serius.
Aku mengangguk pelan. Nama wilayah itu sendiri sudah cukup membuatku merinding. "Mungkin kau benar," jawabku sambil menatap peta lebih dekat. Lalu mataku tertuju pada wilayah paling barat. "Abeir Toril," gumamku.
Abeir Toril adalah wilayah paling barat dan dianggap sebagai yang paling besar dan maju di antara semua wilayah. Wilayah ini merupakan pusat peradaban yang kaya akan budaya, teknologi, dan sihir.
Sepertinya mereka telah membuat pencapaian besar setelah berhasil memanggil para pahlawan dari dunia lain. Tapi, sangat disayangkan mereka juga memanggil calon Raja Iblis.
Eirene melirikku. "Apa kau pernah ke sana?" tanyanya.
Aku menarik napas panjang, mencoba mengatur pikiranku sebelum mulai menjelaskan. “Saat aku tiba di Abeir Toril, aku berharap semuanya akan berjalan baik. Aku ingin percaya bahwa meskipun kita sudah berada di dunia ini, mereka tetap teman-temanku. Tapi... ternyata aku salah.”
Eirene menatapku dengan sorot khawatir. "Apa yang terjadi?"
Aku mengalihkan pandangan, menatap jauh ke arah pepohonan yang bergoyang diterpa angin malam. “Mereka tahu aku adalah calon Raja Iblis. Aku tidak tahu bagaimana mereka mengetahuinya, tapi mereka sudah mempersiapkan semuanya. Ketika aku bertemu mereka, semuanya hanya sandiwara. Mereka berusaha membuatku percaya bahwa aku masih bagian dari mereka, tetapi pada akhirnya, mereka ingin membunuhku.”
Eirene membungkam, hanya menunggu penjelasanku dengan ekspresi serius.
“Mereka mengajakku ke sebuah dungeon, mengatakan itu adalah bagian dari misi bersama untuk melawan monster-monster yang kuat. Tapi itu semua jebakan. Setelah kami masuk cukup dalam, mereka mulai menyerangku. Semua orang... Kenta, Ayana, bahkan yang aku pikir tidak akan pernah mengangkat senjata melawan seseorang seperti aku. Mereka semua sudah termakan ide bahwa aku adalah ancaman terbesar.”
Mata Eirene melebar. “Jadi... mereka menyerangmu? Semua orang yang dulu kau anggap teman?”
Aku mengangguk, rasa pahit kembali menjalari tenggorokanku. “Mereka tidak meninggalkan kesempatan bagiku untuk menjelaskan apa pun. Serangan demi serangan datang dari segala arah. Aku mencoba melawan tanpa melukai mereka terlalu parah, tapi semakin lama aku sadar itu mustahil. Jika aku tidak serius, aku akan mati di sana.”
Aku mengepalkan tangan, suaraku bergetar. “Aku akhirnya berhasil kabur, tapi itu tidak mudah. Dalam keadaan terluka parah dan kelelahan, aku berhasil membuka jalan keluar dari dungeon itu. Tapi... sialnya, ksatria-ksatria kerajaan sudah menunggu di dalam dan luar dungeon.”
Eirene terdiam, wajahnya menunjukkan kemarahan sekaligus simpati. “Mereka benar-benar tidak memberimu ruang untuk bernapas.”
Aku tertawa kecil, tanpa kebahagiaan. “Benar. Pertarungan dengan para ksatria itu adalah yang terberat. Aku tidak punya waktu untuk memulihkan diri setelah bertarung dengan teman-temanku sendiri. Mereka mengejarku tanpa henti, memaksa aku menggunakan setiap kekuatan yang tersisa. Dan akhirnya, aku memutuskan satu-satunya pilihan adalah kabur ke hutan. Itu adalah satu-satunya tempat aku bisa mencoba bersembunyi.”
Aku menatap Eirene, yang kini memegang peta itu lebih erat. “Dan di sanalah aku bertemu denganmu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak datang saat itu.”
Eirene mengepalkan tangan, matanya menatapku penuh keteguhan. “Hayato, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi. Kau sudah melalui terlalu banyak hal sendirian. Sekarang aku di sini, kau tidak harus memikul semuanya sendiri.”
Aku tersenyum tipis. “Terima kasih, Eirene. Aku tidak tahu bagaimana aku bisa melanjutkan ini semua tanpa dirimu.”
Eirene mengangguk pelan, kembali menatap peta di tangannya. “Kalau begitu, kita harus terus bergerak. Jika kastil Raja Iblis benar-benar berada di Dark Abyss, kita harus mempersiapkan diri lebih baik lagi.”
Aku mengangguk, merasa lega meskipun bayang-bayang masa laluku masih membayangi. “Kali ini, aku akan memastikan tidak ada yang bisa menjebakku lagi.”
Dalam keheningan malam itu, aku merasa bahwa perjalanan ini, meskipun sulit, akan berbeda dengan kehadiran Eirene di sisiku. Aku tidak lagi berjalan sendirian, dan itu adalah awal yang bagus.