Season 2 dari novel yang berjudul Dia Suamiku
Setelah 7 tahun berpisah, Mila kembali bertemu dengan mantan suaminya. Perpisahan mereka yang terpaksa oleh keadaan, membuat cinta dihati mereka tak pernah padam meski Elgar telah berstatus sebagai suami orang.
Akankan mereka kembali memperjuangkan cinta mereka demi sang buah hati?
Cerita itu adalah S2 dari novel yang berjudul DIA SUAMIKU.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca S1 nya dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DMS 35
Salsa duduk diatas ranjang sambil memeluk kedua lututnya yang ditekuk. Bahunya bergerak naik turun karena isakan. Berkali kali dia menepuk dadanya yang terasa sesak. Entah sudah berapa lama dia menangis, tapi tangis itu tak kunjung mau reda. Tujuh tahun ini terasa sia sia. Dia tetap kalah, hati Elgar tetap untuk Mila.
Ponsel yang berada disebelahnya berdering, tertulis nama Ben dilayar. Salsa mengabaikanya, membiarkan benda pipih itu terus berdering hingga akhirnya berhenti sendiri. Tapi tak lama, karena beberapa saat kemudian, benda itu kembali berdering.
Salsa menyeka air matanya. Menarik nafas lalu membuangnya perlahan. Setelah cukup tenang, dia menjawab panggilan dari Ben.
"Hallo." Salsa mengontrol suaranya agar tak terdengar selesai menangis.
"Hallo, Honey, are you ok?"
Salsa membungkam mulutnya sendiri. Dia tak mau Ben mendengar sisa sisa isakannya.
"Honey, kamu baik baik saja? Aku mengkhawatirkanmu, perasaanku tak tenang."
Kalimat Ben membuat Salsa tak bisa menahan lagi tangisnya. Ben memang pria yang paling memahaminya selama ini. Suara tangis Salsa membuat Ben panik.
"Honey, kamu menagis? Ada apa Honey?"
Suara tangis Salsa makin keras, membuat diseberang sana, Ben dilanda kecemasan.
"Sa, kamu dimana, aku jemput sekarang?"
Salsa hanya menangis, tak menjawab satupun pertanyaan Ben sejak tadi.
"Sa, please, bicara Sa. Jangan bikin aku cemas. Kamu ada dimana? aku jemput sekarang."
"Aku dirumah Ben." Jawab Salsa lirih, disela sela isakannya.
"Aku kesana sekarang." Sambungan telepon langsung terputus.
Salsa meletakkan kembali ponsenya diatas ranjang. Menatap setiap sudut kamar yang dia tempati bersama Elgar selama tujuh tahun ini. Salsa meraba ranjang yang sedang dia duduki. Dulu, diranjang ini, dia dan Elgar melakukan hubungan suami istri. Tapi tak terasa seperti bercinta, hanya sebatas pemenuhan nafkah batin. Dan sudah hampir dua tahun ini, dia dan Elgarr tak pernah lagi melakukannya.
Salsa beranjak dari ranjang menuju meja rias. Barang barang yang baru beberapa jam tadi dia keluarkan dari koper dan susun diatas meja, kembali dia masukkan kedalam koper lagi. Salsa juga mengemasi sebagian bajunya.
Begitu Ben menelepon dan mengatakan sudah didepan rumah, Salsa gegas keluar dengan menyeret koper besarnya. Ditangga, dia berpapasan dengan Bu Dirga.
"Kamu mau pergi lagi?" Bu Dirga keget melihat Salsa sudah menarik koper besar, padahal baru beberapa jam yang lalu menantunya itu pulang. Tak hanya koper, mata bengkak Salsa tak luput dari perhatiannya. Baru saja Elgar keluar membawa koper besar, sekarang Salsa? Apa yang sebenarnya terjadi?
"Salsa mau pergi dulu ma."
"Kemana?"
"Pulang."
"Pulang?" Bu Dirga mengerutkan kening. Bukankah ini rumahnya, lalu mau pulang kemana lagi.
"Pulang kerumah orang tuaku. Permisi Mah, Salsa pergi dulu." Salsa meninggalkan Bu Dirga yang masih bergeming dengan seribu pertanyaan dikepala.
Salsa pergi tanpa membawa mobil karena didepan gerbang, Ben sudah menunggunya. Melihat Salsa keluar, pria itu gegas membukakan pintu mobil lalu melajukan mobilnya meninggalkan rumah besar itu.
Didalam mobil, Ben berkali kali menoleh kearah Salsa yang duduk disebelahnya. Sesekali dia masih melihat Salsa menyeka air mata, tapi masih menahan diri untuk bertanya.
"Antar aku kerumah orang tuaku Ben."
"Kamu yakin? Apa tak lebih baik ke apartemenku saja?"
Salsa menggeleng. "Aku ingin pulang. Aku kangen papa mama."
Ben meraih sebelah tangan Salsa lalu menciumnya. "Baiklah, terserah kamu." Ben melajukan mobilnya menuju rumah orang tua Salsa.
"Apa yang sebenarnya terjadi Sa?" Meski Salsa selalu datang dengan seribu keluhan dan masalah rumah tangga, tapi belum pernah Ben melihat Salsa sehancur ini.
Salsa diam saja, dia menatap nanar kearah jendela. Melihat puluhan ruko dan bangunan yang ada dipinggir jalan. Dulu, dia melalui jalan ini bersama Elgar, tapi sepertinya, untuk kedepannya, dia tak akan lagi melalui jalan ini bersama mantan suaminya itu. Meskipun belum ada putusan hukumnya, Elgar sudah menjatuhkan talaknya, itu artinya, mereka sudah sah bercerai secara agama..
"Sa." Panggil Ben.
"Aku baik baik saja Ben."
Ben menghela nafas. Dia semakin khawatir saat Salsa memilih diam seperti ini. Dia lebih suka Salsa seperti biasanya, mengamuk, melempar barang, dan memaki maki. Setidaknya dia bisa tahu apa masalahnya dan tidak seperti sekarang, hanya bisa menebak nebak.
Mobil Ben berhenti tepat didepan gerbang tinggi rumah Salsa.
"Hubungi aku jika kau butuh sesuatu. Aku akan selalu ada untukmu kapanpun dan dimanapun. I love you." Ben mencium kening Salsa lama lalu keduanya turun dari mobil.
Ben membantu menurunkan koper Salsa yang ada dibagasi. Setelah Salsa masuk, dia langsung pergi dari sana. Ingin sekali Ben ikut masuk, namun statusnya yang hanya kekasih gelap tak memungkinkannya. Belum lagi profesinya sebagai pelukis, jelas bukan menantu idaman dimata Pak Rendra. Pebisnis sukses seperti Elgar yang papa Salsa sukai. Salsa saja harus sembunyi sembunyi menyalurkan bakatnya melukis karena papanya tidak suka. Dia ingin Salsa menjadi bisnis women yang sukses.
Bu Rendra begitu senang melihat anaknya datang. Dia pikir Salsa menarik koper besar karena dia baru pulang dari luar negeri. Tapi saat posisinya makin dekat, dia sadar jika ada sesuatu. Wajah sembab Salsa tak bisa menyembunyikan fakta jika wanita itu habis menangis.
"A, ada apa sayang?" Bukan jawaban yang diterima, melainkan pelukan. Salsa langsung memeluk mamanya dan kembali menangis disana.
Buru buru Bu Rendra membawa Salsa masuk kesalah satu kamar tamu terdekat lalu menguncinya. Dia tak mau suaminya sampai melihat kondisi putri mereka. Dia sangat tahu seberapa sayang suaminya pada Salsa. Dia tak akan bisa tenang jika terjadi sesuatu pada Salsa.
"Ada apa Sa?" Bu Rendra menyeka air mata Salsa dan merapikan rambutnya yang menutupi sebagian wajah.
"El mah, El menjatuhkan talaknya pada Salsa."
Deg
Bu Rendra memegangi dadanya. Kenapa semua cobaan terjadi bertubi tubi diwaktu bersamaan. Disaat suaminya tengah berjuang melawan penyakitnya, Salsa memberikan kabar yang tak kalah mengejutkan, yaitu perpisahan dengan Elgar.
Bu Rendra memeluk Salsa, tangannya bergerak membelai surai indah putrinya.
"Aku kalah ma, aku kalah. Wanita itu kembali lagi memenangkan hati Elgar. A, aku harus bagaimana mah?"
Bu Rendra menghela nafas. Baginya, saat ini yang terpenting adalah kesehatan suaminya.
"Bisakah kalau masalah ini, jangan sampai papamu tahu."
Salsa langsung melepaskan pelukannya, menatap sang mama dengan penuh tanda tanya. Bukankah mamanya sendiri yang sejak dulu selalu menyuruhnya mengadu pada papanya jika terjadi sesuatu, lalu kenapa saat ini dilarang. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Ke, kenapa Ma?"
Bu Rendra tak kuasa menahan air mata. Wanita setengah baya itu terduduk diatas ranjang sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Mah, ada apa mah?" Salsa bersimpuh didepan mamanya sambil memegang kedua tangannya.
"Papa...papa..."
"Papa kenapa?" desak Salsa.
"Papa mengidap kanker otak stadium akhir."
Salsa terduduk lemas dilantai, memegangi dadanya sambil mengurut pelan. Air matanya tak lagi mau keluar, dadanya sangat sesak. Dia sudah kehilangan suaminya, apakah dia juga akan kehilangan cinta pertamanya, yaitu papanya?
"Selama ini papamu menyembunyikan penyakitnya dari kita Sa. Mama sangat menyesal, kenapa baru mengetahuinya disaat sudah sangat parah seperti ini." Bu Rendra kembali terisak.
Salsa keluar kamar untuk menemui papanya. Dan ternyata, Pak Rendra sedang ada dimeja makan, menunggu istrinya untuk makan siang.
"Salsa, kapan kamu datang sayang?" Pak Rendra terlihat bahagia melihat anaknya datang.
Salsa bergeming, rasanya baru sebulan dia tak bertemu papanya, tapi kenapa tubuh papanya mendadak sangat kurus seperti ini. Papanya yang biasanya terlihat gagah, hari ini terlihat tua dan lemah. Biasanya, sang ajudan yang berpakaian jas lengkap yang selalu berada disamping papanya, tapi sekarang, seorang wanita yang berpakaian suster yang ada disebelahnya.
Salsa menggigit bibir bawahnya, dia tak boleh menangis didepan papanya. Dengan kaki yang terasa lemas, dia berjalan menghampiri Pak Rendra lalu memeluknya.
"Maafkan Salsa Pah, maafkan Salsa." Salsa menyesal karena baru mengetahui penyakit papanya.