Nasib naas menimpa Deandra. Akibat rem mobilnya blong terjadilah kecelakaan yang tak terduga, dia tak sengaja menabrak mobil yang berlawanan arah, di mana mobil itu dikendarai oleh kakak ipar bersama kakak angkatnya. Aidan Trustin mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya, sedangkan Poppy kakak angkat Deandra mengalami koma dan juga kehilangan calon anak yang dikandungannya.
Dalam keadaan Poppy masih koma, Deandra dipaksa menikah dengan suami kakak angkatnya daripada harus mendekam di penjara, dan demi menyelamatkan perusahaan papa angkatnya. Sungguh malang nasib Deandra sebagai istri kedua, Aidan benar-benar menghukum wanita itu karena dendam atas kecelakaan yang menimpa dia dan Poppy. Belum lagi rasa benci ibu mertua dan ibu angkat Deandra, semua karena tragedi kecelakaan itu.
"Tidak semudah itu kamu memintaku menceraikanmu, sedangkan aku belum melihatmu sengsara!" kata Aidan
Mampukah Deandra menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi? Mungkinkah Aidan akan mencintai Deandra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih sakit
Deandra pun menoleh saat Aidan menegurnya, “Tapi piring kotor ini harus segera dibersihkan,” sahut Deandra yang sudah berdiri dekat pintu kamar.
“Taruh di sudut saja, dan sekarang kamu bantu aku menggantikan pakaianku!” perintah Aidan.
“HAH!” sontak Deandra terkejut, kemudian menatap sinis.
“Sepertinya Tuan lupa dengan perkataan Tuan kemarin, bukankah tidak sudi aku menyentuh tubuh Tuan, begitu juga dengan aku. Sebaiknya akan aku panggilkan perawat untuk membantu Tuan, lagi pula aku disuruh datang ke sini karena Tuan ingin bicara bukan untuk menggantikan baju, jadi sebenarnya ingin bicara apa?” jawab Deandra dengan dinginnya.
Aidan menajamkan tatapan. “Sepertinya daya ingatanmu bagus juga, dan masih suka sekali melawanku. Tapi kamu lupa jika kamu adalah seorang pelayan yang wajib mematuhi semua perintah majikannya!” jawab Aidan penuh penekanan.
Mau bagaimana lagi, Deandra tidak bisa mengelak lagi jika sudah disudutkan akan perjanjian itu, padahal dia ingin menertawakan Aidan yang kini telah menjilat ludahnya sendiri. Dan untuk hari ini tubuh Deandra sedang tidak bersahabat untuk melawan pria itu.
“Di mana ruang walk ini closetnya? aku akan mengambil baju gantinya,” tanya Deandra dengan sikap terpaksa berbarengan dengan hela napas panjangnya.
Tangan Aidan terulur menunjukkan arah ruang pakaiannya, dan Deandra segera ke sana mengambil baju piyama Aidan.
“Menyusahkan sekali, mentang-mentang semuanya salahku!” batin Deandra kesal.
Aidan menatap penuh kemenangan setelah merasa dirinya bisa mengendalikan wanita berkacamata itu, padahal tanpa sepengetahuannya Deandra melakukan semuanya dengan rasa terpaksa.
Deandra sengaja asal mengambil baju piyama pria itu, kemudian dia meletakkannya di atas ranjang pria itu. “Ini baju gantinya,” ucap Deandra tanpa menatap pria itu.
Deandra ingin kembali melangkahkan kakinya ke sofa, namun Aidan sudah menghalanginya dengan terpaksa dia berdiri di sisi ranjang ukuran besar itu. Pria itu dengan tatapan dinginnya sengaja membuka kancing kemejanya lalu membuka kemejanya di hadapan Deandra, hingga terlihatlah jika tubuh Aidan masih terlihat atletis walau sudah tiga bulan tidak berolah raga lagi. Deandra untuk pertama kali melihat tubuh bagian atas Aidan, terlihat biasa saja, tidak sama sekali terpukau. Hati Aidan sangat jengkel setelah melihat ekspresi Deandra tersebut, tidak sesuai ekspetasi yang dibayangkannya.
“Pakaikan bajunya!” perintah Aidan agak galak.
“HAH!” kedua netra wanita itu membulat dengar perintah suaminya. Diambillah kemeja piyama pria itu di atas ranjang lalu menyodorkannya di hadapan pria itu. “Tangan Tuan tidak lumpuhkan, tidak patahkan, jadi alangkah baiknya pakai baju sendiri!” balik memerintah Deandra pada Aidan, sedikit terlihat galak.
“Kamu!”
“Kenapa mau marah lagi, baiklah lebih baik aku keluar dari kamar ini!” ancam Deandra, saat ini dia sudah terlalu lelah untuk menghadapi pria itu.
Dengan terpaksa Aidan mengambil baju tersebut dan memakainya sendiri. Lantas bagaimana dengan celana panjang yang dia kenakan, sudah pasti harus diganti dan butuh bantuan orang lain.
“Gantikan celana panjangku,” perintah Aidan, pria itu menatap Deandra dan terlihat tubuh wanita itu sudah menegang saat mendengar perintahnya.
“Kedua kakiku lumpuh, dan tak mungkin aku menggantikannya sendiri. Dan ingat jangan coba panggil bala bantuan,” kata Aidan dengan tegasnya.
Wanita itu menghela napas panjang, haruskah dia yang menggantikan celana panjang itu, berarti dia akan melihat tubuh Aidan keseluruhannya.
“Sepertinya Tuan sedang menjilat ludahnya sendiri yang tidak ingin disentuh olehku. Memangnya Tuan tidak takut jika saat aku menggantikan celananya, tiba-tiba aku akan memotong barang berharga itu dengan benda tajam!” sahut Deandra tenang namun penuh penekanan, dengan menatap bagian pinggang ke bawah pria itu.
Aidan kelihatan mendengus kesal mendengar sindiran sekaligus ancaman dari Deandra.
“DEANDRA!” pekik Aidan murka kembali.
Deandra berdecak kesal. “Seharusnya saat di rumah sakit, Tuan sekalian cek tensinya, aku takutnya malam ini Tuan kena serangan jantung loh lalu langsung meninggal saking tinggi tensinya. Padahal Tuan ingin melihat saya mati duluan’kan,” sindir Deandra dengan tenangnya, sembari dia mengambil celana piyama milik Aidan di atas, tapi saat dia memutar balik badannya kepala Deandra terasa berputar, sontak saja wanita itu berdiam diri sambil memejamkan kedua netranya, akan tetapi ketika dia kembali ingin membuka matanya pandangannya tiba-tiba gelap.
Aidan yang masih marah mendekati Deandra berdiri karena melihat wajah wanita itu semakin memucat, dan tiba-tiba saja kedua tangan Aidan sigap meraih pinggang Deandra dan dia kembali terjatuh di pangkuannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Wajah Deandra sudah terjatuh di sisi leher Aidan, dan tak sengaja bibir Deandra menyentuh leher pria itu, rasa berdesir pun menyelusup ke relung hati Aidan.
DEG
Tidak ada rasa panik yang menggeluti hati Aidan, justru tangan besarnya menyentuh tepi rahang wanita itu, kemudian tangannya terulur melepaskan kacamata Deandra, lalu mengusap pipi mulus Deandra yang terasa panas. Serta tanpa disadari tangan lainnya merengkuh dan mendekap tubuh mungil Dea. Aidan kenapa? Jangan-jangan apakah dia merindukan keintimannya dengan Poppy, dan Deandra jadi pelampiasannya?
Dalam persekian menit dia menikmati sensasi yang agak intim dengan Deandra, apalagi benda pusakanya kembali bergejolak, namun selanjutnya dia menghilangkan rasa itu yang hadir di hatinya. Aidan yang masih memangku Deandra, segera menghubungi Lucky dan Pak Benny untuk ke kamarnya dan menghubungi dokter.
Lucky yang sengaja menginap di mansion bergegas datang ke kamar tuannya, dan lumayan dibuat tercengang melihat kondisi Deandra dipangku oleh Aidan.
“Dea pingsan tolong pindahkan ke atas ranjang, kamu sudah hubungi Dokter Leo?” tanya Aidan.
“Sudah saya hubungi Tuan, sekarang beliau sedang menuju ke sini,” jawab Lucky, dengan menatap Deandra. Aidan tidak suka dengan tatapan asistennya, seakan tidak rela Deandra ditatap seperti itu.
“Jaga mata kamu, Lucky!” tegur Aidan.
Tatapan terpesonanya langsung buyar seketika. “Eh iya Tuan ... mari sini saya bantu untuk memindahkan Dea. Mau dipindahkan langsung ke kamarnya saja?” tanya Lucky sudah mau ambil posisi untuk membopong Deandra.
“Tetap di kamar saya!” jawab ketus Aidan. Pria itu mengarahkan kursi rodanya ke tepi ranjangnya, entah kenapa ada rasa tidak rela jika tubuh Deandra diangkat oleh asistennya, tapi tidak mungkin dia yang memindahkannya.
“Saya pindahkan ya Tuan,” kata Lucky terlihat semangat dan seakan memberi aba-aba agar Aidan melepaskan tangannya dari pinggang Deandra. Aidan hanya menatap kesal dengan Lucky, tapi tetap saja Lucky yang membopong Deandra ke atas ranjang.
“Sekalian bantu saya ganti celana!” perintah Aidan dengan ketusnya saat melihat Lucky begitu hati-hati merebahkan tubuh Deandra yang masih tak sadarkan diri.
“Baik Tuan,” jawab patuh Lucky.
“Bisa-bisanya dia menatap Deandra lama-lama. Kalau tidak ingat dia asistenku yang terbaik, sudah kucolok itu matanya!” batin Aidan kesal.
Tidak lama kemudian Dokter Leo tiba di mansion Ricardo, dan langsung diantar oleh Pak Benny ke kamar tuan muda.
“Malam Bro, tumben hubungi aku tengah malam, siapa yang sakit?” tanya Dokter Leo ketika sudah masuk ke kamar temannya.
“Cek dia, barusan pingsan,” pinta Aidan sembari menunjuk ke arah ranjangnya. Dokter Leo pun bergegas menghampirinya. Dan melihat wanita yang terlihat pucat itu.
“Ini siapa Bro, istri yang waktu itu kamu nikahi di rumah sakitkah?” tanya Dokter Leo, yang mulai mengeluarkan stetoskop dan termometer dari tas kerjanya.
“Mmm ...,” gumam Aidan pada teman yang menjadi saksi saat dia menikah.
“What! Benarkah! Tapi kenapa wajahnya berbeda Aidan, dia cantik loh, tidak culun waktu aku lihat tempo hari,” sahut Dokter Leo terlihat tidak percaya, sembari memulai memeriksa Deandra.
Aidan menghela napas panjang dan terlihat kesal dengan pernyataan cantik untuk Deandra.
Bersambung ...