GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33. Cumi Udang Lada Hitam
Kaesang membuka matanya saat dia merasakan sesak dan hangat di tubuhnya. Pandangannya tertuju ke samping, di mana Tyas tertidur pulas, memeluknya erat.
Wajah Tyas menempel di dadanya, napasnya teratur dan tenang. Senyum tipis terkembang di bibir Kaesang. Ia mengulurkan tangan, lembut menyentuh pipi Tyas.
"Cantik banget sih," gumamnya, senyumnya semakin melebar.
Lalu Kaesang pun membenarkan posisi tidur Tyas, tangannya yang terlingkar di pinggangnya pun dipindahkan dengan perlahan. Selimut ditarik hingga menutupi tubuh Tyas yang terlelap. Untuk sesaat, Kaesang terpaku menatap wajah Tyas yang tenang dalam tidur.
Tatapannya seolah terhipnotis, perlahan Kaesang mendekatkan wajahnya pada wajah Tyas dan mengecvp bibirnya.
Cup!
"Egghhh," Tyas mulai menggeliatkan tubuhnya saat Kaesang mengecvp bibirnya. Matanya masih terpejam, enggan untuk terbuka. Sampai akhirnya, Kaesang dengan jahil men-ci-um seluruh wajahnya, barulah Tyas membuka matanya
Dengan ekspresi kesal, Tyas menatap kearah Kaesang. Kaesang, dengan wajah tanpa d0sa, hanya cengar-cengir balik. Seolah tak menyadari betapa mengganggunya tingkahnya itu. Padahal, jam baru menunjukkan pukul setengah lima pagi. Tidurnya terusik, dan Tyas jelas tak senang.
"Kamu apa-apaan sih, Yang?! Masih ngantuk aku. Duh, pasti muka aku merah-merah nih. Jahil banget sih kamu!" Tyas bangun dan mengusap wajahnya. Kaesang meraih tangan Tyas dan mencivmnya dengan lembut.
"Maaf, Dear. Habisnya aku gemes sih sama kamu. Kamu cantik banget, bikin aku nggak tahan buat nggak civm kamu. Ehm, kamu masih ngantuk? Mau tidur lagi?" tanya Kaesang dan Tyas menggeleng. Dia sudah tak lagi mengantuk.
"Udah nggak ngantuk aku, Yang, kamu bangunin aku masih kepagian. Belum jam lima ini, di luar masih gelap," gerutu Tyas. Dia memang bukan tipe orang yang suka bangun pagi. Biasanya dia baru bangun jam setengah enam, atau paling pagi jam lima. Tapi sekarang? Baru jam setengah lima, dan dia masih ingin tidur.
Kaesang menarik pelan bahu Tyas, membuat kepala Tyas terjatuh lemas di bahunya. Tyas bersandar nyaman di bahu tegap Kaesang, sementara Kaesang mengelus lembut rambutnya.
"Maaf, Dear kalo aku udah ganggu tidur kamu. Yaudah kamu tidur lagi aja, nanti kalo dah muncul mataharinya aku bangunin lagi," ujar Kaesang sambil terus mengelus rambut Tyas.
"Kamu tidur aja di bahu aku," imbuh Kaesang.
"Ah, enggak usah, Yang," jawab Tyas sambil menggeleng. "Udah jam segini, kalau aku tidur lagi nanti bangunnya siang. Nggak jadi ngajar deh. Nggak papa kok, aku udah nggak ngantuk lagi. Cuma badan rada lemes aja, soalnya aku kan nggak pernah bangun pagi begini."
Kaesang menengok jam dinding, lalu melirik kearah Tyas. "Dear, nanti kalau orang tuamu nyariin kamu gimana? Mereka panggil nama kamu, mereka masuk ke kamar, tapi kamu nggak ada. Pasti marah besar deh mereka," ucap Kaesang. Tyas menegakkan tubuhnya, menatap kearah lain.
Benar juga apa yang di katakan Kaesang. Orang tuanya pasti bakal marah padanya saat tahu dirinya tidak ada di kamar. Apa yang harus ia lakukan?
"Aku tau, Yang, tapi gimana lagi, semuanya udah terjadi. Kemarin itu aku terlalu emosi sampe nggak mikirin hal lain. Aku nggak mikirin kalo orang tuaku marah gimana, apalagi bunda aku suka bangun jam segini. Masak nasi gitu," kata Tyas, wajahnya terlihat khawatir dan sedih. Melihat ekspresi Tyas, Kaesang langsung meraih bahunya dan membuat Tyas menatapnya.
"Nanti kamu jelasin pelan-pelan ya, kamu jelasin kenapa kamu pergi dan kemana kamu pergi. Kalaupun kamu mau jujur soal aku juga nggak papa. Kita kan nggak bisa sembunyiin hubungan kita selamanya. Pasti ketahuan juga nanti," ujar Kaesang menasehati. Tyas menggeleng pelan. Dia belum siap untuk membongkar hubungannya dengan Kaesang kepada orang tuanya.
Posisi Kaesang saat ini masih sebagai muridnya, meskipun berasal dari keluarga kaya raya, Kaesang sendiri belum memiliki apa-apa dan masih berstatus siswa.
Dia khawatir jika orang tuanya meremehkan dan merendahkan Kaesang. Kedua orang tuanya sangat menginginkan Tyas menikah dengan pria yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan lebih tua darinya.
"Kalau untuk sekarang nggak bisa, Yang. Aku takut, orang tuaku pasti nggak akan ngerti. Mereka pasti akan menentang hubungan kita." Ketakutan jelas terpancar di wajah Tyas, dia meraih tangan Kaesang dan menggenggamnya erat-erat.
Kaesang menjawab. "Terus kalau kamu nggak jelasin soal hubungan kita, kamu akan jelasin apa sama orang tuamu kalau mereka nanya? Dear, percaya sama aku, semuanya akan baik-baik aja ...
Kamu jujur sama orang tuamu juga nggak papa kok, kalau mereka menentang kita bisa meyakinkan mereka buat merestui hubungan kita ...
Kayak om Daniel yang berhasil buat meyakinkan mereka, aku pun pasti bisa, Dear. Kamu percaya kan sama aku?" Kaesang berusaha meyakinkan Tyas yang tampak gelisah dan sedikit takut. Masalahnya antara Kaesang dan Daniel itu berbeda.
Tyas menggelengkan kepalanya berulang, wajahnya berkerut seolah menolak apa yang Kaesang katakan. "Bukan itu masalahnya, Yang. Kamu dan Daniel itu beda. Sekarang kamu masih muridku, sedangkan Daniel sudah bekerja dan punya perusahaan sendiri ...
Orang tuaku pengen banget aku nikah sama orang yang sudah punya kerjaan dan lebih tua dariku. Yang, aku takut. Gimana nanti aku jelasin ke orang tuaku?
Aku nggak mungkin jujur soal hubungan kita. Aku nggak mau kamu diremehin sama mereka."
Ternyata, itulah kriteria pasangan yang diidamkan orang tua Tyas. Mereka menginginkan pria yang dewasa, matang, dan sudah memiliki pekerjaan tetap. Bukan seperti Kaesang yang masih bersek0lah dan belum memiliki penghasilan sendiri.
"Jadi itu alasan mereka nerima Om Daniel, karena Om Daniel udah punya perusahaan sendiri dan berumur di atasmu begitu?
Pilihan orang tuamu memang tepat, Om Daniel kan udah dewasa, dia punya perusahaan sendiri dan perusahaannya sudah cukup sukses di Australia. Pasti kamu akan hidup sejahtera kalau nikah sama Om Daniel. Semua kebutuhanmu akan tercukupi ...
Kalau aku, Aku belum punya apa-apa, Dear. Uang aja aku masih minta sama papa, aku juga masih duduk di bangku sekolah menengah sekarang ...
Jujur aja, kalo kita berterus terang kepada orang tua kita, kemungkinan besar mereka nggak akan merestui hubungan kita. Mereka pasti akan meremehkanku dan menyuruh kita putus." Kaesang terlihat sedih, matanya berkaca-kaca.
Dia tahu hubungannya dengan Tyas berisiko. Selain Tyas adalah gurunya, usianya juga lima tahun lebih tua darinya. Pasti kedua orang tua mereka akan menentang.
Melihat raut wajah Kaesang yang murung, Tyas langsung berusaha menghiburnya. "It's okay, don't be sad. I don't want to see you sad. Aku ada alasan, Yang. Aku tau aku bakal jelasin apa nanti sama mereka. Sekarang udah hampir setengah enam, kamu mandi gih," ujar Tyas sambil tersenyum hangat.
"Kamu mandi duluan aja, nanti aku mandi setelah kamu," jawab Kaesang. Tyas mengangguk dan segera mengambil seragam gurunya, handuk, dan alat mandinya dari dalam ransel.
"Wah, kamu udah siapin semua itu, Dear? Niat banget kamu," ujar Kaesang, heran melihat Tyas membawa perlengkapan mandinya. Seolah sudah di niatkan dari awal untuk akan menginap di apartemennya.
Tyas tersenyum malu, menoleh ke arah Kaesang dan menatapnya dari samping meja belajar, tempat ranselnya tergeletak.
"Hehe, aku emang udah niat buat bakal nginep di apartemen kamu, Yang. Jadi ya aku siapin semuanya, termasuk alat mandi sama make up. Aku mandi dulu ya, kamar mandinya dimana?" tanya Tyas. Kaesang menunjuk sisi lain di kamarnya, Tyas pun langsung mengikuti arah tunjuknya.
"Tuh, mandi aja di sana," jawab Kaesang sambil tersenyum. Tyas mengangguk, lalu melangkahkan diri ke kamar mandi yang tidak terlalu jauh dari sofa.
Tak lama setelah itu, Tyas keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, meneteskan bulir-bulir air yang memantulkan cahaya. Wajahnya tampak segar, natural, dan cantik.
Kaesang tak bisa menahan pandangannya, terkagum dengan kecantikan Tyas. Tyas berjalan menuju ranselnya, mengambil kotak makeup, lalu duduk di kursi belajar Kaesang. Dengan perlahan, ia mulai merias wajahnya, sentuhan demi sentuhan yang membuat kecantikannya semakin terpancar.
Kaesang tersadar dari lamunannya. Ia segera beranjak menuju lemari, mengambil seragamnya, lalu menuju kamar mandi untuk mandi. Tak lama kemudian, ia keluar dan langsung menghampiri Tyas. Dengan tangan melingkar di leher Tyas yang tengah membubuhkan bedak, Kaesang memeluknya dari belakang.
"Lagi make apa, Dear?" tanya Kaesang, suaranya lembut dan sedikit manja. Tyas masih asyik berdandan, wajahnya serius berkonsentrasi.
Meja belajarnya kini dipenuhi oleh berbagai kosmetik, dari Viva, Wardah, Scarlett, Ms Glow, hingga merek-merek lainnya. Mata Kaesang terbelalak melihatnya, "Banyak banget, ya?" pikirnya dalam hati.
Tyas menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada riasannya. Dia sedang mengoleskan sesuatu yang berkilauan dan sedikit kecoklatan di kelopak matanya.
"Hmm, lagi mau make eyeshadow brush, Yang," ujar Tyas sambil tersenyum. "Kenapa? Lama ya aku dandan? Maaf ya, aku memang suka lama kalau lagi ngerias gini. Banyak banget yang aku pakai. Ini aja masih kurang banyak." Kaesang makin tercengang.
Ternyata, segitu banyaknya makeup yang harus dipakai wanita. Pantas saja saat bepergian, mamanya selalu membawa tas makeup khusus yang segede koper mini. Atau di kamarnya, banyak makeup berjajar rapi di meja rias.
Kaesang hanya geleng-geleng kepala melihatnya. Dia yang laki-laki, memang tidak tau apapun soal alat makeup perempuan.
"Yaudah kamu makeup an dulu aja. Aku tunggu di ruang makan, ya. Mau pesen GoFood sebentar lagi." Kaesang keluar kamar menuju ruang tamu. Dia ingin memesan sarapan buat dia dan Tyas. Sesuatu yang Tyas suka, dan pastinya berhubungan dengan laut.
"Cumi udang lada hitam. Tyas pasti suka banget kalo aku beliin dia makanan itu buat sarapan," gumam Kaesang dalam hati. "Hmm, pagi-pagi gini ada yang jual nggak ya? Kok di aplikasi masih pada tutup semua?"
Ia terus menelusuri aplikasi pemesanan makanan online di ponselnya, berharap menemukan cumi udang lada hitam. Sayangnya, tak satupun toko yang menjualnya. Kebanyakan masih tutup, mengingat masih sangat pagi.
Kaesang menghela napas. Ia pun mengklik salah satu menu sarapan ala Amerika yang biasa ia santap. Setelah berpikir sejenak, ia memesan dua porsi.
"Hmm, kira-kira Tyas suka nggak ya sama makanan ini?" gumam Kaesang pelan, matanya tertuju pada layar ponselnya. Terpampang di sana menu sarapan ala Amerika yang biasa di santap nya. Breakfast tacos dan eggs benedict.
Tak lama berselang, pesanan Kaesang pun tiba. Ia membawa masuk dua kantong kresek berisi makanan, bertepatan dengan Tyas yang keluar dari kamar. Tyas sudah sangat cantik dan rapi, membuat Kaesang terpesona dan menghentikan langkahnya. Tyas menghampiri Kaesang, dia melihat Kaesang membawa dua kantong kresek.
"Yang, apa yang kamu bawa itu?" tanya Tyas, matanya tertuju pada dua kantong kresek di tangan Kaesang.
"Oh, ini. Aku pesan makanan tadi. Ayo sarapan dulu sebelum berangkat ke sekolah," jawab Kaesang sambil mengajak Tyas ke meja makan. Sesampainya di sana, Kaesang menarik kursi untuk Tyas, meletakkan makanan di atas meja, dan membukanya. Dia kemudian menyodorkan salah satu bungkus makanan kepada Tyas.
"Makan, Dear. Tadi aku pengen banget beliin kamu seafood kesukaanmu, tapi toko-toko masih tutup, jadi aku beliin kamu itu. Nggak apa-apa kan? Kalau kamu nggak suka, bilang aja nanti aku pesenin makanan lain," ujar Kaesang, sedikit khawatir Tyas tak suka dengan makanan yang dibelinya. Tyas awalnya terkejut, namun kemudian menoleh ke arah Kaesang dan tersenyum.
"Nggak papa, Yang. Aku suka kok. Yuk, kita makan. Ehm, kamu makan apa itu? Punya kamu beda ya?" Tyas menoleh ke arah makanan Kaesang yang ternyata berbeda dengan miliknya. Punya Kaesang banyak sekali telurnya. Hampir seluruh permukaannya dipenuhi telur.
Kaesang menoleh ke arah Tyas, mulutnya masih penuh dengan makanan. "Oh ini eggs benedict, Dear. Kamu mau? makanannya di dominasi sama telur." tawarnya sambil menyodorkan piringnya. Tyas menggeleng.
"Nggak deh, Yang, makasih. Aku nggak suka telur." jawab Tyas menolak. Kaesang mengangguk mengerti. Keduanya melanjutkan makan dalam hening. Setelah selesai, mereka mengambil tas masing-masing, kunci mobil, dan keluar dari apartemen Kaesang menuju Genius High School.
Bersambung ...