"Karena kamu yang menggagalkan acara pernikahan ini, maka kamu harus bertanggung jawab!" ucap pria sepuh didepannya.
"Bertanggung jawab!"
"Kamu harus menggantikan mempelai wanitanya!"
"APA?"
****
Bagaimana jadinya kalau seorang siswi yang terkenal akan kenalan dan kebar-barannya menjadi istri seorang guru agama di sekolah?!?
Yah dia adalah Liora Putri Mega. Siswi SMA Taruna Bangsa, yang terkenal dengan sikap bar-barnya, dan suka tawuran. Anaknya sih cantik & manis, sayangnya karena selalu dimanja dan disayang-sayang kedua orang tuanya, membuat Liora menjadi gadis yang super aktif. Bahkan kegiatan membolos pun sangatlah aktif.
Kalau ditanya alasan kenapa dia sering bolos. Jawabnya cuma satu. Dia bolos karena kesetiakawanannya pada teman-teman yang juga pada bolos. Guru BK pusing. Orang tua juga ikut pusing.
Ditambah sikapnya yang seenak jidatnya, menggagalkan pernikahan orang lain. Membuat dia harus bertanggung jawab menggantikan posisi mempelai wanita.
Gimana ceritanya?!!?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Mereka Bukan Mahram
Jam istirahat baru saja berbunyi. Semua anak-anak mulai keluar untuk beristirahat. Tak terkecuali tiga sahabat itu. Mereka juga hendak pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.
Baru saja mereka akan melangkahkan kakinya menuju kantin, tiba-tiba ponsel Liora berdering nyaring. Sebuah notifikasi pesan masuk ke pesan WhatsApp-nya.
Dahi Liora menukik tajam saat melihat nomor tak dikenal masuk ke linimasi pesannya. Liora yang penasaran, ia pun langsung membuka pesan tersebut.
Assalamualaikum
Aa tunggu kamu dicafe seberang sekolah.
SEKARANG
Walaikumsalam
Jelas pesan itu dari suaminya. Yang memerintahkan dirinya untuk segera ke cafe seberang.
Jujur, mendadak perasaan Liora tidak enak.
"Hey, guys! Ehm, sorry. Kayaknya hari ini gue nggak ke kantin. Tiba-tiba perut gue mules pengen 'ee!" ujarnya meringis sambil memegangi perut.
"Ih, Lo tuh ada-ada aja. Kemarin bisul. Sekarang picirit. Ish, Ish, bener-bener dah....!" cicit Dora geleng-geleng kepala.
"Ho'oh!" timpal Sinta.
"Yeay. Emang gue yang mau. Gue juga nggak tau kalau mau sakit perut....!" saut Liora.
"Ya udah sana. Kita ke kantin duluan ya!" kata mereka berdua.
"Ho'oh. Kalau perut gue dah nggak sakit, gue nyesul!"
"Oke deh." Jawab mereka serempak.
"Ya udah, gue ke toilet dulu. Takut cepirit dicelana,"
"Ih, Jijik, Liora!!!!"
Begitu kedua sohibnya tak terlihat lagi, Liora pun melesat cepat menuju cafe seberang jalan. Sebenarnya ada perasaan khawatir dibenak Liora. Ia takut kepergok teman atau siswa lain kalau ia sedang berdua di cafe dengan Agam, suaminya.
Pasti mereka semua akan berpikir macam-macam tentang dirinya. Itulah yang ada di pikiran Liora saat itu.
Namun ternyata Agam memilih ruangan yang agak privat di cafe tersebut. Hingga orang lain tidak akan tahu kalau mereka sedang makan siang berdua di tempat tersebut.
Begitu pelayan menunjukkan tempatnya, Liora pun bergegas masuk ke ruangan itu.
Agam sudah duduk manis di salah satu kursi di sana. Ia juga sudah memesan makanan. Terlihat banyak menu yang tersaji di sana.
"Duduk!" titahnya.
"Hem!" dengan patuh Liora hendak duduk di salah satu kursi. Namun suaminya langsung menggeser sebuah kursi tepat di sampingnya.
"Duduk di sini!" perintahnya.
Liora berdecak kesal. Sebenarnya dia paling tidak suka kalau disuruh-suruh.
Tapi mengingat ancaman Agam tentang malam pertama, membuat bulu kuduknya langsung berdiri. Liora akui, nyalinya tiba-tiba langsung menciut.
Hehehehe. Ternyata preman sekolah punya rasa takut juga!!!!
"Kenapa Aa ngajak makan siang bareng? Aa nggak takut kalau guru atau siswa-siswi Aa lihat kita?" tanya Liora merasa khawatir kalau sampai kepergok.
"Kalau Aa sih nggak takut. Entah dengan kamu....!" jawabnya lempeng. Mendengar itu Liora langsung berdecak dalam hati.
"Iyalah takut. Apalagi kalau temen-temen tahu.....!"
"Punya rasa takut juga?" tanyanya songong.
"Ck." decak gadis itu, "Lagian semua ini gara-gara Aa. Coba waktu itu Aa nolak pernikahan itu, semua ini nggak akan terjadi. Aku nggak kayak pencuri, setiap mau keluar harus endap-endap dulu!" keluh gadis itu bersungut-sungut.
"Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Kamu juga turut andil...!" tentu saja Agam tidak mau disalahkan.
"Ish, aku udah nylametin Aa loh....! Bukannya terimakasih....!" sungutnya.
"Udah, udah. Sekarang makan. Nggak baik ribut di saat kita mau makan!" tegur Agam tanpa merasa bersalah.
Liora melirik ke arah meja makan. Semua menu yang dipesan suaminya adalah makanan kesukaannya.
Liora yang lapar pun tidak berpikir panjang untuk menyantap makanan yang sudah dipesan suaminya itu. Makanan itu terasa sangat nikmat dan lezat. Lebih dari cukup untuk mengganjal perutnya.
Ada untungnya juga punya suami. Ada yang merhatiin. Hihihi. Gumam Liora dalam hati.
"Sudah selesai!" ucap Liora hendak beranjak dari tempat duduknya.
"Mau kemana?"
"Mau balik ke sekolah," jawab gadis itu tersenyum kecil.
"Masih ada waktu sepuluh menit. Aa belum selesai!" tegas pria itu.
"Ada yang mau Aa bicarakan lagi?"
"Tentu!"
"Ohhhhh. Ya udah, ngomong aja,"
"Dengar Liora? Kamu itu sekarang istri saya. Bisa tidak kalau kamu lebih bisa menjaga diri dan kelakuan kamu?"
Liora pun mengernyit heran. "Memang ada apa denganku?"
"Kamu masih tanya ada apa?" ucapannya tenang, tapi tatapan Agam sangat tajam.
"Apa pantas wanita yang sudah menikah begitu akrab dengan laki-laki lain? Ketawa-ketiwi tidak tau malu didepan umum?"
"Maksud Aa?!?"
"To the points aja! Kita bicara sebagai suami istri. Aa nggak suka kamu terlalu dekat dengan teman-teman cowok kamu. Dilihat pun tidak pantas Liora....!" tegur Agam tanpa basa-basi. Agam itu memang lebih suka yang blak-blakan. Tidak suka akan bilang tidak suka.
"Maksudnya.....?!?" pikiran Liora tertuju pada Tito, "Apa maksud Aa, Tito?!?" ucap Liora sambil menelan ludahnya sendiri.
"Bukan cuma Tito. Tapi siapapun prianya. Lebih baik kamu tidak terlalu dekat dengan mereka. Ingat mereka itu bukan mahram kamu!"
"Hah?" mulut Liora ternganga lucu.
*****
Pelajaran sekolah akhirnya selesai. Liora dan kedua sahabatnya keluar dari kelas. Lalu gadis itu melihat Tito dan teman-temannya berlarian di koridor kelas.
Liora yang penasaran pun langsung menghadang sahabatnya itu.
"Mau kemana?" tanyanya.
"Anak Pancasila nantangin maen basket," jawab pria itu.
"Lo mau liat?" tanya Tito.
"Ehm....!" Liora nampak berpikir.
"Ih, kelamaan. Ya udah gue ke sana dulu, udah ditunggu anak-anak,"
"Lo mau liat, Li?" tanya Dora setelah Tito berlalu dari hadapan mereka.
"Pengen sih....? Tapi.....!"
"Yuk ah, Liat.....! Gue penasaran," kata Dora.
"Gue juga, Guys! Yuk liat!"
"Eh.....!"
Tangan Liora ditarik kuat oleh Dora dan Sinta, membuat gadis itu tidak punya pilihan lain selain ikut.
Pertandingan basket hendak dimulai. Nampak lapangan rame dikelilingi anak-anak sekolah Liora. Dan sebagian kecil dari SMA Pancasila sendiri. Suara riuh sorakan dan tepuk tangan terdengar menggema.
Awalnya pertandingan berjalan mulus dan lancar tidak ada perdebatan. Namun di menit-menit terakhir mereka nampak ribut saat salah satu pemain tanpa sengaja menyenggol lengan pemain lawan hingga jatuh ke lantai. Keributan mulai terdengar. Teriakan disertai makian mulai menjadi. Hingga akhirnya perkelahiannpun tak terelakkan lagi.
Ternyata bukan diarena permainan saja terjadi keriuhan pertengkaran. Ditempat penonton pun tidak tinggal diam. Mereka hendak turun untuk membantu kawan-kawan mereka yang tengah bertengkar, namun dari pihak sekolah Liora mencegah mereka. Akhirnya dari kursi penonton pun terjadi pertengkaran hebat, entah apa yang menjadi pemicunya.
Yang laki-laki saling pukul, tinju, tendang dan menjatuhkan. Sementara yang perempuan saling jambak, tarik, dorong, dan cakar-cakaran, disertai umpatan-umpatan kasar. Satu kebon binatang ikut disebut-sebut.
Dua satpam sekolah datang untuk memisahkan mereka semua. Bukannya terpisah, dua satpam itu malah bonyok kena tinju. Alhasil, perkelahiannpun terus berlanjut tidak ada yang mau mengalah dan disalahkan.
Priiiiiiiittttttt...... Priiiiiiiittttttt
"BERHENTI!"
Bersambung.....