Hanin, gadis yatim piatu tak berpendidikan tiba-tiba di jodohkan dengan seorang Pria mapan. Awal nya semua mengira calon Hanin adalah Pria miskin. Namun siapa sangka, mereka adalah orang kaya.
Hanin begitu di sayang oleh mertua dan juga ipar nya.
Tidak ada siapa pun yang boleh menyakiti Hanin. Tanpa mereka sadari, Hanin menyimpan rahasia di masa lalu nya.
Yang penasaran, cus langsung meluncur. Baca nya jangan di loncat ya. Nanti Author ya nggak semangat nulis.
Selamat membaca, ☺️☺️☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Cantika dan juga Ibu nya, tiba di desa beberapa hari kemudian. Mereka mencari cara supaya bisa pulang tanpa harus mengeluarkan uang.
Padahal, Ibu nya membawa uang yang lumayan banyak. Untuk bisa dijadikan alat pembayaran.
Akan tetapi, ia sangat sayang untuk mengeluarkan uang nya itu. Ia berharap, keluarga suami nya Hanin mau mengantar mereka kembali ke desa.
Akan tetapi, semua hanya ada di dalam angan nya saja.
"Huh, habis sudah uang Ibu gara-gara kita ke kota. Untung aja ada mobil pengangkut sayur yang bisa kita tumpangi." Ucap Ibu nya Cantika.
"Ibu sih. Pelit amat. Padahal bawa uang banyak. Lihat ini, kita jadi bau debu."
"Apa nya yang pelit. Uang ibu udah habis banyak saat kita di kota. Makan aja udah habis berapa. Mana mahal lagi. Nasi bungkus kok sepuluh ribu. Di tempat kita masih ada yang lima ribu."
"Bu, di kota dan di desa itu beda. Ini lah maka nya ibu nggak pernah maju-maju. Lagian pun, ibu pelit kayak gini, kaya pun enggak. Yang ada malah hutan menumpuk dimana-mana."
"Ah, diam kamu Cantika. Ayo cepat jalan, biar kita cepat sampai di rumah. Ibu lelah sekali."
"Lagian Ibu, kenapa kita malah turun di gerbang Desa. Kenapa nggak suruh aja antar sampe rumah."
"Ini anak. Otak nya memang nggak sampe-sampe. Rugi aja aku sekolahkan kamu lebih tinggi dari Hanin." Ucap Ibu nya Cantika sambil menyentil dahi putri nya itu.
"Apaan sih Bu. Kan tinggal jawab aja. Nggak perlu nyentil-nyentil kayak gitu. Sakit tahu!"
"Ibu kesal. Kamu itu kok bisa lebih bodoh dari Hanin. Padahal Ibu sengaja tidak menyekolahkan dia dulu. Biar aj dia jadi bodoh. Tapi, malah anak sendiri yang jadi nya lebih bodoh."
"Terserah Ibu deh.. Cantika malas bicara lagi. Hanin terus. Hanin terus yang di bela."
"Ini ni, memang lah otak mu tidak jalan. Ibu rasa sudah sumbat karena kebanyakan ta-i."
Cantika langsung berjalan cepat karena tidak ingin lagi berdebat dengan Ibu nya. Ibu nya memang begitu. Kalau bicara suka sekali menyakiti hati orang lain.
Hanya Hanin yang kebal dan sudah biasa. Karena memang Hanin sama sekali tidak tahu maksud dari Tante nya itu.
Pagar rumah mewah milik keluarga Hanin sudah terlihat di mata Tante nya. Akhirnya ia bis pulang juga ke rumah itu. Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan.
Brak.
"Dari mana saja kalian?" Ucap Pak Rahmat yang tiba-tiba ada di depan pintu rumah.
Baik itu Cantika, maupun Ibu nya. Sangat terkejut. Padahal mereka sengaja turun di gerbang Desa agar tidak ketahuan.
"Kami baru pulang jalan-jalan dari desa sebelah, Pak. Ada apa sih marah-marah kayak gitu. Bikin kaget aja." Ucap Ibu nya Cantika, yang masih belum merasa bersalah.
"Jangan bohongi Bapak. Bapak sudah tahu kemana kalian pergi. Cerita kalian yang merusak acara Hanin sudah sampai ke telinga Bapak."
"Bapak jangan mengarang cerita deh. Ibu aja nggak sampe ke sana."
"Bu, yang datang ke sana bukan hanya Ibu dan Cantika. Tapi, beberapa orang yang ada di desa ini juga di undang. Termasuk kepala desa dan seluruh jajaran nya. Mereka bahkan sampai malu dengan aksi kalian itu."
"Apa? Hmmm,,, kami kan hanya menuntut hak kami. Apa salah? Harus nya kan, Cantika yang ada di sana. Bukan Hanin." Ucap Ibu nya Cantika tanpa tahu malu.
"Bu, apa Ibu sudah lupa ingatan karena semakin tua? Apa Ibu lupa bagaimana kalian menghina keluarga Bu Ambar saat itu? Ayo kita ke rumah sakit, kita periksa otak Ibu. Mungkin ada urat yang sudah putus."
"Bapak! Kok tega sih bicara hanya seperti itu. Aku marah ya. Aku marah!"
"Aku juga marah. Kamu pikir, aku nggak bisa marah? Apa masih kurang, kamu menyakiti keponakan ku selama ini? Bahkan, untuk bahagia saja ia tidak bisa."
"Tidak! Dia tidak boleh bahagia. Harus nya, ia ma-ti saja ikut orang tua nya beberapa tahun yang lalu."
Plak..
"Dasar istri tidak tahu diri. Sudah kenyang perut mu dan perut anak mu menikmati seluruh kekayaan orang tua nya. Tapi,, ini balasan mu?"
"Bapak nampar aku?"
"Iya! Kenapa? Mau ku tampar lagi mulut mu itu? Biar kamu sadar atas apa yang sudah kamu ucapkan. Kamu, sungguh manusia yang tidak memiliki hati nurani."
"Awas saja. Akan aku adukan sama Abang ku." Ucap Ibu nya Cantika sambil memegang sebelah pipi nya.
Sudah lama Pak Rahmat menahan segala nya selama ini. Hanya demi Hanin ia rela di perlakukan buruk oleh istri dan dan Abang Ipar nya itu.
Mereka pernah mengancam akan menjual Hanin ke pria hidung belang. Maka dari itu, selama ini Pak Rahmat selalu menjaga sikap dan tingkah laku nya.
Dan sekarang, Hanin sudah bahagia di kota dengan suami kaya juga keluarga baru nya. Tidak ada alasan lagi bagi Pak Rahmat untuk diam.
Ia akan mengumpulkan seluruh harta milik kakak nya dan akan ia simpan untuk Hanin kelak.
*****
Keesokan hari nya, para Ibu-ibu yang di undang ke acara Hanin, menempelkan foto-foto mereka di depan rumah mereka masing-masing.
Banyak warga lain yang datang dan melihat. Mereka sungguh iri. Foto-foto itu begitu jelas. Apalagi saat mereka berada di dalam kamar hotel yang mewah.
"Wah, kalian sungguh beruntung. Seandainya kami bisa pergi." Ucap salah satu warga yang tidak di undang Hanin.
"Kalian tenang saja. Yang tidak sempat pergi ke acara nya Hanin, kalian di belikan sesuatu oleh nya."
Ibu itu pun masuk ke dalam rumah nya dan membawa banyak kantung plastik. Ternyata di dalam nya ada pakaian yang sangat banyak.
Sudah seperti orang yang sedang berjualan. Pakaian itu di pilih oleh warga desa yang tidak sempat menghadiri acara pesta pernikahan Hanin.
Bukan itu saja. Ibu yang lain pun datang membawa sembako. Masing-masing ibu, akan membawa oleh-oleh mereka sendiri untuk di bawa pulang ke desa.
Para warga hari itu, tersenyum bahagia. Hanin yang menikah, tapi mereka juga kebagian semua nya.
Bahkan Pak Kepala desa, merasa malu pada diri nya sendiri. Karena tidak bisa, melakukan seperti yang Hanin lakukan.
"Wah, kita beruntung sekali ya. Bisa ada di desa yang sama dengan Hanin. Hanin itu, sama seperti mendiang orang tua nya. Baik dan suka berbagi." Ucap salah satu Ibu-ibu yang memulai percakapan.
"Iya. Aku juga masih ingat. Dulu mendiang Ayah nya Hanin sering membantu kita membetulkan atap rumah kita yang bocor. Dan setiap kali mereka datang, mereka akan bawa banyak makanan dan hadiah untuk seluruh warga desa." Ibu-ibu yang lainnya pun ikut menimpali.
" Eh tapi, apa kalian masih ingat, kenapa mereka bisa kecelakaan? Dan aneh nya juga, berita yang ada di luar sana mengatakan jika Hanin sudah meninggal. Kan aneh."
" Shhtt,,, jangan bahas masalah ini keras-keras. Jika sampai Abang nya si Mak Lampir itu tahu, bisa habis kita semua." salah satu Ibu-ibu ada yang bicara sambil berbisik.
" Hah! Apa jangan-jangan semua ini ada hubungannya dengan mereka? Lihat lah, Hanin bahkan harus bekerja mati-matian di kebun milik orang tua nya sendiri. "
" Iya. Itu benar. Kasihan Hanin. Ia tidak tahu apa-apa tentang masa lalu nya. Tante nya, telah menghapus ingatan masa kecil nya. Hanin, di berikan luka yang tidak ingin ia ingat lagi. "
Ibu-ibu yang ada di sana, terus berbicara tentang masa lalu keluarga Hanin. Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang ikut nimbrung di antara kerumunan Ibu-ibu itu.
Orang tersebut, berhasil merekam seluruh pembicaraan Ibu-ibu yang sedang asyik bercerita.