BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN!!!❌❌❌
Nessa Ananta atau biasa di panggil Eca, gadis yang menempuh pendidikan di luar kota akhirnya kembali ke Ibu kota setelah sebelumnya bekerja menjadi sekretaris di sebuah perusahaan.
Tapi apa jadinya jika kembalinya ke rumah Kakaknya justru mendapat kebencian tak beralasan dari Kakak iparnya.
Lalu bagaimana kisah hidup Eca selanjutnya ketika Kakaknya sendiri meminta Eca untuk menikah dengan suaminya karena menginginkan kehadiran seorang anak, padahal Kakak iparnya begitu membencinya?
Kenapa Eca tak bisa menolak permintaan Kakaknya padahal yang Eca tau Nola adalah Kakak kandungnya?
Lalu apa penyebab Kakak iparnya itu begitu membencinya padahal mereka tak pernah dekat karena Eca selama ini ada di luar kota??
Apa yang terjadi sebenarnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencoba menghindar
Eca merasa aman sampai pagi ini karena Bara tidak kembali ke kamarnya lagi dan meminta haknya.
Tapi entah nanti malam atau malam-malam selanjutnya. Yang jelas Eca di buat ketar-ketir dengan ancaman Bara tadi malam. Pasalnya Bara tak bisa di tebak seperti saat Bara mencoba menebak isi pikirannya.
Eca keluar kamar dengan pakaian yang sudah rapih. Hari ini dia siap kembali ke kantor. Begitupun juga Bara.
Pria itu juga sudah lengkap dengan setelan jasnya. Duduk di meja makan sambil memainkan ponselnya. Mungkin menunggu Nola untuk sarapan karena Eca baru melihat Kakaknya itu turun dari tangga.
"Pagi Ca, pagi sayang?" Nola langsung menghampiri Bara dan memberikan kecupan di pipi suaminya itu.
Eca sempat memalingkan wajahnya beberapa detik saat melihat kemesraan pasangan itu.
"Pagi Mbak"
"Gimana? Malam pertama kalian sukses kan?" Nola mencoba terlihat biasa saja di hadapan Eca dan Bara meski sebenarnya terselip rasa cemburu di lubuk hatinya.
Eca melirik pada Bara yang diam tanpa reaksi. Pria itu masih asik dengan ponselnya sepeti tak mendengar apa yang Nola katakan.
"Tapi tunggu, berarti tadi malam Mas Bara nggak tidur di kamar Mbak Nola. Terus tidur di mana?"
Eca kira Bara akan kembali ke kamar istri pertamanya setelah dia menolak suaminya tadi malam.
"Ca, kok malah ngelamun?"
Eca merasakan Nola mengguncang tangannya hingga menyadarkan lamunannya.
"Emm, maaf Mbak. Aku harus berangkat sekarang karena mau mampir apartemen dulu"
"Loh, kamu nggak sarapan dulu Ca?"
"Enggak Mbak. Eca sarapan di kantor aja" Ucap Eca sambil terburu-buru karena dia tak mau di tahan oleh Nola lagi.
Eca meraih tangan Nola seperti kebiasannya. Mencium punggung tahan wanita yang terlalu dzolim kepadanya itu dengan tulus.
"Eca pergi ya Mbak?" Eca berlalu begitu saja hingga akhirnya suara Bara menghentikan langkahnya.
"Hmm!!" Suara berat itu berdehem.
Eca mengerlingkan matanya dengan malas. Kemudian berbalik ke belakang untuk mengulurkan tangannya pada Bara.
"Saya duluan ya Pak Bara" Pamit Eca membuat Bara mengerutkan keningnya. Kenapa Eca tiba-tiba bersikap formal tak seperti tadi malam padahal sekarang masih ada di rumah.
"Kenapa kalian nggak bareng aja, kan sekantor? Kalau mau pulang ke apartemen mu ya tinggal turun saja di sekitar sana" Ucap Nola.
"Nggak usah Mbak. Nanti takutnya ada teman kantor yang lihat. Walau aku sekretarisnya Mas Bara tapi rasanya nggak pantas karena mereka taunya Mas Bara udah menikah"
"Ya udah deh gimana enaknya kamu aja"
"Oh ya Mbak. Kalau boleh, aku mau tinggal di apartemen dulu untuk dua atau tiga hari. Boleh kan Mbak?"
Bukan Nola, tapi Bara langsung menatap istri keduanya itu dengan nyalang. Bagaimana bisa Eca malah meminta ijin pada Nola bukan pada dirinya yang notabennya suami Eca sendiri.
"Emm, gimana ya Ca. Kan rencana pernikahan bertujuan untuk mendapatkan anak. Kalau kamu tidur di sana dan Mas Bara di sini, pasti bakalan lama kamu hamilnya"
"Biarkan saja!" Ucapan Bara membuat Eca kembali menatap suaminya Tapi Bara masih terlihat acuh dengan ponselnya.
"Tapi sayang..."
Bara hanya menatap Nola dengan sorot matanya yang datar namun akhirnya Nola mengalah.
"Ya udah, tapi kalau cuma malam ini gimana?" Tawar Nola.
"Baiklah Mbak. Sekarang Eca pergi dulu"
"Iya hati-hati"
Meski kecewa karena Nola hanya memberikan waktu satu malam saja, tapi Eca tetap bersyukur karena bisa lepas dari Bara malam ini.
Rencananya untuk menginap di apartemennya memang untuk menghindar dari suaminya itu. Semoga saja kali ini Bara tidak bisa membaca pikiran liciknya itu.
Eca kembali ke apartemen hanya mengambil laptopnya saja yang kemarin tidak sempat ia bawa, setelah itu dia akan langsung ke kantor karena dia punya janji untuk sarapan bersama dengan Efan di kantin kantor.
Eca ingin sekali melepas sedikit kerinduannya pada sang kekasih, Eca juga berpikir kalau bertemu Efan akan sedikit menghibur hati Eca.
Kini mereka berdua sudah duduk di kantin dengan sarapan mereka.
"Kamu kemarin kemana sih sayang, kok nggak masuk kerja, terus aku telepon kok nggak diangkat?"
Bola mata Eca bergerak tak tenang karena dia bingung harus mencari alasan apa yang masuk akal.
"I-itu sayang. Kemarin itu aku agak nggak enak badan makanya aku nggak masuk kerja. Aku juga nggak bisa angkat telepon dari kamu karena kepalaku pusing banget"
"Jadi kamu nggak enak badan? Kenapa nggak bilang sama aku? Terus sekarang gimana, kita ke dokter aja yuk?" Efan terlihat cemas sambil menyentuh dahi Eca dengan punggung tangannya.
"Aku nggak papa kok, kemarin aku udah minum obat dari apotek, sekarang udah baikan. Kamu nggak usah khawatir" Eca memberikan senyum terbaiknya untuk meyakinkan Efan kalau dia memang sebenarnya baik-baik saja.
Tidak mungkin juga Eca mengatakan kalau sebenarnya Eca tidak masuk kantor karena menikah dengan Bos sekaligus Kakak Iparnya.
Eca pun mulai melahap sarapannya. Perutnya yang hanya terisi kemarin sore saat Bara memaksanya makan itu, kini benar-benar terasa lapar.
Hingga dalam sekejap makanan di dalam piring telah ludes masuk ke dalam perutnya.
"Kita masuk yuk Fan. Nanti kalau Pak Bara datang aku belum ada di sana, bisa berabe urusannya"
"Ya udah ayo!"
Eca dan Efan tampak saling tertawa satu sama lain. Entah apa yang mereka bicarakan sampai Eca bisa tertawa selepas itu.
Hingga tawa Eca itu langsung lenyap seketika saat melihat seseorang yang menatap ke arahnya dengan tajam.
Deg...
Dari kejauhan Eca bisa melihat Bara yang baru turun dari mobil melihat dirinya yang sedang bersama Efan.
Saat itu juga jantung Eca berdetak tak karuan. Dia ingat betul syarat yang di berikan kepadanya. Sekarang justru Bara melihat sendiri kebersamaan Eca dengan Efan di hari kedua pernikahan mereka.
Eca semakin ketakutan karena tidak tau apa yang akan Bara lakukan kepadanya karena sudah berani melanggar syarat yang diberikan oleh suaminya itu.
"Ca, sayang. Kok diam? Itu Pak Bara udah datang, ayo jalan" Efan menggenggam tangan Eca.
Eca buru-buru melepaskan tangannya dari genggaman tangan Efan.
"Kenapa?"
"N-nggak papa. Nggak enak aja di lihat yang lain"
Ece kembali menoleh ke arah Bara. Tapi yang Eca dapat, pria itu justru melengos dan langsung masuk begitu saja.
"Gawat, apa yang harus aku lakukan kalau dia marah?"
"Marah?"
"Memangnya kenapa dia harus marah?"