Sebuah ramalan kemunculan raja iblis berhasil membuat dunia kacau balau akibat kemunculan para monster, makhluk mistis serta fenomena alam baru.
Untungnya manusia masih memiliki secercah harapan. Mereka adalah para manusia yang berhasil membangkitkan kekuatan hebat, mereka disebut Awakening.
Akan tetapi, apakah secercah cahaya itu dapat mengalahkan kegelapan yang begitu besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galaxy_k1910, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bima Deimos 2
2 jam pun berlalu.
Suara mesin kendaraan terdengar. Seorang pria tinggi keluar dari mobil itu dengan wajah kesal.
Bang!
Dia menendang pintu pagar dan bergegas memasuki area rumah meninggalkan mobilnya di luar tanpa takut di curi. Lagi pula, siapa yang mau mencuri di area perumahan elit yang dijaga oleh awakening kelas atas.
Bima, pria berambut coklat berantakan itu menyibakkan rambutnya kebelakang.
Deg!
Sesaat, pria itu tersentak ketika melihat gagang pintu elektronik rumahnya yang telah dirusak. Detik berikutnya di berdecak pelan.
"Bajingan mana yang berani melakukan hal ini?"
Whuuus!
Pria itu mengedarkan energinya ke seluruh rumah, hendak memberi intimidasi pada siapapun yang telah memasuki rumahnya tanpa ijin.
Bagi Ekilah sendiri, hawa intimidasi Bima hanya seperti hembusan angin dingin dari kipas angin. Perempuan itu bersiul pelan.
"Level Perak ya, sepertinya akan mudah," pikirnya.
Ekilah menolak tawaran bantuan dari Tundra, dia ingin tahu sudah sebanyak apa Bima berkembang dalam kurun waktu 2 tahun ini.
Melihat jika tidak ada satupun orang yang keluar dari rumahnya, Bima tertawa sinis. "Apa para pencuri ini ketakutan hingga pingsan? lucu sekali."
Dengan langkah angkuh, ia pun berjalan memasuki rumahnya. Bola mata Bima membesar ketika melihat sosok perempuan bertopeng gagak yang sedang duduk santai di sofanya. Sosok itu nampak tak terpengaruh dengan aura membunuh yang dikeluarkan oleh Bima.
"KAU! Berani-beraninya kau memasuki rumahku!"
"Dasar orang yang tempramental." Ekilah melambai-lambaikan tangannya tanpa menatap wajah Bima. "Aura membunuhmu itu tidak berguna jadi singkirkan saja."
Bukannya mendengarkan ucapan Ekilah, Bima malah meningkatkan intens membunuhnya.
"Benar-benar deh," Ekilah pun bangkit dari duduknya. "Aku datang ke sini untuk menghajarmu jadi ayo bertarung."
Ekilah mengangkat jari tengahnya untuk memprovokasi Bima. Di luar dugaan ternyata pria itu tidak terpancing dengan provokasi murahan Ekilah. Sebaliknya, pria itu justru tertawa terbahak-bahak.
"Orang ini sudah gila ya?" Batin Ekilah bertanya-tanya.
"HAHAHA HAHAHA." Gelak tawa Bima bergema di seluruh rumah.
Mata hitam pria itu memandang Ekilah dengan tatapan remeh. "Wanita sepertimu mau bertarung denganku? Hahaha Kau cukup percaya diri."
Ekilah menatap Bima datar. "Malah bawa gender. Baiklah, aku anggap kau sudah serius."
Whuus!
Dalam sekejap mata Ekilah langsung melesat di dekat Bima. Dengan pedang Erasmo di tangan kirinya, Ekilah melayangkan sebuah tebasan menyamping dari bahu kiri hingga perut Bima.
"Ugh!"
Darah segar langsung merembes keluar dari luka dan mulut Bima. Pria itu langsung melompat mundur, menjaga jarak dari Ekilah.
Kini sorot matanya langsung berubah menjadi serius. "Wanita ini, aku hampir tidak bisa melihat gerakannya!" Batin Bima terheran-heran.
Melihat perubahan ekspresi Bima, Ekilah pun tersenyum lebar.
Tap!
Ekilah kembali melesat dengan kecepatan penuh dan menyerang Bima dari belakang. Bekas tebasan panjang kembali membekas di tubuh pria itu.
Bima berteriak kesal.
"Oh, tunggu dulu."
Tak!
Ekilah menjentikkan jarinya. Seketika seluruh rumah mewah milik Bima langsung dipenuhi oleh energi miliknya. Dengan begini semua kegaduhan di dalam rumah tidak akan terdengar oleh orang-orang di luar.
Kalaupun Bima Deimos memanggil bantuan, Ekilah yakin dia bisa mengatasi mereka.
"Nah, sekarang, mari bertarung dengan senyap."
Sring!
Ekilah melapisi pedang Erasmo dengan energinya.
Bima menggertakkan giginya, menyadari bahwa situasi ini lebih berbahaya dari perkiraannya. Dengan tangan yang bergetar, dia memanggil energi dalam tubuhnya, membentuk perisai tipis di sekitar tubuhnya.
"Kau tidak akan menang mudah, pencuri sialan!"
Ekilah hanya tersenyum tipis, mengangkat pedangnya sedikit, siap menyerang kapan saja.
"Pencuri katamu, aku saja belum mengambil apapun di rumah ini. Oh, kecuali barang menjijikkan di bawah kasurmu itu."
Bima mengumpulkan keberanian, lalu melancarkan serangan balik. Dengan kecepatan penuh, dia meluncur maju, tinjunya bersinar dengan energi, siap menghantam Ekilah.
Ekilah memutar tubuhnya, menghindari serangan itu dengan gerakan lembut. "Sudah kuduga kau memang cepat, tapi kurang cermat."
Dia kemudian memutar tubuhnya dan melayangkan satu serangan kilat ke samping. Pedang Erasmo yang terbalut energi melesat seperti kilat.
Crakkk!
Pertahanan energi Bima pecah seketika, dan dia terdorong mundur beberapa langkah. Rasa sakit dari tebasan itu membuatnya terhuyung, namun ia tetap bertahan. "Takkan kubiarkan kau merendahkanku seperti ini!"
Namun, bagi Ekilah, kata-kata itu hanya terdengar seperti omong kosong. Tanpa banyak bicara, dia maju lagi, semakin mempersempit jarak, dan kini dengan tatapan tajam yang seolah menembus jiwa Bima.
"Nah, Bima Deimos," katanya dingin, suaranya rendah namun menusuk. "Buktikan bahwa kau memang awakening kelas atas."
Ekilah mengangkat pedang Erasmo dengan kedua tangan.
Sring!
Senyuman tipis langsung terbentuk di wajah perempuan bertopeng gagak itu ketika Bima langsung bergerak cepat menghindari tebasan Ekilah.
"Sekarang aku ingat. Pedang itu," ujung pada Bima tertuju pada Pedang Erasmo, "kau adalah Noctar sang Kapten Malam itu kan. Kenapa kau mengincarku?"
Ekilah terdiam sebentar mendengar julukannya keluar dari mulut Bima.
"Noctar? Perasaan aku cuman nulis Kapten Malam di dalam suratku deh?" batin Ekilah kebingungan.
[Sepertinya itu karena ada Awakening kelas emas yang mendengarkan berkata Nastar setelah bertarung dengan Cannibal Child.]
Mendengar penjelasan Tundra, Ekilah pun hanya bisa menghela nafas panjang.
"Pakek nanya, ya karena wajahmu itu membuatku kesal."
Sring!
Pedang Erasmo tertodong tepat ke arah leher Bima. "Aku pastikan besok kau tidak bisa melihat matahari pagi."
"Kau lawan yang berbahaya."
Bima mulai mengeluarkan kekuatan spesialnya.
Tangan pria itu menyentuh lantai. Sebuah cahaya hitam keluar dari sana dan muncullah sebuah mahluk yang merepotkan untuk Ekilah.
Zombie.
Mayat hidup dengan penampilan mengerikan itu tidak memiliki jiwa, membuat Ekilah sedikit kesulitan melawannya dengan kekuatan spesial miliknya. Tapi, bukan masalah besar jika hanya satu zombie.
[Necromancy yah... Apa kali ini kamu akan bertarung dengan serius?]
Ekilah memasang senyuman remeh. 'kau bercanda? Level pria ini masih di bawahku.'
[Sombong sekali.]
Sring!
Ekilah mengeluarkan tebasan energi dan memotong tubuh zombie itu menjadi 2.
"Apa hanya ini keahlianmu, Bima Deimos?" Tanya Ekilah dengan nada provokatif.
Bima berteriak keras. Retakan tadi menjadi lebih besar membuat banyak zombie keluar dari sana secara bersamaan.
Tak hanya itu Bima pun menggunakan darah dari luka di dadanya untuk membuat sebuah lingkaran sihir.
Whuus!
Sekitar 5 kuntilanak putih keluar dari lingkaran sihir itu dalam waktu singkat. Melihat kemunculan para kuntilanak membuat Ekilah tersenyum senang.
"Bodohnya."
Tak!
Ekilah menancapkan pedang Erasmo ke lantai. Dia lalu melesat cepat menuju 5 kuntilanak yang melayang di dekat Bima.
"Dasar bodoh, kuntilanak itu lebih kuat dari zom- huh!?"
Bima tercekat saat melihat ke 5 kuntilanak tadi langsung hilang begitu bersentuhan dengan telapak tangan Ekilah.
Sring!
Dalam waktu singkat, Ekilah langsung membuat 5 buah tombak yang dilapisi kain putih robek-robek.
Ekilah mengambil satu tombak dan melemparkannya ke arah Bima.
Cart!
Lemparan Ekilah tepat sasaran.
"Aaagh!!" Bima meringis sakit ketika tombak itu menembus paha kanannya.
Perempuan bertopeng gagak itu mendarat dengan mulus di atas lantai. Akibat serangannya tadi, para zombie yang dipanggil oleh Bima menghilang jadi debu begitu pun dengan retakan pada lantai.
Grep!
Ekilah mengambil satu dari 4 tombak yang masih melayang di dekatnya. Perempuan itu menodongkan bagian runcing tombak pada Bima.
"Ku beri 2 pilihan. Pertama, rakun tua. Kedua, anjing Trunspid. Mana yang kau pilih?"
[Kenapa kamu mengeluarkan pertanyaan tidak jelas itu padanya?]