Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(PERGI!)
"Ningrum bilang kalau dia sudah berkali-kali berhubungan int*m denganmu dan Ningrum juga bilang kalau dia pernah melakukan ab*rsi demi menutupi perbuatan gi-la kalian," ungkap Luna.
Retno seketika menutup mulutnya. Ia terkejut mendengar hal buruk yang dikatakan Luna barusan.
Sedangkan Benny, ia tampak marah setelah mendengarnya.
"Keterlaluan kamu, Ning! Bisa-bisanya kamu mengarang cerita kotor seperti itu cuma demi merusak hubunganku dengan Luna!" bentak Benny.
Ningrum masih menundukkan kepalanya. Ia diam-diam mengusap kedua matanya yang telah basah.
"Ning, apa benar kamu berkata seperti itu pada Luna?" tanya Retno, memastikan.
Ningrum diam membisu.
"Mulai hari ini, aku tak akan tinggal lagi di sini, Ma. Aku akan membawa Luna menjauh dari keluarga kita." ucap Benny.
Benny melepaskan tangannya dari kedua bahu Retno, ia lalu mendekati Luna dan menarik tangannya. Benny mengajak Luna untuk segera pergi dari rumah kedua orangtuanya.
"Lebih baik kita segera pindah saja dari sini," ucap Benny.
"Tapi rumah kita belum dibersihkan, Mas. Masih kosong juga, belum ada perabotannya," kata Luna.
Benny menghentikan langkahnya, ia lalu berbalik dan menatap Luna. "Terus gimana? Kamu mau tinggal di sini lebih lama lagi?" tanyanya.
Luna menggeleng pelan, "Kalau begitu, beli spring bed saja dulu, Mas, biar nanti malam kita bisa tidur di rumah baru kita," usulnya.
"Jangankan spring bed, segala isian untuk rumah kita akan aku belikan hari ini juga. Aku usahakan semuanya akan selesai sebelum malam hari,"
Senyum lebar langsung menghiasi wajah cantik Luna. Ia tampak begitu senang dengan ucapan suaminya.
"Biar aku yang pilih perabotannya ya," ujar Luna.
Benny mengangguk, mengiyakan.
"Yeaay.. terima kasih suamiku,"
Benny memeluk pinggang Luna sembari mengajaknya keluar dari kediaman orangtuanya.
Keduanya pergi bersama menggunakan mobil Benny yang dibawa Luna tadi.
"Kalau mobilku kamu bawa pulang, berarti kemarin Ningrum kamu tinggal sendirian di klinik, Lun?" tanya Benny usai mendengar penjelasan Luna mengenai mobilnya yang dibawa pulang ke rumah mertuanya setelah ditinggalnya pergi.
"Iya," angguk Luna tanpa merasa bersalah.
"Lain kali jangan keterlaluan seperti itu pada Ningrum, Lun. Sebenci-bencinya kamu sama Ningrum, berusahalah buat tetap bersikap lembut padanya," tutur Benny.
Wajah Luna seketika berubah masam. Ia melayangkan tatapan tak sukanya kepada Benny sembari menunjukkan bibir manyunnya.
"Kenapa jadi belain Ningrum sih?" sungut Luna.
"Bukan belain Ningrum, Lun, tapi aku cuma-" Benny tiba-tiba saja menghentikan ucapannya. Ia terlihat menghela nafasnya dan lalu kembali menatap lurus ke jalanan.
"Cuma apa, Mas? Kalau bicara tuh dilanjutkan!" bentak Luna.
Benny melirik sekilas ke arah Luna, "Aku cuma berusaha buat melindungi kamu saja, Lun. Aku takutnya kalau si Ningrum sudah kelewat kesal sama kamu, bisa-bisa dia nekat berbuat hal yang bisa membahayakan nyawamu," ujar Benny.
Benny berkata seperti itu bukan tanpa alasan. Ia teringat akan hubungannya dengan Danisha dulu yang sempat ketahuan Ningrum dan akhirnya diganggu olehnya hingga Benny pun memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Tak hanya itu, Benny juga teringat akan aduan Retno mengenai Ningrum yang katanya berencana hendak mencelakai Luna. Meskipun dalam hati Benny masih ragu atas aduan tersebut.
"Omong kosong apa itu?" cibir Luna.
Sebagai seorang anak dari pimpinan perusahaan ternama - Rosyid - membuat Luna tak pernah merasa takut terhadap siapapun. Ayahnya, Rosyid, selalu melindunginya dari belakang. Di manapun dan ke manapun Luna melangkahkah kakinya, akan selalu ada beberapa bodyguard suruhan ayahnya yang diam-diam mengawasi serta melindunginya.
**
Tak lama kemudian, akhirnya keduanya sampai di sebuah toko perabotan yang di dalamnya terdapat semua barang yang diinginkan Luna untuk memenuhi ruangan di dalam rumah barunya.
"Kamu masuklah lebih dalam ke sana, Lun, belilah perabotan apapun yang kamu suka biar aku menunggu di sini," ujar Benny sesaat setelah ia mendudukkan pantatnya di sebuah sofa panjang yang berada di dekat meja kasir.
"Beneran nih, Mas, aku boleh milih-milih dan beli semua barang yang aku suka?" tanya Luna penuh antusias.
Benny tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Yang cepat ya, kita kan juga masih harus mengurus kebersihan rumah kita. Aku belum sempat mencari orang untuk bantu bersih-bersih soalnya," ucapnya.
"Lho bukannya kamu bilang mau minta bantuan Art di rumah orangtuamu, Mas? Kenapa tak jadi?" tanya Luna.
"Setelah aku pikir-pikir sepertinya akan lebih baik kalau orang yang tinggal di kediaman orangtuaku tak tahu di mana alamat tempat tinggal kita yang baru," jawab Benny. "Hal itu aku lakukan demi melindungi hubungan kita dari gangguan Ningrum," lanjutnya.
Senyum mengembang langsung terlihat di wajah Luna. Wanita cantik itu tampak senang dengan keputusan suaminya.
"Urusan siapa yang akan membantu kita bersih-bersih, aku serahkan padamu, Mas. Yang penting malam ini kita bisa segera tinggal di rumah kita sendiri," balas Luna.
Benny tersenyum sambil meregangkan kedua tangannya ke atas. "Hemmhh.. aahh.. senangnya.. akhirnya nanti malam aku bisa menikmati malam pertama denganmu," ucapnya nakal.
Mendengar ucapan Benny, seketika rona wajah Luna memerah. "Apaan sih, Mas, malu tahu didengar orang," lirihnya sembari celingukan, memperhatikan sekitarnya.
Benny tertawa melihat ekspresi Luna, "Wajah kamu merah, Sayang," godanya.
"Ihh!" Luna membalikkan badan dan berjalan menjauh, meninggalkan Benny di tempatnya yang masih saja terdengar tertawa setelah membuatnya tersipu.
Seperginya Luna, Benny mencari kenyamanan dalam posisi duduknya. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celananya. Ia memainkan ponselnya demi memb*nuh rasa bosannya saat menunggu Luna memilih barang yang ingin dibelinya.
Tling.
Sebuah notifikasi pesan masuk terpampang di beranda ponsel Benny. Ia pun lantas membuka pesan masuk tersebut.
Ningrum: [Kamu di mana, Mas?]
Ningrum: [Ada hal yang ingin aku bicarakan padamu.]
Benny menghela nafasnya panjang usai membaca pesan yang ternyata dari adik angkatnya.
Benny: [Aku sedang pergi keluar bareng Luna.]
Benny: [Aku minta tolong sama kamu untuk tak mengacau acara jalan-jalan kami.]
Dua pesan balasan yang isinya bisa saja menyakiti hati Ningrum, langsung Benny kirim begitu saja. .
Tling.
Ningrum: [Aku tak ingin mengacau acara jalan-jalanmu, Mas, aku cuma ingin bicara empat mata saja denganmu.]
Ningrum: [Katakan padaku, kamu ada di mana sekarang? Biar aku bisa menyusulmu. Setelah selesai berbicara, aku janji aku akan segera pergi.]
Benny: [Aku masih sibuk sama Luna, Ning. Nanti atau besok kita bicara berdua.]
Tling.
Ningrum: [Kalau besok, aku tak mau. Aku maunya sekarang. Titik!]
Benny menggaruk kepalanya yang tiba-tiba saja terasa gatal. "Nih manusia satu, apa sih tujuannya seperti ini? Kalau cuma mau bicara, di rumah kan bisa atau nanti atau kapan kan bisa. Kenapa harus sekarang sih?" gerutunya.
Kesal, Benny akhirnya memutuskan mengabaikan pesan Ningrum dan tak membalasnya.
Tling.
Ningrum: [Mengirim sebuah gambar.]
Benny berdecak kesal, "Apa lagi sih ini?!" gumamnya sembari membuka pesan masuk yang berupa gambar dari Ningrum.
"Astaga, Ningrum!" Benny spontan berteriak, ia sampai bangkit dari duduknya saking terkejutnya ia setelah melihat gambar yang dikirim oleh Ningrum barusan.
"Benar-benar gi-la kamu, Ning!"
_