NovelToon NovelToon
Zeline Racheline

Zeline Racheline

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: happypy

Rayan dan rai, sepasang suami-istri, pasangan muda yang sebenarnya tengah di karuniai anak. namun kebahagiaan mereka di rampas paksa oleh seorang wanita yang sialnya ibu kandung rai, Rai terpisah jauh dari suami dan anaknya. ibunya mengatakan kepadanya bahwa suami dan anaknya telah meninggal dunia. Rai histeris, dia kehilangan dua orang yang sangat dia cintai. perjuangan rai untuk bangkit sulit, hingga dia bisa menjadi penyanyi terkenal karena paksaan ibunya dengan alasan agar suami dan anaknya di alam sana bangga kepadanya. hingga di suatu hari, tuhan memberikannya sebuah hadiah, hadiah yang tak pernah dia duga dalam hidupnya dan hadiah itu akan selalu dia jaga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happypy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dua puluh tiga

Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela, membangunkan rayan dari tidurnya. Ia menoleh ke samping dan melihat rai serta zeline masih terlelap dalam dekapan penuh kasih sayang. Wajah rai terlihat tenang, dan zeline yang tertidur di pelukannya tampak damai, seolah momen itu adalah tempat berlindung mereka dari semua badai yang pernah mereka hadapi.

Senyum hangat muncul di wajah rayan saat ia mengamati keluarganya, merasakan kebahagiaan yang kini kembali menyelimuti hidupnya. Saat ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu, terlihat Rahma dan Dina yang baru saja datang dengan membawa makanan hangat untuk mereka semua.

Dina menghampiri rai perlahan, membelai lembut bahunya untuk membangunkannya. Rai membuka mata perlahan, kesadarannya kembali saat ia menoleh ke zeline yang masih tidur nyenyak dalam pelukannya. Rai tersenyum, mengelus lembut kepala putrinya, kemudian menatap Dina yang membangunkannya dengan senyum lembut.

“Selamat pagi,” sapa Dina, dengan penuh kehangatan.

Rai mengangguk, senyum kecil terukir di bibirnya. Suasana pagi itu terasa hangat dan damai, seolah kehidupan telah memberi mereka kesempatan baru untuk membangun kebahagiaan bersama. Di tengah kebersamaan itu, segenap cinta dan harapan untuk masa depan terpancar, menyelimuti mereka dengan perasaan syukur yang dalam.

Lalu rai duduk, mengatur posisinya agar tidak mengganggu zeline yang masih tertidur. Ia menatap rayan yang berbaring di ranjang, wajah suaminya tampak lebih cerah dibandingkan kemarin. Dengan penuh perhatian, Rai mendekati Rayan, hatinya berdebar penuh harapan.

"Bagaimana keadaanmu sayang?" tanya Rai dengan suara lembut.

“Jauh lebih baik ” jawab Rayan, matanya bersinar penuh rasa syukur. Lega mengalir dalam hati rai, seolah beban berat yang menekan dadanya mulai menghilang.

Di sudut ruangan, Rahma yang berada di meja membuka kotak makanan dengan cekatan. Ia menghidangkan makanan untuk rai dan zeline, aroma hangat dan lezat dari makanan itu mengisi ruangan, mengundang rasa lapar. Rahma juga menyiapkan bubur hangat untuk rayan, sebuah perhatian kecil yang menunjukkan kasih sayangnya kepada keluarga yang sudah seperti adiknya sendiri.

“Ini untukmu rayan,” kata rahma, sambil meletakkan mangkuk berisi bubur di atas meja dekat ranjang. “Semoga bisa membantu memulihkan tenaga.”

Rai mengangguk berterima kasih pada Rahma, merasakan momen kebersamaan yang hangat di antara mereka. Dengan lembut, Rai mengambil mangkuk berisi bubur hangat yang disiapkan rahma. Ia menegakkan sedikit ranjang, memastikan rayan bisa duduk dengan nyaman. Dengan hati-hati, Rai mulai menyuapi rayan, setiap suapan diambilnya dengan penuh kasih sayang.

Rayan menerima suapan itu dengan senyuman, rasanya seperti kembali ke masa-masa indah mereka, ketika Rai dengan penuh perhatian menyuapinya di rumah. Setelah sekian lama terpisah oleh berbagai cobaan, momen ini terasa begitu berharga. Kasih sayang yang selama ini terpendam kembali terasa hangat dalam hati rayan, mengisi ruang kosong yang ditinggalkan oleh kerinduan.

Saat rai menatap rayan, ia teringat akan semua kenangan manis mereka. Senyuman Rai tidak hanya menyuapi fisik Rayan, tetapi juga menyuapi jiwanya dengan cinta dan perhatian yang tulus. Setiap suapan adalah ungkapan kasih sayang yang tak terucapkan, sebuah pengingat bahwa meski dunia di luar penuh kesulitan, cinta mereka tetap kuat dan bertahan.

“Enak sekali ” ucap Rayan, mengalirkan rasa syukur yang mendalam. Rai tersenyum, hatinya dipenuhi kebahagiaan melihat rayan menikmati setiap suapan. Momen sederhana ini menjadi lambang harapan dan kebersamaan, menegaskan bahwa meskipun mereka pernah terpisah, cinta mereka telah membawa mereka kembali bersama, lebih kuat dari sebelumnya.

Di tengah momen hangat itu, gadis kecil yaitu zeline perlahan membuka matanya, mencari-cari keberadaan ibunya. Suara lembut Rai memanggil namanya menarik perhatian si kecil, membuat zeline menoleh dengan wajah masih setengah terlelap. Kakinya yang kecil melangkah turun dari tempat tidur, diiringi dengan gerakan mengucek matanya yang menggemaskan.

Dengan langkah yang kecil, zeline berjalan menuju ibunya, duduk di kursi dekat rai. Melihat putrinya, Rai merasa hatinya semakin penuh. Zeline duduk dengan manis, memperhatikan momen kasih sayang antara ibu dan ayahnya. Rai, yang masih berdiri sambil menyuapi rayan, melirik ke arah zeline dengan senyuman penuh cinta.

“Selamat pagi sayang ” ucap rai lembut, membuat zeline membalas dengan senyuman yang cerah, meskipun matanya masih setengah mengantuk.

Dalam kehangatan suasana pagi itu, Zeline merasakan kehadiran kedua orangtuanya yang penuh kasih. Dia duduk tenang, memperhatikan ayahnya yang menikmati bubur sambil menyerap atmosfer kasih sayang yang mengelilinginya. Momen ini begitu sederhana namun begitu berarti, menciptakan kenangan indah bagi zeline.

Rai merasakan kebahagiaan tak terhingga. Dalam hatinya, ia berdoa agar momen-momen seperti ini bisa terus berlanjut, menguatkan ikatan cinta yang mereka miliki. Setiap suapan yang diberikan rai kepada rayan kini terasa lebih manis, dilengkapi dengan kehadiran zeline yang penuh semangat, sebuah simbol bahwa keluarga mereka semakin utuh dan siap menghadapi setiap tantangan bersama.

Dina dan Rahma saling bertukar tatapan penuh kebahagiaan, menyaksikan momen hangat antara Rai, Rayan, dan Zeline. Senyum di wajah mereka bercerita lebih dari sekadar kata-kata. Saat melihat keluarga kecil itu bersatu, keduanya merasakan kebahagiaan yang tulus mengalir di antara mereka. Dina, yang tidak ingin melewatkan momen berharga itu, segera mengeluarkan ponselnya. Dengan hati-hati, ia mengarahkan kamera dan mengabadikan kebahagiaan yang terpancar dari wajah-wajah mereka.

Setelah mengambil foto, Dina mengirimnya ke Rai dengan harapan bahwa ketika mereka kembali ke Kota Kencana, Rai dapat mengobati rindunya melalui gambar yang diabadikannya. Dengan senyum lebar, Dina kembali memainkan ponselnya, masuk ke media sosial, dan menggulir layar ponselnya. Namun, matanya tiba-tiba melebar saat melihat foto seorang gadis kecil yang mereka lihat beberapa hari lalu. Tanpa ragu, Dina berteriak, “Rai, lihat ini! Ternyata kamu sudah melihat putri kamu!”

Rai menoleh, wajahnya menunjukkan rasa ingin tahunya. Ketika dina menunjukkan foto itu, ekspresi Rai berubah “Berarti akun toko kue zeline itu ?” tanyanya dengan nada tak percaya.

Rayan yang mendengarkan, menjawab, “Itu toko kita. Aku memberi nama 'Toko Kue Zeline'. Dan iya, gadis kecil yang berfoto dengan banyak pelanggan itu adalah zeline.”

Kata-kata rayan membuat hati rai bergetar. Senyumnya merekah, menandakan betapa bangganya ia terhadap putrinya. Dalam pikiran rai, gambaran tentang zeline yang penuh percaya diri dan ceria berinteraksi dengan pelanggan membuatnya merasa terhubung, meski selama ini terpisah. Momen itu memperkuat rasa cinta dan kedekatan yang mereka miliki, menegaskan bahwa meskipun terpisah oleh jarak dan waktu, keluarga mereka akan selalu menemukan jalan untuk bertemu dan kembali.

Rahma tersenyum lebar ikut menambahkan kehangatan dalam suasana, “Anak gadismu itu banyak fansnya rai, sama seperti dirimu,” ujarnya sambil terkekeh. Ucapan Rahma membuat Rai tersenyum malu, namun hatinya penuh kebanggaan terhadap putri kecilnya. Rahma melanjutkan dengan antusias, “Setiap kali toko buka dan ramai pengunjung, selalu saja ada yang minta foto sama zeline. Zeline itu benar-benar jadi mood booster buat banyak orang, jadi gak heran kalau banyak yang suka sama dia.”

Rai menatap Rahma dengan mata berbinar, membayangkan zeline yang riang dan disukai banyak orang. Rahma, yang tampak tak henti berbagi cerita, melanjutkan, “Saking banyaknya yang suka sama zeline, sampai ada yang ngajak kerja sama buat menjadikan zeline model salah satu brand. Itulah yang kemarin, waktu kita bertemu! Siapa sangka, zeline ternyata kerja bareng bundanya. Kalian kemarin itu benar-benar menggemaskan tau rai, Enggak ada canggung sama sekali.”

Mendengar itu, Rai semakin terharu. Bayangan tentang dirinya dan zeline bekerja bersama kemarin membuat hatinya hangat. Seolah tak percaya, Rai menoleh ke arah zeline, Betapa gadis kecil itu sudah begitu dicintai dan membawa kebahagiaan bagi banyak orang, sama seperti yang selalu ia inginkan. Dina mengamati ekspresi rai dan tersenyum dalam hati, senang telah melihat rai akhirnya merasakan momen berharga bersama anak yang sangat ia rindukan.

Kemudian rahma mengajak zeline untuk mandi, Setelah rahma membawa zeline ke kamar mandi, suasana menjadi sedikit tenang di dalam ruangan, meninggalkan dina bersama rai dan rayan. Dina menoleh ke arah rai dan rayan, lalu menyampaikan pendapatnya dengan suara yang penuh pertimbangan “Anak kalian punya bakat, sayang sekali kalau tidak dikembangkan.”

Rai menatap dina sejenak sebelum menjawab, “Zeline masih terlalu kecil untuk mencari uang kak dina, Apa gunanya ada aku dan rayan kalau putri kami ikut mencari penghasilan juga?” Ucapannya lembut namun penuh ketegasan, menunjukkan keinginan kuat untuk melindungi masa kecil putrinya.

Dina tersenyum tipis, mencoba meyakinkan dengan cara lain. “Anggap saja ini cara zeline menabung, Sama saja kan? Dengan begitu, kalian bisa mengajarinya untuk menabung sejak kecil. Nanti, saat zeline tumbuh dewasa, dia tidak akan gampang menghamburkan uang atau menyepelekan orang lain. Dia akan punya nilai-nilai yang kuat, berkat kalian.”

Rayan mendengarkan percakapan mereka tanpa menyela, menatap rai dengan senyum tenang yang menunjukkan kesepahaman. Baginya, keputusan yang dibuat rai juga adalah keputusannya. Melihat rai memikirkan masa depan zeline dengan penuh kasih sayang membuat rayan merasa semakin yakin bahwa keluarganya berada di tangan yang tepat.

Rai menarik napas dalam, lalu mengarahkan pandangannya ke dina, matanya penuh keteguhan. Dengan suara yang tegas namun lembut, ia mengutarakan keputusannya, “Baiklah, asalkan zeline bersamaku. Aku tidak akan mengizinkan zeline ikut pemotretan atau bekerja sama dengan brand mana pun tanpa kehadiranku. Tidak semua perlakuan manusia itu baik, terutama terhadap anak kecil. Jika zeline harus melakukan pemotretan dan aku tidak bisa hadir, maka aku tidak akan mengizinkannya, apapun alasannya. Dia masih terlalu kecil, baru tiga tahun. Aku tak mau zeline merasa tak nyaman karena hal seperti itu.”

Dina mendengarkan dengan seksama, perlahan menganggukkan kepalanya. Dia mulai memahami sisi lain dari rai yang mungkin tak pernah terlihat sebelumnya. Seorang ibu yang, meski lembut, juga sangat tegas dalam melindungi putrinya. Di balik kasih sayangnya, ada keteguhan yang dalam untuk selalu berada di sisi zeline, menjaga dan mengawasi setiap langkahnya.

Rai melanjutkan dengan nada penuh kasih, “Sebagai ibunya, aku tidak ingin melewatkan sedikit pun perkembangan zeline lagi. Ke mana pun zeline melangkah, harus ada aku di sampingnya.” Kata-katanya membawa keheningan yang penuh makna di ruangan itu. Dina, yang semula berniat menawarkan ide untuk masa depan zeline, kini sepenuhnya mengerti bahwa bagi rai, perlindungan dan kenyamanan putrinya adalah yang paling utama.

Di sudut lain, Rayan menyaksikan percakapan itu dengan bangga, senyum kecil tersungging di wajahnya. Melihat rai begitu teguh mempertahankan prinsip sebagai seorang ibu membuatnya semakin menghargai sosok yang kini menjadi bagian penting dari hidupnya.

“Baiklah, Ibunya zeline yang terhormat, saya mengerti.” ucap dina, membuat rai dan rayan ikut tertawa, menghidupkan suasana dengan kehangatan.

Rai menanggapi sambil tersenyum, “ wajarkan kalau aku bicara begitu, Zeline itu masih kecil, usianya seharusnya diisi dengan bermain, menikmati masa kecilnya. Lagipula, dia itu bayiku, masih minum asi. Aku nggak bisa membayangkan kalau dia harus pemotretan tanpa aku di sampingnya. Dan satu lagi, aku nggak izinkan zeline minum susu formula lagi, selama aku ada, aku bisa memberinya yang alami ” jelas rai dengan penuh kasih.

Dina spontan menepuk jidatnya dan berujar, “Sudahlah, yang soal asi nggak perlu dibahas sampai segitunya. Malu ih ” katanya sambil berusaha menahan tawa.

Rai, tak mau kalah, malah tertawa lebih lepas, “Malu kenapa? Malu sama siapa? Sama Rayan? Lho, kan rayan suamiku kak. Wajar kan aku ngomong begini. Dia ayahnya anakku juga kok.” Mendengar itu, Dina sedikit mengerucutkan bibirnya, setengah cemberut namun tak bisa menyembunyikan senyumnya. “Ya sudah, terserah kamu deh ” katanya sambil mengangkat bahu.

Rai pun tak kuasa menahan tawanya lagi, tertawa bahagia bersama keluarga kecilnya, sementara rayan menyaksikan momen itu dengan perasaan hangat di hatinya, semakin menyadari betapa rai adalah ibu dan istri yang luar biasa bagi mereka.

Rahma dan zeline akhirnya keluar dari kamar mandi. Zeline tampak lucu dalam balutan handuk kimono kecil miliknya, rambut basahnya sedikit acak-acakan. Saat itu juga, dokter masuk ke ruangan untuk memeriksa rayan. Rai memberi ruang bagi sang dokter untuk bekerja, sementara dirinya mendekati rahma yang sedang membantu zeline mengenakan pakaian. Dengan lembut, Rai mengambil alih tugas tersebut, membimbing zeline dalam mengenakan baju dan celana. Rahma bangkit, meninggalkan zeline kepada rai, lalu bergabung dengan dina di sisi rayan, di mana mereka berbincang dengan dokter mengenai kondisi rayan yang semakin membaik.

Setelah membantu zeline berpakaian, Rai berlutut di hadapan putrinya dan mulai menyisir rambut lembut gadis kecil itu. Zeline menatap ibunya dan berkata dengan suara manja, “Bunda.”

Rai tersenyum hangat, “Iya dek?”

“Adek mau makan,” jawab zeline dengan lirih.

Rai mengangguk pelan, “Oke, kita makan ya.” Ia menyelesaikan menyisir rambut putrinya, memastikan tiap helaian tersusun rapi. Setelah itu, Rai mengambil makanan yang sudah disiapkan rahma dan mulai menyuapi zeline dengan perlahan dan penuh kasih sayang. Setiap suapan diiringi dengan senyuman rai, seolah waktu di sekitarnya berhenti hanya untuk menikmati momen berharga bersama buah hatinya. Sementara itu, Rayan melihat ke arah mereka dengan perasaan hangat, mengingatkan dirinya betapa berharganya keluarga kecil yang kini berkumpul di sekelilingnya.

1
Nikmah dara Puspa saragih
🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!