Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 2. AMP
...Bukankah mencintai seharusnya menjaga perasaannya bukan malah menyakiti, membuat remuk redam tubuh dan hati. ...
...Tetapi, nyatanya lelaki yang sudah berjanji akan membahagiakan dan sejuta kali bilang cinta justru menyakiti dan mematahkan hati juga memudarkan rasa percaya....
...~ Gema ~...
...----------------...
“Sayang, sakit.” Gema mencoba melepaskan tangannya tetapi tidak bisa lantaran tangan Dewa jauh lebih kuat. “Kamu, kenapa sih tiba-tiba kayak gini?”
Dewa yang tidak menghiraukan ucapan Gema, terus saja berjalan menariknya sampai masuk ke dalam lift, tidak peduli semua orang melihatnya.
Sesampainya di dalam kamar hotel, Dewa langsung melempar tubuh Gema ke atas ranjang, mencium bibir istrinya dengan brutal, menyesap bahkan menggit bibirnya. Lidahnya menerobos masuk dengan sarkas ke dalam mulut Gema dengan agresif sampai istrinya kesusahan bernapas.
Dewa melucuti semua pakaian Gema sampai tak ada sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya. Pria itu memegang kedua tangan Gema ke atas dan juga mengungkung tubuh Gema, menindih tubuh istrinya dengan kasar tanpa ampun, memaksa masuk ke bagian inti bawah Gema dengan sarkas.
“Akkh…, Mas Dewa apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu kasar begini!” pekik Gema keras, akan tetapi tidak di hiraukan Dewa meskipun air mata istrinya mengalir dari sudut netranya menahan perih.
“Kenapa kamu menjadi kasar begini, Mas? Apa salahku padamu, semalam kamu begitu memanjakanku dengan kelembutan sampai ak terbuai nikmatnya sentuhanmu, tetapi kenapa pagi ini kamu dalam sekejap berubah menjadi seperti binatang yang kelaparan!" gumam Gema dalam hatinya dengan air mata yang sudah membajiri seluruh wajahnya.
Gema mengalami kekerasan seksual yang di lakukan oleh suaminya sendiri. Setelah Dewa selesai melampiaskan kekesalannya dengan cara seperti itu dia berjalan menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya dengan air hangat di bawah shower, meninggalkan Gema di atas ranjang yang tengah menangis sesenggukan sembari menarik selimut menutupi tubuhnya yang membiru akibat bekas cengkraman Dewa yang terlalu kuat.
Gema berusaha turun dari ranjang di saat Dewa berada di kamar mandi. Dia meringkuk mendekap lututnya di sofa sembari melilitkan selimut ke tubuhnya yang masih polos. Bagian intimnya terasa sakit dan perih lantaran hujaman bagian intim Dewa masuk dengan sarkas.
Tidak ada sama sekali kenikmatan yang dirasakan Gema. Sangat berbeda jauh dengan malam pertama yang membuatnya merasa terbang ke negeri kayangan. Setelah Dewa keluar dari kamar mandi, dia merebahkan tubuhnya ke ranjang tak menghiraukan istrinya yang tengah menahan kesakitan.
Satu jam telah berlalu.
Gema masih sesenggukan, air matanya tak kunjung berhenti, ketika melihat bekas lebam yang ditinggalkan suaminya. Kulit kuning langsat bak porselen telah ternoda oleh ulah Dewa yang bejat.
Isak tangis Gema saat terjaga, membuat Dewa terbangun. Ia berusaha membuka matanya yang terasa berat seperti ada gembok 10 kg di pelupuk matanya. Dia menatap istri tercintanya yang terduduk lemas dari posisi tidur miring.
“Apa yang tadi telah aku lakukan terhadap, istriku?” ucap Dewa pelan. “Kenapa, aku tega melukai belahan jiwaku sendiri. Ya Tuhan, aku telah melakukan sebuah kesalahan.” Dewa beranjak dari tempat tidurnya kemudian berjalan mendekati istrinya.
“Maafkan aku, Sayang,” pinta Dewa sembari tangannya memegang kepala Gema dan menciumnya dengan bertubi-tubi. “Sayang, maafkan aku,” ujar Dewa sekali lagi. Kedua tangannya memegang rahang Gema yang simetris, menatap netra coklat istrinya.
Tangisan Gema, semakin runtuh saat memandang wajah suaminya. Dia menggigit bibir bawahnya sampai gemetar menahan ketakutan, jika Dewa mengulangi perbuatannya lagi. “Sayang, aku mohon jangan lakukan itu lagi,” pinta Gema seraya menggelengkan kepalanya dengan cucuran air mata bak hujan turun membasahi bumi, yang tak sanggup menahan gelapnya menyelimuti langit.
Menatap wajah Gema yang di penuhi dengan rasa takut, membuat Dewa merasa sangat bersalah. Dunianya seakan hancur kala wanita yang dia amat
sayangi merasakan sakit hati.
“Sayang, lihat aku. Lihatlah mataku ini, Sayang,” tutur Dewa sembari mengusap air mata yang mengalir di pipi merah merona istrinya. “Mas Dewa, benar-benar minta maaf. Mas, janji tidak akan mengulanginya lagi, Tolong, maafkan Mas Dewa.” Dewa mencium punggung pergelangan tangan Gema sembari matanya meneteskan air mata penyesalan. “Mas Dewa, sangat mencintaimu sayang. Mas, tidak mau kehilangan kamu,” ucap Dewa menatap manik Gema.
Perasaan Gema luluh lantah melihat sikap Dewa yang tulus meminta maaf kepadanya. Dia merengkuh tubuh Dewa kemudian memeluknya. Mereka berpelukan sembari mengelus- ngelus punggung masing-masing.
“Gema, maafkan Mas Dewa. Gema, mohon jangan lakukan hal itu lagi,” ucap Gema seraya menahan isak tangis.
“Iya, sayang. Mas Dewa janji.”
.
.
.
“Mas, supir dari hotel yang akan mengantar kita ke bandara sudah menunggu di lobby.”
Jantung Dewa berdegup dengan kencang, saat mendengar ucapan Gema. Dadanya terasa bergemuruh hebat ingin rasanya berteriak sekeras-kerasnya, kemudian terduduk di pinggir ranjang seketika lututnya merasa lunglai.
Penggalan ingatan buruk masa lalu Dewa kembali terlintas dalam benaknya.
“Roky,” teriak Sania memanggil supir pribadi suaminya.
“Iya, sebentar Nyonya.” Roky berjalan menuju Sania yang tengah duduk santai di taman bersama Dewa.
Saat itu Dewa masih berusia 7 tahun. Dia melihat Ibunya Sania tengah bercanda dengan supir pribadi Ayahnya di kursi taman saat ayahnya pergi ke kantor, Roky namanya. Karena, dia masih kecil makanya hal itu di anggap biasa olehnya. Sampai, dia melihat candaan itu berakhir mereka saling menatap dan berpegangan tangan, akan tetapi karena ada Dewa, mereka menghentikan aksi tersebut.
“Berhenti Roky ada Dewa,” ucap Sania berbisik di telinga Roky yang tak menghiraukan ada pelayan lain melihat dari kejauhan.
“Baiklah, Sayang,” sambung Roky pelan.
Setelah mereka selesai bercanda Dewa dan Mamanya meninggalkan Roky sendirian. Dewa, berlari dengan cepat memasuki rumahnya, sedangkan Mamanya masih berjalan dengan santai. Dari balik korden Dewa melihat roky mengejar Mamanya kemudian mendaratkan kecupan di bibir Sania. Untuk beberapa menit mereka berdua beradu bibir dan saling membalas melumat.
Dewa, yang masih polos hanya melihat dan memendamnya dalam hati dan tidak berani bercerita kepada Papanya lantaran merasa takut Mamanya akan memarahinya.
“Sayang, Kamu kenapa diam,” papar Gema, mencoba membangunkan suaminya dari lamunan.
“Owh iya, sayang, maafkan aku. Ya, ayo, kita turun sekarang ke bawah, jangan sampai ada yang ketinggalan,” ucap Dewa sembari mengatur setiap tarikan nafasnya, setelah mengenang masa lalu Mama dan supir pribadi Ayahnya.
Sampai di lobby. Supir hotel itu membantu memasukkan koper mereka. Dewa yang sedang mengurus pelunasan pembayaran di resepsionis memalingkan wajahnya. Dia melihat Gema tengah berbicara dengan supir tersebut, seketika Dewa lari dengan rahang mengetat. Dia menarik pergelangan tangan Gema hingga tubuhnya terpelanting hingga menghadap suaminya.
“Gema duduk!” decak Dewa, menatap tajam. “Jangan, banyak bicara sama seorang supir!” bentak Gema di depan supir tersebut.
Gema kebingungan dengan sikap Dewa, pasalnya dia hanya mengarahkan sang supir agar mengatur kopernya dengan rapi. Akan tetapi, justru membuat Dewa merasa cemburu. Gema hanya terdiam kemudian duduk di ruang tunggu sembari menghela nafas. Dia tidak berani membantah Dewa, khawatir jika timbul kericuhan di tempat umum. Di dalam hati Gema juga merasa tidak enak hati dengan sikap Dewa terhadap supir yang sudah paruh baya tersebut.
...****************...
“Mas, kamu sepertinya sedikit keterlaluan sama Bapak supir tadi, kasian sudah tua Bapaknya.”
“Kamu, kenapa membela dia? Dia itu hanya seorang supir, pantas di perlakukan seperti itu,” sanggah Dewa dengan tatapan tidak suka jika istrinya berbicara dengan lawan jenis.
Gema, tidak menjawab kembali bantahan Dewa. Dia lebih memilih menutup matanya dengan sleep mask, kemudian tertidur seraya menyandarkan bahunya di kursi pesawat.
To be continued 👉