Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Dimas merebahkan tubuhku lalu ia menindihnya. Tangannya bermain di bagian sensitif ku hingga membuatku melenguh.
"Masss!"
"Jangan katakan apapun. Hanya nikmati saja." jawabnya. Dan kembali melumat bibirku. Tangannya yang besar merobek paksa gaunku hingga membuatku mendelik mendengar suara robekannya.
Ia menahan kedua tanganku yang akan memberontak, dengan mencengkramnya diatas kepalaku menggunakan satu tangannya. Sementara tangan yang satunya untuk ia gunakan melepaskan kain yang masih melekat di tubuhku.
Tenaganya benar-benar sangat besar, aku kalah dan pasrah, karena tidak bisa memberontak. Daripada aku harus kehabisan tenaga dengan memberontak, lebih baik aku biarkan saja dia melakukan apapun pada tubuhku.
"Mass aku capek!" protes padanya yang terus menggempurku, sudah 3 kali membuatku mendapatkan pelepasan, tapi mas Dimas benar-benar tidak segera mengakhiri permainannya.
"Sebentar lagi sayang!" jawabnya, dengan terus memacu pinggulnya, dengan mata terpejam menikmati remasan di dalam.
"Aku bisa pingsan kalau mas nggak cepat-cepat menyudahinya. Aku lemas aku lapar." kataku memohon.
Mas Dimas membuka matanya dan menatapku sayu. "Tunggu sayang, mas akan mengakhirinya." ucapnya kemudian.
"Jahat!" kataku dengan nafas tersengal. Setelah mas Dimas menyemburkan benihnya ke dalam rahimku.
Ia terkekeh dan mengusap peluh di dahiku. "Kamu terlalu nikmat. Maaf ya." ucapnya. Ia mengecup keningku dalam, lalu membantuku duduk, Ia mengambil sarapan untukku. Dengan telaten mas Dimas menyuapiku sampai habis.
"Sudah habis, mau mandi lagi tidak?" tanyanya. Kemudian meletakkan piring kosong di nakas.
"Aku masih tidak bisa jalan, masih lemas!" kataku dengan nada manja. Ia kembali terkekeh dan mencubit hidungku.
"Nanti aku mandikan." ucapnya. Mas Dimas mengambil ponselnya di nakas dan mengubungi asisten Leo untuk mengambilkan pakaian ganti untuk kami.
Setelah itu ia meletakkan ponselnya di kasur, dan membopongku menuju kamar mandi.
Setelah mandi, aku dan mas Dimas duduk di sofa menunggu asisten Leo mengantarkan pakaian ganti.
"Nggak bisa ketemu Yessa dulu deh kalo begini. Lihat ini jam berapa?" protesku.
"Sayang, nanti kita bisa langsung pulang setelah peninjauan proyek. Sebenarnya mas menyewa kamar ini untuk 2 malam. Tapi sepertinya kamu tidak mau lagi."
"Nggak mau. Pokoknya aku mau pulang setelah peninjauan proyek."
"Iyaaa!"
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Aku, dan mas Dimas sedang dalam perjalanan menuju pertemuan. Leo duduk di sebelah supir.
Aku memakai syal yang aku minta pada Leo untuk membawakannya. Karena mas Dimas semalam tidak mengatakan akan mengajakku menginap, jadi aku tidak membawa fondation.
Tubuhku sangat lemas, mas Dimas benar-benar membuat tenagaku habis. Meskipun sudah makan aku rasa percuma. Karena di kamar mandi mas Dimas kembali menggempurku.
"Sayang, kenapa?"
Aku melirik mas Dimas dengan sebelah alis terangkat. "Lemes!" jawabku singkat.
Ia menarikku ke dalam pelukannya dan mencium pucuk kepalaku. "Maaf." cicit nya.
Aku tak menanggapi, lebih memilih untuk memejamkan mataku. Aku di buat bingung dengan mas Dimas. Kenapa dia bisa tidak terlihat lelah sama sekali, padahal berkali-kali menggempurku.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Sesampainya di tempat, klien kami belum datang. Kami berdiskusi sambil melihat pembangunan resort yang baru di garap.
"Le, bagaimana jika kita membuat tempat karaoke juga di salah satu bangunan. Sepertinya itu akan di sukai pengunjung. Mereka bisa berkaraoke jika bosan berjalan-jalan." usul mas Dimas. Aku mengangguk setuju.
"Bisa." jawab Leo singkat dengan kepala mengangguk. Aku yang sudah antusias ingin mendengarnya berdebat dengan mas Dimas kembali dibuat tercengang.
"Asisten Leo, apa tidak ada jawaban yang lebih panjang. Bos mu sedang mengajak mu berdiskusi."ucapku kesal.
Mendengar ucapanku, Leo hanya diam saja. Ia hanya melirik sekilas dan kembali membaca berkas di tangannya.
"Dasar menyebalkan." umpatku kesal.
"Le, apa belum ada perempuan yang bisa meluluhkan hatimu sampai saat ini. Aku lama-lama sebal melihatmu seperti manekin seperti ini." kali ini mas Dimas yang protes. Tapi protesnya hanya dianggap angin lalu oleh Leo.
Aku menghembuskan nafas kasar karena kesal. Bisa-bisanya dia bersikap acuh pada Tuan dan Nyonya nya.
"Bagaimana dengan Fuji? Aku bisa membantumu untuk mendekatinya. Aku rasa tidak terlalu sulit, karena Fuji terlihat menyukaimu." kata mas Dimas lagi.
Leo hanya diam sambil membolak-balik sketsa gedung yang di berikan sang arsitek.
"Lala bagaiman? Nona Cahya, anak dari pak Peter, dia juga sepertinya tertarik denganmu. Dia baru lulus kuliah. Atau Citra, Puput, Via, atau,,,"
"Egheem!"
Perkataan mas Dimas terhenti karena Leo berdehem dengan mata menatap tajam mas Dimas.
"Tidak mau ya, ya sudah tidak apa-apa. Hehe!" mas Dimas menggaruk tengkuknya yang aku yakin tidak gatal.
Tatapan Leo sangat tajam, dan mengerikan. Wajar saja jika mas Dimas takut melihatnya.
"Sudah lah mas, sebaiknya kita biarkan saja Leo dengan imajinasinya. Tidak usah ikut campur dengan kehidupannya. sebaiknya pikirkan saja keluarga kita." ucapku dengan nada kesal. Dimas tersenyum dan mengangguk patuh.
Ku lirik Leo yang sama sekali tidak berniat menanggapi perkataanku. Dia masih sibuk dengan berkas di tangannya.
Dasar kanebo kering. Umpatku dalam hati.
Bisa-bisanya dengan bos yang membayarnya bersikap kurang ajar. Aku akan bertanya dengan papa nanti. bertemu dengan Leo dimana dia. Jangan-jangan bertemu di tengah hutan rimba.