Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Prak!
Suara pelan dari lukisan yang Tama taruh di atas meja makan yang beralaskan kaca. Kini Tama dan mamanya sudah berada di dalam rumah.
"Gimana Mah kantor mama yang baru sudah selesai renovasinya?" Tanya Tama sambil menarik salah satu kursi meja makan kemudian duduk dan menuangkan segelas air minum.
"Sedikit lagi, besok siang juga selesai tinggal nata barang-barang saja. Besok setelah mama jemput kamu sekolah, kita mampir ke sana ya! Kita peresmian kecil-kecilan." Mama menjawab sambil membuka pintu kamarnya.
"Hmm yaudah deh, tapi papa ikut nggak mah?" Tanya Tama kembali setelah selesai minum dan kini sambil berjalan menuju kamarnya sambil membawa lukisan yang tadi dia simpan di atas meja makan.
"Nggak tahu mama belum kabarin dia. Nanti deh kalau dia pulang mama kasih tahu papamu." Suara mama terdengar pelan karena sudah berada di dalam kamar.
Mamanya Tama ini seorang pengacara dan punya usaha penginapan di beberapa daerah termasuk di daerah tempat tinggalnya saat ini yaitu Bandung. Dia akan membuka kantor notaris di dekat tempat tinggalnya saat ini. Sedangkan papanya mempunyai jabatan manager direktur di salah satu perusahaan besar yang kini di tugaskan di kantor cabang di daerah Bandung. Maka dari itu Tama dan keluarganya pindah ke Bandung mengikuti papanya.
"Arghh capek banget." Desis Tama sambil merebahkan tubuhnya lurus di atas kasur. Lalu dia memiringkan tubuhnya ke arah lukisan yang dia juga taruh di atas kasur.
"Hmmm Husna, Husna." Tama berkata pelan sambil membuka lukisan itu kembali lalu dia pandangi sambil tersenyum tipis.
"Kenapa aku jadi pengen cepet-cepet besok ya? Jadi nggak sabar pengen ketemu dia lagi sambil balikin lukisan ini." Gumam Tama dalam hatinya sambil memeluk lukisan itu agak lama dan merapatkan kedua bibir.
Kreeeek.
Suara pintu kamar Tama terbuka perlahan.
"Tam?" Suara mama memanggil Tama dari arah luar sambil sedikit mengintip ke arah dalam kamar anaknya itu.
"Eh iya Mah." Tama sontak kaget kemudian langsung duduk dan memasukan lukisan yang masih dia peluk ke dalam tote bag secara terburu-buru.
"Ngapain kamu meluk-meluk lukisan? Itu kan gambar pahlawan Nak bukan gambar perempuan." Mama berbicara dengan nada heran sambil berjalan menghampiri anaknya.
"Ini Mah, tadi ada debu dan sedikit kotor terus aku lap deh pake baju. Sayang kan lukisan bagus gini kalo kotor." Tama mencoba mencari alasan dengan wajah yang salah tingkah dan senyuman aneh sambil menyimpan lukisan itu di meja belajarnya.
"Ah kamu ini ada-ada saja. Kamu mau makan apa? Mama mau pesen lewat online. Mama kan nggak bisa masak baru pulang." Mama bertanya sambil duduk di atas kasur.
"Apa aja deh Mah yang kira-kira cepet, soalnya udah laper banget aku." Tama memegang perutnya kemudian duduk di meja belajar.
"Yaudah kalau gitu mama pesen ayam goreng Pak Jambul saja ya." Saran mama sambil mencari menu makanan di layar handphonenya.
"Iya Mah yaudah itu aja." Jawab Tama yang kini sambil menyalakan PC yang ada di meja belajarnya.
"Yaudah kalau gitu, mama tinggal dulu ya. Kamu jangan kemana-mana! Dengerin takutnya bel rumah bunyi soalnya mama mau ke belakang. Kasihan nanti yang anter makanannya nungguin lama." Pesan mama sambil melangkahkan kaki keluar dari kamar.
"Iya siap Mah." Jawab Tama singkat sambil memandang layar PC dengan kaki di angkat satu di atas kursi.
Sementara di tempat lain, Husna yang kini sedang di dalam kamar sambil rebahan, dia memandang langit-langit rumah sambil tersenyum tipis membayangkan wajah Tama di benaknya yang terus saja singgah.
Flashback Saat pagi hari di dalam kelas.
"Pagi anak-anak!" Salam ibu guru masuk ke dalam kelas di dampingi oleh siswa laki-laki di belakangnya yang tidak di kenal oleh seluruh siswa di kelas itu.
"Pagi Bu!" Salam balik dari seluruh siswa sambil memandangi siswa laki-laki yang tidak mereka kenal itu.
"Anak-anak, hari ini kita kedatangan anggota baru. Namanya Tama, dia pindahan dari Jakarta dan akan menjadi keluarga baru di kelas ini." Ibu guru berbicara lantang mengenalkan Tama ke seluruh siswa.
"Ayo Tama silahkan perkenalkan diri kamu kepada semuanya." Ucap ibu guru sambil tersenyum menyuruh Tama mengenalkan dirinya.
"Ehm ehm." Suara batuk jaim terdengar dari mulut Tama untuk menenangkan dirinya agar tidak terlalu gugup.
"Hai teman-teman semua. Perkenalkan, namaku Tama Aditya Wijaya. Asalku dari Jakarta, dan saat ini aku tinggal di daerah perumahan Alam Raya Residence. Dan sekarang saya merasa bangga bisa menjadi bagian dari sekolah ini." Tama berbicara dengan lantang dan tegas di tambah senyuman manis.
"Ih ganteng banget Husna lihat deh! Manis banget senyumnya masyaAllah." Suara berbisik memuji Tama terdengar dari salah satu meja perempuan di barisan tengah.
"Husna, lihat ih itu. Kamu ngelukis mulu ih dari tadi. Udah dong berhenti dulu!" Perempuan bernama Wulan menyikut pelan teman sebangkunya yang sedang serius melukis.
"Ih berisik banget kamu. Apaan sih?" Husna menghela nafas karena lukisannya sedikit tergores oleh sikutan Wulan.
"Lihat dulu itu ada murid baru!" Wulan menyuruh Husna untuk berhenti melukis dan melihat ke arah depan.
"Hmmm." Dengan sedikit menghela nafas, Husna pun melihat ke arah Tama, anehnya di sini mereka sempat saling pandang sebentar dan saling tersenyum tipis.
Ada perasaan berbeda ketika Tama dan Husna saling pandang walaupun sebentar.
"Tama, Tama, hobby kamu apa?" Wulan tiba-tiba bertanya dengan suara lantang dan membuat suasana kelas menjadi sunyi.
"Huuuuuh." Sorak beberapa Siswa menyoraki Wulan yang kini jadi senyum malu sendiri.
"Em, hobiku motret sama main bulu tangkis." Tama menjawab dengan rendah hati tapi sambil melihat ke arah Husna.
"Ahhh idaman banget." Ucap Wulan pelan dengan pede dia mengira Tama menjawab sambil menatap dirinya.
"Ada yang mau di tanyakan lagi nggak?" Ibu guru mengambil alih pembicaraan.
Karena seluruh murid terdiam, Tama pun di persilahkan duduk oleh guru di tempat yang masih kosong.
Karena Reza duduk sendirian, akhirnya Tama pun duduk sebangku dengan Reza siswa dengan badan gempal dan memakai kacamata.
"Hai Bro. Kenalin namaku Reza" Tegur Reza kepada Tama sambil memberikan tangannya untuk berjabat tangan.
"Oh iya, salam kenal ya Za." Tama membalas jabatan tangan Reza dan saling berkenalan.
Setelah berkenalan, Tama yang penasaran kembali melihat ke arah Husna. Mereka sempat kembali saling melempar senyum, tapi lagi-lagi Wulan mengganggu mereka dengan membalas senyuman Tama dia merasa seolah-olah Tama memandanginya.
"Hmm." Desis Tama sedikit kesal dengan kelakuan Wulan.
"Ih Husna, dia ngeliatin aku terus ahhh." Wulan kegirangan merasa dirinya di perhatikan oleh Tama.
"Hmm berisik ah kamu. Kepedean dasar." Husna sebenarnya sadar bahwa Tama memandanginya berkali-kali, tapi dia merasa itu hanya pandangan biasa dan tidak terlalu ingin memikirkannya.
*******
Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar dari arah luar kamar Husna.
"Sayang, makan dulu. Kamu lagi ngapain?" Suara perempuan terdengar di balik pintu.
"Iya Bu sebentar." Husna yang sedang melamun langsung kaget mendengar panggilan ibunya dari luar.
Ibunya pun masuk ke dalam membuka pintu perlahan.
"Kamu belum ganti baju?" Ibunya bertanya sedikit heran karena mengira anaknya tertidur.
"Hehe belum Bu. Aku rebahan dulu barusan soalnya pegel banget." Jawab Husna sambil tersenyum malu.
"Ayo ah ganti baju dulu sana! Kita makan bareng." Ucap ibu dengan wajah sedikit tegas.
"Iya Bu, ibu duluan nanti aku nyusul habis ganti baju." Husna sedikit mendorong pelan ibunya sambil menutup pintu.
Ibunya pun keluar. Sementara Husna di dalam kamarnya merasa aneh kenapa dia terus memikirkan Tama. Padahal baru sehari bahkan belum terlalu mengenalnya tapi bayang-bayang Tama selalu hinggap di benaknya.
"Ih aneh ah aneh." Husna sedikit kesal memukul pelan kepalanya.